BAB 30

166K 16.8K 737
                                    

Selamat membaca:*

***

"Buat barisan, masing masing barisan terdiri dari 5 orang!" teriak pak Baya, lantang.

Anak anak yang sudah berkumpul dilapangan pun langsung membuat barisan. Sedangkan hanya ada 1 barisan yang baru diisi oleh dua orang, yaitu Vento dan Vasilla. Anak anak bahkan tidak ada yang mau sebaris dengan Vasilla.

Pak Baya sudah hafal dengan perilaku anak murid-nya. Setidak-nya kali ini Vasilla tidak sendiri. Pak Baya melemparkan sebuah bola basket yang langsung ditangkap oleh Vento.

"Kamu sama Vasilla tanding basket lawan tim 1. Thalia, Gara, Elfin dan Katherine."

Elfin, Thalia, Gara dan Katherine tercengang. "HAH?! GA ADA LAWAN YANG LAIN, PAK??" keluh Elfin.

Katherine tampak berbisik sesuatu pada Elfin. Elfin mencibikkan bibir-nya.

"Ga ada, 1 menit lagi pertandingan dimulai!" ucap pak Baya.

Mereka berdiri ditengah lapangan basket. Vento berdiri disamping Vasilla. "Hati hati ya?"

Vasilla mengangguk pelan. "Makasih ..."

Begitu suara pluit berbunyi, mereka saling berebut bola, mendribble dan memasukkan-nya kedalam ring.

Beberapa kali, Elfin dan Thalia dengan sengaja mendorong Vasilla saat gadis itu tengah membawa bola basket. Hingga lawan meraih dan menguasai bola itu dan hampir memasuki ring, Vento meloncat dan menepis bola itu dengan kasar hingga bola itu tidak jadi masuk kedalam ring.

Tentu saja mereka ber 4 diam diam berdecak kesal. Vasilla menatap Gara dari kejauhan, tampak laki laki itu melempar bola kedalam ring dari jarak yang lumayan jauh. Jujur saja, Vasilla agak terpukau.

Tiba tiba entah dari mana asal-nya, sebuah bola medicine seberat 5 kg terlempar kearah Katherine. Katherine menatap bola itu namun dia diam saja, membatu dan tak bisa menggerakkan kaki-nya sama sekali.

Anak anak lain juga hanya berteriak 'Awas!' atau 'Minggir!'

Thalia, Elfin dan Gara juga ikut membatu karena masih terkejut karena keadaan. Entah mengapa, bodoh sekali Vasilla berlari kearah Katherine dan melindungi Katherine dengan tubuh-nya hingga bola itu terkena dada Vasilla dengan kencang.

Bola itu berbunyi keras saat jatuh ketanah. Vasilla langsung kehilangan kesadaran-nya karena dada-nya yang sakit membuat nafas-nya sesak.

Semua orang disekitar sana langsung mengerumuni Vasilla. Katherine tampak sangat panik, apalagi setelah kejadian dimana gadis itu menolong-nya.

"Ven?! Jangan diem aja! Bawa ke UKS, atau kedokter!! Cepetan, Vento Parcival Archer!" pekik Katherine, geram. Namun dalam teriakan-nya, terdengar nada ketulusan dan kegelisahan.

Vento awal-nya belum tersadar. Bahkan dia terlalu kaget atas sikap Vasilla yang malah melindungi musuh-nya. Anak anak ada yang terlihat khawatir dan ada yang diam diam tersenyum senang.

Vento dan pak Baya sama sama menggendong Vasilla masuk kedalam mobil pak Baya dan membawa gadis itu kerumah sakit terdekat. Katherine, Thalia, Gara dan Elfin mengikuti mobil pak Baya dari belakang.

Katherine menangis, entah karena apa. Dia hanya tak bisa menahan tangisan-nya, itu saja. Dia memukul roda kemudi-nya berkali kali walau Gara tak berhenti menyuruh-nya tenang.

Sampai dirumah sakit, mereka semua hanya bisa berdiri didepan pintu ruang UGD yang kini tertutup rapat karena sedang ditangani dokter.

Sudah hampir 1 jam dokter didalam sana. Tangisan Katherine juga sudah berhenti, dia hanya menatap pintu ruang UGD dengan tatapan kosong.

Saat dokter keluar dari ruangan itupun, yang paling cepat menghampiri dokter adalah pak Baya. Vento hanya menoleh sekilas lalu kembali menunduk.

"Gimana keadaan anak murid saya, dokter? Dia baik baik aja kan?" tanya pak Baya, khawatir.

"Tulang dada-nya cedera dan menyebabkan pasien mengalami muntah darah berkali kali. Saya sudah memberikan obat penghilang rasa sakit pada pasien. Kalau sembuh total, kemungkinan-nya setelah 6-8 minggu." jelas dokter perempuan itu lalu tersenyum ramah.

Pak Baya hanya mengangguk dan membiarkan dokter itu pergi lalu tampak beberapa suster memindahkan Vasilla kedalam ruang rawat biasa.

Bahkan Gatha yang sedang kuliah pun langsung absen dan datang begitu Vento memberi-nya kabar. Bukan hanya Gatha, Vexo juga datang untuk melihat.

Dari ruangan Vasilla, terdengar rintihan gadis itu. Rintihan yang terasa menyayat telinga pak Baya, Vento dan yang lain-nya.

Gatha memberanikan diri untuk meminta izin dan masuk kedalam ruangan itu. Menatap adik-nya yang berwajah pucat itu tengah berbaring diatas brankar sambil menekan dada-nya yang sakit. Gadis itu terus merintih dan meringis kesakitan.

"Kamu jangan bego, Vasilla." itu yang bisa Gatha ucapkan sekarang.

Gadis itu meneteskan air mata-nya karena kesakitan. Gatha mengalihkan pandangan-nya, tak mampu menatap adik-nya yang sedang kesakitan itu.

Nafas gadis itu memburu, dia merasa sesak lagi. Gadis itu hanya bisa terus memegangi dada-nya yang kini diperban untuk pemulihan tulang dada-nya.

Beberapa suster sedang melakukan sesuatu pada Vasilla. Gatha hanya menutup wajah-nya dipojok ruangan. Telinga-nya terasa disayat disetiap saat ia mendengar rintihan dan erangan adik-nya.

***

Vote + Coment!

[✔] Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang