dua

2.1K 163 12
                                    

Matahari terik sekali siang ini, kalau tau akan begini mending aku tidur saja tadi. Lagian dosennya juga tidak ada, lalu aku harus apa lagi sekarang? Benar kata Lucas, seharusnya aku memang punya pacar sekarang. Jadi aku tidak akan merasa bosan dan kesepian.

Ah apa sih, kenapa juga aku harus dengarkan omong kosong Lucas. Lagian aku tidak pacaran bukan karna tidak ada yang mau, hm sombong ya. Benar, tapi karna merasa masih ada sesuatu yang ingin  aku capai. Sudahlah aku mending langsung menikah saja nanti.

Astaga apa sih aku ini mulai melantur.

Dingin!

Ada yang menempelkan sesuatu dipipiku. Mataku mengerling sempurna, menahan marah dengan mendengus, "Ihhh! Kau ini apa apaan sih. Mukaku kan jadi basah." Ini bayi besar temannya Lucas. Hm aku lupa lagi namanya, siapa tadi? Matt? Mike?

Ahh Mark.

Aku lantas membersihakan bagian yang basah dipipiku dengan tangan, lagi lagi melirik kearahnya tajam.

"Karna cuaca sedang panas panasnya, kau perlu sesuatu yang mendinginkan. Aku tidak bisa, makanya aku kasih kau moccacino dengan es yang lumayan banyak, kata Lucas kau pasti slalu mencari ini kapan pun dan dimana pun."

"Selain mempengaruhi Lucas, ternyata kau juga seorang pengungit ya."

"Hm bisa jadi, tapi jelasnya aku hanya seorang yang ingin mengenalmu lebih dekat, itu saja. Lagian kau belum mengenalku tapi sudah berani menuduhku seperti itu."

Iya juga sih, aku memang belum mengenal Mark tapi malah sudah menuduhnya yang tidak tidak. Tapi Mark juga belum lama berteman dengan Lucas, makanya aku takut dia memberi pengaruh buruk pada adikku satu satunya yang aku benci sekaligus aku sayangi.

Mana es nya juga menggoda, tenggorokanku kering, mataku berair, mau tapi gengsi.

"Itu minuman untukku kan? Sini aku ambil, dan terima kasih." Aku mengambilnya dengan tidak tahu malu sembari pergi dari hadapannya.

Aku sedikit menoleh dulu kearahnya, dia masih disana dan tidak beralih menatapku. Kenapa juga aku harus peduli dengannya, pokoknya ayok jalan lagi jangan pedulikan dia.

*

"Kakkkkkkk."

"Kak Cioooo."

"Kakk ihhhh."

"Woiy budek"

Ini anak kenapa lagi sih. Sok kenal padaku, padahal aku kenal juga tidak.

Awalnya ku pikir dia anak yang pendiam dan tidak banyak tingkah. Tapi dugaanku tentang melihat seseorang dari parasnya saja itu salah besar.

"Kenapa sih? Kau tidak ada kerjaan apa ganggu orang terus?" Kalau dia ganggu aku seperti ini lebih baik dia main saja dengan Lucas.

"Aku merasa kalau kau nafas saja sudah terlihat begitu menggemaskan."

"Ahahaha kau benar benar minta dilempar ke saturnus."

"Mau saja, asal perginya denganmu."

"Pergi sana aku sedang banyak kerjaan."

"Kerjaan apa kau sedang bengong dari tadi, makanya aku menghampirimu kesini."

"Aku tidak menyuruhmu menghampiriku kan? Jadi jangan sok kenal padaku. Sudah sana mending kau main saja dengan Lucas."

"Katanya kau tidak suka aku berteman dengan dia, kenapa sekarang tiba tiba menyuruhku bermain dengannya?"

"Ya daripada kau terus menggangguku."

"Jadi sekarang aku boleh berteman dengan adikmu nih?"

"Tidak!"

"Katanya boleh."

"Pergi sanaaaaaa!"

"Tidak mau."

"Lantas kau mau tetap disini?"

"Iya."

"Ya sudah aku yang pergi kalau begitu."

"Ihhh."

"Kenapa lagi?"

"Maksudku aku mau disini, tapi denganmu juga."

"Aku terlalu malas bermain dengan anak kecil, cari teman lain sana yang bisa kau ajak main."

"Kau jahat kak, aku sudah besar."

"Kalau kau sudah besar kau pasti me-ngerti-kan? aku sedang tidak ingin diganggu."

"Ya sudah aku pergi, dahhh."

Meski terlihat bercanda, tapi dia pergi dengan wajah yang sedikit murung. Aku jadi tidak enak hati dibuatnya. Lagian dia juga yang salah, kenapa mengganggu ku saat aku sedang tidak ingin diganggu. Ditambah aku juga sebal dengannya, tidak usah tanya kenapa, aku tidak tahu, yang jelas aku selalu ingin marah marah kalau ada dia. Apalagi kalau dia kerumah untuk bermain dengan adikku, aku sampai mengurung diri dikamar karna terlalu malas untuk sekedar bertemu dengannya.

Tapi..

Aku merasa tidak enak sekarang. Barusan aku terlalu kasar dan berlebihan.

Sekarang aku malah terlihat seperti orang dewasa yang jahat.

*

Kalau begini caranya aku semakin tidak enak saja pada Mark. Ah ternyata aku malah sudah mengingat namanya sekarang.

Aduh aku semakin bimbang ini. Disana ada dia dan adikku, ya mereka sedang makan sambil bercanda layaknya anak anak diusia mereka.

Aku hampiri dia atau jangan?

Ah tidak tidak. Untuk apa pula aku menghampirinya. Sudahlah, lagian aku juga tidak begitu dekat dengannya. Kenapa mesti repot repot seperti ini. Aku mending pulang kerumah sajalah, atau tidak mampir ke mana gitu.

"Cio!" Ehh ada yang memanggilku.

Aku langsung menengok. Dan kenapa aku harus kecewa karna yang memanggilku ternyata bukan-- ya, bukan Mark.

"Johnny?" Dia temanku, kenapa juga aku tidak mengenali suaranya.

"Kau kemana saja sih, aku cari cari dari tadi tidak ketemu ketemu." Dia langsung menghampiku, lebih dekat.

"Aku? A aku tidak kemana mana. Kenapa? Ada apa? Kenapa kau mencariku?" Aku bertanya padanya tapi entah kenapa mataku malah tertuju pada Mark. Mana dia sedang melihatku juga, untung Lucas tidak menyadarinya.

"Aku hanya rindu pada temanku, lagian aku kesepian tidak ada kau Cio. Hari ini kau tidak ada jadwal lagi kan? Makan yuk, lapar nih. Bang Johnny teraktirrr." Ah apa aku tidak dengar dengan jelas, aku hanya fokus melihat Mark yang sudah menghilang saja dari sana, yang ada hanya adikku yang masih makan dan juga malah makan makanan punya Mark, itu adik siapa sih tolongggg.

"Kau lihat apa sih? Aku kecewa kau tidak mendengarkanku, aku mau marah."

"Ahhhh sudah sudah, satu yang marah saja sudah cukup membuatku pusing, jangan lagi. Ayok pergi."

"Ehehe. Satu lagi memang siapa? Dia marah padamu? Gara gara apa?"

"Sudah jangan bawel, jadi makan atau tidak."

"Iya iya jadiiii."
















moccacino, mark lee (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang