lima

845 112 11
                                    

Baik aku atau pun kau,
Kita sama sama perlu disakiti hujan
Biar tau rasanya tidak diinginkan, tapi tetap menjadi kebutuhan.

(Moccacino - Mark Lee)

.
.

Aku mulai jatuh hati pada kakak temanku. Seiring berjalannya waktu, padanya, aku mulai menaruh harapan.

Aku bukan seorang yang dengan mudah menunjukkan perasaannya, terlebih pada seseorang wanita yang aku suka. Tapi juga tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa terkadang aku memang dengan terang terangan menunjukkannya.

Pagi ini, aku sedang sarapan bersama Lucas dan kak Cio. Semalam aku menginap disini karna dirumahku tidak ada siapa siapa, merasa sepi saja karna aku anak satu satunya, sekarang.

Mataku tidak bisa berpaling dari wajah kak Cio, sesekali aku mencuri curi pandang pada gadis cantik yang umurnya lebih tua dariku itu. Tidak begitu jauh sepertinya, hanya karna dia kakak temanku, kami terlihat jauh, terlebih aku memang masih kelihatan anak anak.

"Kau ini kenapa sih lihat kakakku terus. Jangan jangan kau!"

"Ah a-apa apa? Aku tidak melihatnya. Aku tidak-- melihatinya.

"Jangan jangan kau mau minta dibuatkan nasi goreng lagi, iya kan? Ngaku saja kau masih lapar kan Mark? Hm sudah ku duga."

"Kenapa?" Ujar Kak Cio tidak peka.

"Tidak kak, kau lanjut saja makan. Ini urusan anak muda, kau terlalu tua untuk ikut campur." Lucas kelihatan akrab sekali dengan kakaknya, dan aku iri.

"Berani kau bilang aku tua! Aku masih mudaaaaaa."

"Kau kan sering bilang aku dan Mark sejenis anak anak, kami terima saja, kau juga harus terima kalau kau memang sudah tua."

"Lucass! Awas saja kau nanti aku adukan pada ibu!"

"Bilang saja, aku tidak takut. Paling ibu juga akan ikut menertawakanmu seperti aku, hahaha iya kan Mark?"

"Ah, iya iya." Aku mengiyakan saja apa yang dikatakan Lucas. Terlebih kak Cio memang terkadang sangat lucu. Apalagi kalau dia sedang marah marah pada adiknya.

Dia tipe orang yang susah bergaul sepertinya. Bukan karna tidak mau, tapi dia terlihat tidak percaya. Kalo boleh dibilang, dia seperti orang yang tidak mudah percaya begitu saja dengan orang baru. Dan terlihat takut untuk membuka hatinya.

"Mark? Kau kenapa melamun?"

Aku sampai tidak sadar menghentikan makanku gara gara terlalu fokus memikirkan kak Cio, ditambah sambil memperhatikannya. Menggaruk kuping telingaku yang tidak gatal sambil beralibi, "Ah tidak, tiba tiba saja aku kepikiran kucingku."

"Kau punya kucing?"

Aku sendiri bahkan takut dengan kucing, kenapa aku bilang begitu. "Ah maksudku, kucing nenekku. Dia sedang aktif akhir akhir ini, jadi aku takut dia membuat lelah nenekku."

"Nenekmu penggemar kucing? Kalau kakakku malah gak suka. Katanya geli aja sama bulunya." Cio tidak suka kucing? Untunglah..

"Nanti aku mau lihat kucing nenekmu itu. Eh aku belum pernah kerumahmu deh. Eh aku bahkan belum tahu rumahmu dimana."

"Kau kan sudah tahu tempatku. Aku sendirian tinggal dirumah yang berbeda."

"Ah iya aku lupa." Lucas langsung mengerti apa maksud perkataanku.

Aku mengangguk saja akhirnya. Kak Cio memperhatikanku dari tadi. Dia kelihatan curiga padaku, tapi memangnya aku menyembunyikan apa? Aku tidak menyembunyikan apa apa darinya..

*

"Kau suka dengan Cio kan, Mark?" Aku terbatuk karna dengan tiba tiba kak Johnny menanyakanku hal seperti itu.

"Tidak, aku tidak menyukainya."

"Kalau tidak menyukainya, lantas kemarin kemarin kau terus perhatikan dia itu apa Mark? Kau pikir aku tidak tahu? Aku sangat mudah membaca pikiran orang hanya dengan gerak geriknya."

"Kau hanya menebak nebak kak, jangan merasa seolah itu kebenaran bagimu. Lalu, kau bisa melihat bagaimana perasaan kak Cio padamu? Apa dia menyukaimu juga?"

"Akan, dia akan menyukaiku nanti. Siap siap saja untuk kehilangan dia. Karna nanti, dia akan menjadi milikku."

"Belum apa apa kau sudah percaya diri seperti ini. Haha, biasanya jika seseorang sudah terlalu percaya diri, dia yang suka kalah nantinya. Siap siap saja dengan hatimu."

"Kau juga sama saja, belum apa apa kau sudah berani menasihatiku."

"Aku tidak percaya diri awalnya, tapi karna kau begitu percaya diri saat ini, aku rasa tidak ada salahnya meniru kepercayaan dirimu sedikit."

"Sekarang kau banyak bicara juga ya, aku kira kau akan diam saja, ternyata aku salah. Kau sudah besar rupanya."

"Haha, bukan aku yang sudah besar, hanya saja, mungkin kau yang masih kecil."

"Kau tahu? Aku ingin marah sekali sekarang. Tapi ku tahan karna aku masih harus bersikap baik padamu dihadapan Lucas."

Aku menatap matanya tajam, kenapa masih ada yang bermuka dua seperti dia dimuka bumi ini.

"Hai!!!!!!!! Kalian bicara apa sih, masa aku datang kalian jadi diam." Lucas datang. Kami bersikap biasa saja, layaknya tidak terjadi apa apa barusan.

"Tidak tidak, kami hanya sedikit canggung karna tidak ada kau. Makanya kami hanya sedikit bicara kemudian diam. Iya kan Mark?" Haduh yang namanya Johnny ini benar benar ya.

"Ah iya."

"Oh begitu. Sekarang jadi kan kita main game dirumahku."

"Aku tidak ikut dulu, aku sedang ada urusan."

"Tadi kau bilang ayok saja, kenapa jadi berubah begini?"

"Maaf, tapi ini benar benar penting untukku."

"Ya sudah aku tidak akan memaksamu kalau begitu. Tapi kalau kau mau main kerumahku, datang saja, aku tidak kemana mana kok."

"Iya iya."

Kemudian aku pergi dari sana. Aku hanya, jadi malas saja kalau Johnny ikut serta disana. Makanya aku memilih menghindar.

"Yah hanya kita berdua kak."

"Tidak apa apa. Ayok!"

"Ya sudah ayok!"

"Ngomong ngomong sekarang kakakmu ada dirumah?"

"Tidak ada, eh tidak tahu deh."

"Ohh begitu."

moccacino, mark lee (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang