Still flashback
Rumah sakit yang ramai terasa begitu sunyi untuk Milla yang sedang duduk sendirian dikursi tunggu. Dia hanya fokus memandangi kakinya yang terkadang dia goyang goyangkan pelan.
Mark lalu duduk disampingnya. "Kenapa?"
Milla hanya mengukir senyum kearah Mark. Entah apa maksud dari senyumannya itu, yang jelas Mark merasa sangat sedih saat melihatnya.
"Boleh aku mengusap rambutmu? Aku takut ini kali terakhirku bisa seperti ini bersamamu."
"Jangan bicara sembarangan! Aku tidak suka. Dokter bilang kau akan baik baik saja, besok kau sudah boleh pulang."
"Aku ingin istirahat sebentar."
Belum jauh Milla berjalan, dia lari sebentar kearah Mark. Kemudian memeluk adiknya itu dengan erat. "Kau berhak menentukan jalan hidupmu sendiri. Cukup ikuti kata hatimu. Jangan mengecewakanku lagi. Aku menyayangimu."
flashback off
*
"Kau datang juga?" Tanya Lucas pada Mark yang kebetulan bertemu di acara kelulusan angkatannya Cio. Mark yang kaget langsung menyembunyikan bunga yang ada ditangannya kebelakang.
"Ah?i-iya. Aku hanya ingin melihat lihat."
"Kukira untuk bertemu kakakku."
Mark menggigit bibir bagian bawahnya ragu, dia benar benar gugup saat ini. "Apa dia akan menerimaku? Um maksudku menerima kehadiranku. Aku takut dia mungkin akan merasa risih bertemu denganku."
"Mana mungkin. Biasanya kau slalu datang padanya tanpa dia minta. Kenapa jadi begini? Apa karna perkataanku waktu itu membuatmu ingin mundur perlahan? Lupakan saja, aku tidak benar benar mengatakannya."
Dia hanya fokus melihat Cio dari kejauhan. Bunga yang digenggamnya kini perlahan layu bersamaan dengan hatinya. Lucas ikut melihat apa yang Mark lihat. "Kau seharusnya bisa lebih cepat dari dia." Bisiknya benar benar membuat Mark diam seperti patung.
Johnny terlihat memberikan Cio bunga yang lebih besar darinya. Dan yang membuatnya lebih sakit adalah karna Cio dengan cepat langsung menerimanya.
Mark menarik nafasnya berat. Baginya, ruangan ini benar benar terasa sangat pengap sekarang.
"Markkk!!!" Dari kejauhan Yena langsung lari dan langsung tubuh memeluknya erat, seakan dia tidak takut pada apa yang akan terjadi setelahnya. Mark bisa saja marah dan benar benar enggan bertemu lagi dengannya, tapi Yena terlalu nekat. "Aku senang. Kau menunggu disini?"
Lucas sangat ingin tertawa sekarang juga ketika melihat tingkah keduanya yang saling acuh tak acuh itu. Dia tahu Cio juga sedang memperhatikannya disana, memperhatikan Mark lebih tepatnya. Tapi mereka terlalu menjaga ego masing masing.
Mark tidak menolak pelukan itu, dia juga tidak menjawab apapun yang Yena katakan. "Kau juga membawa bunga? Untukku? Please untukku yah? Aku benar benar ingin bunga itu."
Tidak ada yang bisa dia lakukan selain menyerah. Mark melepaskan bunga itu untuk Yena. "Terserah ku saja." Mark memberikan bunganya pada Yena, tapi dia langsung pergi setelahnya. Yena terdiam, begitu pun Lucas.
"Yang sabar." Ucap Lucas juga menyusul kepergiannya Mark dari sana. Terlihat jelas raut wajah Yena yang begitu kecewa, "Yang penting aku dapat bunga dari Mark." Jawabnya pelan, mencium aroma bunga yang diberikan Mark itu dalam dalam.
*
"Kau tidak bisa mendapatkan keduanya. Harus ada yang kau pilih dan kau relakan kepergiannya. Tidak adil jika kau menginginkan keduanya untuk hidup berdampingan denganmu sebagai seorang pasangan hidup." Ucap Lucas sambil terus berjalan dibelakang Cip.
"Omong kosong apalagi."
"Aku tahu kau sedang bingung. Kau tidak bisa memilih mana yang harus kau pilih. Johnny benar benar hebat perihal mengambil hatimu. Sedangkan Mark, dia hanya seorang pecundang yang tak punya nyali, berani mengambil hatimu, tapi tidak berani mengambil keputusan denganmu."
Cio kemudian berhenti, memalingkan wajahnya pada Lucas. "Ya aku harus bagaimana Lucas? Aku juga ingin dicintai orang yang juga aku cintai. Tapi terkadang kenyataannya slalu menyusahkan. Aku sedang mencoba menerima Johnny dihidupku. Bukan sebagai teman lagi, tapi sebagai seorang pria. Sudahlah jangan bahas itu dulu. Aku mau ke toilet sebentar."
Cio bergegas untuk pergi ke toilet. Bukan karna ada keperluan, dia hanya ingin menghindar dari perkataan adiknya.
Tapi dipertengahan jalan, dia bertemu dengan Yena. Entah harus apa yang ada dipikiran Cio, pura pura tidak melihatnya atau menyapanya duluan. Ini terlalu canggung baginya.
Cio melewatinya begitu saja, tapi Yena kemudian memanggilnya. "Ah iya, Cio?"
"Ya?"
"Selamat."
"Selamat untuk?"
"Hubunganmu dan Johnny. Sekali lagi aku ucapkan selamat."
Cio benar benar muak mendengarnya.😒
"Kau tidak perlu lagi mengganggu Mark sekarang. Dia juga sudah menjadi milikku. Dan kau tidak berhak atas apa apa lagi." Lanjut Yena.
Cio semakin menunjukkan ketidaksukaannya dengan Yena. "Ikat saja sekalian Markmu itu biar tidak lepas. Atau kalau perlu kunci dia dikamarmu biar tidak pergi kemana mana."
Entah bagian kata yang mana yang dianggap salah oleh Yena. dia sampai sekesal itu dengan perkataan Cio barusan. PLAKKK! Yena sampai menampar Cio dengan keras tanpa memperdulikan sekitarnya.
Cio kaget, sangat kaget. Matanya memerah, pun pipinya juga berubah merah dikulitnya yang putih. Dia memegangi pipinya itu dengan sebelah tangannya sambil terus menatap Yena dengan rasa kesal. "Aku tidak pernah sebenci ini pada orang sebelumnya. Dan kau orang pertama yang paling aku benci saat ini. Kau juga orang pertama yang sangat aku sesali karna pernah dikenal!!!" Cio sempat ingin membalasnya dengan tamparan juga, tangannya sudah siap berada diudara, tapi tiba tiba semuanya terhenti. Mark meraih tangan Cio, mencegahnya agar tidak melakukan hal serupa.
Cio melepaskannya dengan kasar. Tanpa ucapan apapun, dengan tanpa pamit juga dia langsung pergi begitu saja dengan hati yang serasa ingin menangis.
"Kau sudah keterlaluan." Ucap Mark.
"Mark aku bisa jelaskan. Markk!!!" Mark tidak mau mendengarkan penjelasan Yena sama sekali. Dia memilih pergi menyusul Cio daripada berhenti meski Yena terus memanggilnya.
Mark hendak menemui Cio untuk memastikan keadaannya. Dia pergi sebentar untuk membeli ice moccacino kesukaannya Cio, juga mungkin dia akan mempergunakannya untuk mendinginkan pipi Cio yang merah.
Tapi saat kembali, Mark tertinggal jauh lagi. Johnny tiba tiba sudah disana dengan Cio, mereka terlihat serasi tapi Mark tidak rela.
Dia memilih untuk mundur dulu saat ini, meyakinkan perasaannya pada Cio, meski sekarang rasanya sudah sangat terbakar cemburu. Mark melempar minuman yang barusan dia bawa ke tong sampah dengan sembarang.
Dari jauh Yena hanya tersenyum kecut melihatnya. "Kau terlalu naif, Mark..."
KAMU SEDANG MEMBACA
moccacino, mark lee (selesai)
Fanfictionkenapa harus moccacino? rasanya seperti aku harus menuang lagi gula agar rasanya sepadan. tetap saja, meskipun pahitnya menghilang, aku slalu mengharapkan dia jangan sampai pergi..