sembilanbelas

309 59 3
                                    


Pagi ini Cio pergi sendirian ke kampus karna Lucas harus menjemput ayah dan ibunya dibandara, sedangkan Cio benar benar tidak bisa telat untuk kelas hari ini.

Tak berselang lama, setelah berjalan cukup jauh dari rumahnya menuju jalanan, bus langsung berhenti dihadapannya. Dia langsung naik, tapi bingung harus duduk dimana karna bus sangat sesak hari ini.

Cio akhirnya hanya berdiri. Mengelap wajahnya yang berkeringat dengan tangan. "Kau duduk saja dikursiku." Seseorang menawarkannya untuk duduk.

Awalnya Cio pikir itu hanya orang iseng yang mencoba menggodanya. "Mark!" Ternyata memang benar, hanya saja ini orang yang sudah dia kenal.

"Cepat duduk."

Cio menggigit bibir bagian bawahnya, sedikit ragu, tapi Mark memaksanya untuk duduk. "Ah!" Cio akhirnya duduk dengan Mark yang memaksanya.

Mark berdiri disampingnya dengan senyum yang sedikit berbeda dari biasanya. Cio meliriknya sesekali, saat Mark menangkap basah Cio yang meliriknya, gadis itu langsung memalingkan wajahnya.

Mark hanya terkekeh melihatnya. "Kalau mau melihatku, tidak usah curi curi pandang seperti itu. Kau bilang tinggal bilang saja, Mark aku ingin melihatimu boleh tidak? Iya boleh kok."

Cio menatapnya sebal, ibu ibu yang duduk disebelahnya pun ikut terkekeh. "Ibu kenapa ikut ikutan ketawa juga sih!"

Ibu ibu itu tidak menjawab dan hanya terkekeh saja. Cio mengkrucutkan bibirnya. "Aku mau behenti disini!" Cio berdiri, tapi tiba tiba saja supir bus mengerem mendadak yang mengakibatkan Cio hampir terjengkang.

Namun Mark berhasil meraih tubuh gadis itu dalam dekapannya. Cio memejamkan matanya, wajahnya kini tepat berada didada Mark yang hangat. Astaga aku kira hal ini hanya terjadi didrama yang sering aku tonton, tapi sekarang aku malah merasakannya, dengan bocah ini -__-. Gumam Cio dalam hati.

Dia yang sadar langsung menggeliat untuk melepaskan tangan Mark yang melingkar di tubuhnya. Tapi Mark malah menahannya. "Tetap seperti ini, sampai bus berhenti ditempat tujuan kita, aku harap masih seperti ini saja."

Mata Cio membelalak sempurna. Anehnya lagi dia tidak bisa menolak ucapan Mark yang sedikit parau itu.

Meski orang orang memandangi mereka dengan beberapa bisikan, tapi mereka menjadi tidak peduli, seolah didalam bus ini hanya mereka berdua saja yang naik.

"Mark, badanmu panas? Kau sakit?"

*


"Kenapa jalanmu cepat sekali sih kak." Keluh Mark pada Cio yang slalu mendahuluinya.

"Aku sedang buru buru."

"Kau buru buru atau memang tidak mau beriringan denganku?"

Cio berhenti lalu mendengus, menatap Mark tanpa sepatah kata pun.

"Markkk!" Seseorang memanggilnya dari kejauhan.

"Laura."

"Kau sudah baikan sekarang?"

"Ya lumayan."

"Kau memangnya kenapa?" Tanya Cio. Dia sudah berkali kali bertanya didalam bus tapi tidak mendapat jawaban atas kondisi Mark sekarang.

"Aku tidak apa apa." Dia slalu bilang begitu.

"Kau mau ke kelas? Ayok aku antar." Ujar Laura.

Cio memandangi Laura dengan tatapan tidak suka, baginya anak ini terlalu centil. Centil banget sih, kenapa juga Mark bisa berteman dengannya, astaga.

Wajah Cio sudah masam, tapi dia masih tidak beranjak dari sana.

"Tidak, aku ingin mengantar kakakku masuk kelas dulu." Kata Mark.

"Kakakmu?" Tanya Laura.

"Iya, ini kakakku." Jawab Mark sembari merangkul Cio. Cio memelototinya tidak terima. Tapi rangkulan Mark terlalu kuat sampai akhirnya Cio menyerah saja.

"Ya sudah, aku pergi duluan ya." Laura memilih pergi dengan arah yang berbeda.

"Iya, dahh." Ucap Mark melambaikan tangannya pada Laura.

Cio melepaskan tangan Mark yang merangkul tubuhnya itu. "Aku bukan kakakmu!"

"Memang, kau kan jodohku."

"Kata siapa! Jangan mengada ngada."

"Kataku barusan."

"Tadi aku bertanya kau kenapa?Kau tidak menjawab ku!"

"Kapan?"

"Tadi, barusan!"

"Kenapa memangnya? Kau khawatir?"

"Astaga aku menyesal bertanya."

"Hehehe, kemarin aku diantar dia pulang karna tiba tiba saja badanku tidak enak dan kepalaku juga pusing. Sebenarnya dia memaksaku, menggandeng tanganku, menyeretku kemobilnya, jadi aku pasrah saja. Makanya tadi aku naik bus. Tapi ada hikmahnya juga sih."

Jadi foto yang kemarin itu? Ternyata Mark memang tidak seburuk itu. Lalu siapa yang sengaja mengirim foto itu pada Lucas? Batinnya. "Hikmahnya apa maksudmu!?"

"Tidak." Kekeh Mark menggoda Cio.

"Ihhh Markkk!" Cio memukuli Mark, tapi lelaki itu malah dengan sengaja mempermainkan nya.

Mark berlari kecil karna lari Cio yang tidak bisa cepat, intinya Mark hanya ingin bermain dengan Cio. Karna kesal Cio langsung melempar sepatunya yang sebelah kanan. Bukannya mengenai Mark, Mark malah berhasil menangkapnya.

Cio jadi kalang kabut karna sepatunya dibawa kabur Mark. "Kembalikan sepatuku!!!" Cio menyusul Mark dengan kaki sebelah yang dia angkat karna takut mengotori kaos kakinya yang putih.

Dia menyerah dan duduk disana. Karna Mark merasa tidak tega, akhrinya dia kembali lagi dengan sepatu Cio yang ada ditangannya.

Mark menghampiri gadis itu kemudian memasangkan kembali sepatunya di kaki Cio. "Lain kali kalau mau bermain denganku, kau harus siapkan fisikmu dulu agar tidak mudah lelah, apalagi kalau harus mengejar ku."

Cio memukul Mark yang duduk dengan posisi jongkok dihadapannya sampai terdorong kebalakang, mengakibatkan Mark jadi terduduk sepertinya. "Awww kasar."

"Kalau kau berani, ayok tanding judo denganku!"

"Tidak, aku tidak mau melawanmu."

"Kenapa? Kau tidak berani melawanku?"

"Iya, aku lebih memilih mengalah saja."

"Pokoknya besok kau harus persiapkan mentalmu, biar aku yang urus tempatnya dimana. Kalau aku menang, kau harus menuruti apa permintaanku."

"Lalu kalau aku yang menang?"

"Hm, kau boleh minta apa saja padaku."

"Apa saja?"

"Asal tidak yang aneh aneh!"

"Setuju."

moccacino, mark lee (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang