duapuluhsatu

326 53 0
                                    

"Mark, kau tidak apa apa? Maksudku apa kau baik baik saja sekarang? Terlepas dari tanganmu, apa masih ada bagian yang mungkin terasa sakit?" Cio bertubi tubi memberikan Mark pertanyaan setelah dipersilahkan duduk didalam kamarnya.

"Hm."

Cio memukulnya, "Ahhh." Mark mengerang kesakitan.

"Mmaaaaff."

"Kau ini apa apan sih Cio, Mark kan sedang sakit." Gerutu Lucas, dia terlihat sedikit khawatir.

"Lagian dia sedang sakit tapi masih menyebalkan."

Mark hanya terkekeh.

"Bukannya kau mau minta maaf kan dik?" Cio berbalik bertanya pada Lucas.

"Dik dik dik, jangan keras keras, aku kan malu, kau duluan yang bicara padanya, tolonglahhh."

"Jadi Mark, sebenarnya ada yang mau minta maaf padamu. Hanya saja dia terlalu malu untuk memulainya duluan, sebagai pria yang jantan, coba kau yang bicara duluan pada seseorang disampingku ini."

"Kak!!!" Desis Lucas.

Mark lagi lagi hanya terkekeh. "Maaf untuk apa?"

Lucas menarik nafasnya. "Maaf untuk yang kemarin kemarin, aku memusuhimu karna alasan yang tidak jelas, terlebih pernah memukulimu juga dengan seenaknya. Bukannya membalas perlakuan semena menaku, sekarang kau malah menolongku. Sebagai seorang teman aku merasa buruk."

"Tidak apa, lagian sudah seharusnya aku menolong temanku. Masalah yang kemarin aku sudah melupakannya, kau tidak usah khawatir."

"Terima kasih Mark, kau memang temanku yang paling baik." Lucas memeluk Mark gemas, meski Mark sedikit meringis namun ia tahan karna merasa senang juga Lucas sudah tidak marah padanya lagi.

"Lucas! Pelukanmu terlalu erat, kasihan Mark tangannya kesakitan." Cio mencoba mengingatkan.

"Ah maaf." Ujar Lucas

"Tidak apa, kau tidak akan memelukku juga seperti Lucas?"

"Tidak."

"Kenapa?"

"Ekhem, aku masih hinggap disini lho." Kata Lucas karna dia dikacangi sekarang.

Mark hanya terkekeh.

"Bagaimana pun, kalau kakakku bahagianya denganmu, aku bisa apa."

"Lucasss! Kau ini bicara apa!" Cio berdesis tapi masih bisa didengar Mark.

"Benar kan? Kalau kau memang menyukai kakakku, jangan pernah mempermainkan dia, sekali kau membuatnya menangis, lihat saja aku tidak akan tinggal diam."

"Dia sudah aku anggap sebagai kakakku, mana mungkin aku menginginkan lebih."

"Terserah kalian saja, aku sudah pusing, seharusnya aku punya pacar juga, biar tidak usah mengurusi kehidupan kalian lagi."

"Ya kau pacaran saja sana."

"Belum ada yang pas."

Tidak sadar, Cio hanya diam daritadi. Yang bicara hanya Mark dan Lucas yang sudah seperti teman lama baru bertemu itu. Tapi dia senang karna akhirnya tidak ada lagi perselisihan diantara keduanya. Dia juga senang melihat Mark tertawa lepas seperti ini. Tapi yang membuatnya sedikit kepikiran adalah kenapa pas Cio akan masuk kedalam, dia melihat sepasang sepatu yang terlalu feminim kalau memang itu punyanya Mark. Lalu punya siapa?

Dia hanya memendamnya. Dan tak menyinggung akan hal itu.

*

Cio dan Lucas akhirnya sampai rumah dengan selamat. Ayah sudah menunggunya cukup lama di dalam.

moccacino, mark lee (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang