tigapuluhsatu

272 37 0
                                    

"Jangan pura pura lagi, aku tahu kau sudah sadar sepenuhnya. Bangun atau aku pergi dari sini sekarang juga." Ucap Mark pada Yena yang masih berbaring ditempat tidurnya. Tidak ada jawaban disana. "Oh jadi kau benar benar ingin aku pergi. Baiklah aku pergi, jangan mencariku lagi."

"Eeehh eehh Markkk tungguuuu." Yena langsung bangun saat itu juga. "Jangan meninggalkanku."

Mark menarik napasnya pasrah. Dalam hati dia sangat kesal dengan prilaku Yena yang kekanak kanakan ini, tapi disatu sisi dia juga merasa kasihan. Baginya, melihat Yena itu seperti melihat dirinya sendiri, terlihat baik baik saja, tapi sangat kesepian dan menyedihkan. "Sampai kapan kau mau seperti ini?" Tanyanya.

Yena terlihat bingung dan sesekali melihat ke langit langit. "Sampai kau menerima perasaanku."

"Kau ini sudah aku anggap sebagai kakakku. Sampai kapan pun aku tidak akan pernah bisa membalasnya. Kau masih belum merasa bersalah pada Milla?"

Yena diam sejenak, merenungi kesalahan atas dirinya sendiri, dia merasa memang sudah salah dari awal. Dia tidak jahat, hanya saja kurangnya perhatian dari sosok yang dia kasihi seperti orang tuanya, membuat dia slalu memaksa apa yang ingin dia buat bahagia dengan harus dapatkan apa yang dia mau bagaimana pun caranya.

"Milla pernah bilang begini padaku. 'Mark, tolong sayangi Yena seperti kau menyayangiku. Jaga dia seperti kau menjagaku. Tapi jangan sampai kau mencintai dia karna dirimu sendiri, maka kau akan kehilangannya sekaligus kehilanganku. Berjanji padaku untuk tidak menghancurkan kekeluargaan yang telah kubuat bersama kalian. Atau kalau sampai kau mengkhianatiku, slamanya aku tidak akan pernah berdamai dengan kata maaf."

Yena masih diam, memalingkan wajahnya yang seperti sudah siap untuk menangis. Matanya sudah merah dan berair, tapi dia masih menahannya agar tidak jatuh.

"Aku tidak mengada ngada. Tapi kau juga harusnya bisa mengerti. Dari Milla dibawa kerumah sakit waktu itu, dirawat, sampai dia meninggal. Kau bahkan tidak pernah menjenguknya sama sekali. Kemana kau waktu? Kemana kau saat Milla membutuhkanmu? Sebagai seorang teman harusnya kau merasa malu."

Yena sudah mulai menangis dalam diamnya. Tidak berani menatap wajah Mark langsung, dia benar benar memalingkan wajahnya cukup lama untuk menangis tersedu sedu.

Mark tidak bicara apa apa lagi. Sedikit tidak tega melihat Yena mulai menangis seperti ini. Tapi apa boleh buat. Semoga hal ini bisa menyadarkannya suatu saat nanti. Bahwa tidak ada yang lebih berharga dari seseorang yang menyayangimu dengan sukarela. Tapi kau mungkin akan kehilangan segalanya kalau memaksa dia untuk berbuat lebih.

Pikirkan lagi.

*

"Aku mau mencari pekerjaan." Ujar Cio tiba tiba pada adiknya yang sedang mengunyah. Mereka sedang makan berdua diruang tengah. Ayah dan ibu pamit sebentar kerumah temannya yang ada diluar kota. Mereka tidak ikut karna perjalanannya akan sangat memakan waktu. Terlebih Cio tidak bisa sesantai kemarin untuk sekarang ini.

Beberapa hari lagi dia harus sudah bersiap untuk sidang skripsi. "Jangan dulu berpikir kesana. Memangnya skripsimu sudah selesai?"

"Sudah, aku bahkan sudah menguasainya."

"Sombong sekali. Memangnya kau tidak akan melanjutkan s2 mu?"

"Aku akan melanjutkannya nanti, tapi untuk sekarang sepertinya mencari pengalaman bekerja dulu."

"Terserah kau saja. Memangnya kau mau kerja apa?"

"Tidak tahu. Sesuatu yang mungkin menyenangkan. Tapi masih tidak tahu pasti mau apa."

moccacino, mark lee (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang