"Kau sudah gila ya Lucas!"
"Aku gila karna kau kak."
"Lucas! Bisa tidak sekali saja kau tidak membuat kepalaku pusing. Aku tidak tahu lagi harus menghadapimu seperti apa. Kenapa kau berkelahi dengan Mark? Kenapa kau memukulinya Lucas! Kenapa?"
"Memang benar dugaanku, ternyata sekarang kau juga sama sama menaruh hati padanya."
"Siapa yang kau maksud?"
"Tidak, aku tidak bicara apa apa."
"Dengar ya, ini bukan soal aku yang marah marah tidak jelas padamu karna kau memukuli Mark. Tapi disini perbuatanmu salah Lucas, kalau kau ada masalah dengannya, bicarakan baik baik, jangan berkelahi seperti seorang jagoan. Kalau harus berkelahi, yang sportif, di ring tinju sekalian misalnya. Tidak diparkiran seperti tadi. Bikin malu saja."
"Kalau kau mau tahu, aku berkelahi itu karna kau kak, dengar! Karna kau!"
"Jangan bawa bawa aku Lucas! Kalau seperti ini terus aku akan membawamu pulang pada ayah dan ibu."
"Lihat saja, sepertinya yang akan pulang pada ayah ibu itu bukan aku. Tapi kau!" Lucas pergi dari hadapan Cio.
"Lucassss!!"
*
Author POV
.
.
.Sehabis Lucas bertengkar hebat dan beradu mulut dengan Cio, dia memilih untuk keluar sebentar dari rumah, mencari udara segar dengan bermain bersama teman temannya yang lain.
"Kau sudah lama tidak kumpul bareng kami lagi, kemana saja kau?" Tanya salah satu temannya Lucas, Jeno namanya.
"Iya, aku kira kau sudah lupa dengan kami." Sahut yang lain.
Lucas hanya tersenyum, "Sama saja, kalian pun kalau aku ajak jalan, selalu bilangnya tidak bisa, inilah itulah, alasan."
"Kau juga sama."
"Iya iya, intinya kita sama sama sibuk."
"Tidak, kita hanya tidak meluangkan waktu saja untuk bertemu."
"Aku rasa begitu."
"Ya lagian kenapa kau dan kau tidak kuliah ditempat yang sama denganku, jadi tidak akan sesusah ini." Ujar Lucas.
"Aku cukup tahu diri ya, otakku tidak akan kuat bertahan disana."
"Aku juga."
"Alah alasan saja."
"Terakhir kali kita ketemu itu pas kita jenguk kakakmu dirumah sakit, sekarang bagaimana kondisinya?"
"Dia sudah baikan, sudah bisa marah marah seperti dulu."
"Hahaha, dasar adik durhaka."
"Aku sedang tidak mau bahas kakakku."
"Oh kau sedang ada masalah dengannya?"
"Tidak, malas saja."
"Yasudah, kau mau pesan apa sekarang? Mau minum sesuatu?"
"Sesuatu apa? Aku pesan segelas soda penuh dengan es yang banyak." Jawab Lucas.
"Kau masih saja minum soda? Kau tidak ingin coba bir atau?"
"Tidak, aku masih tidak berani."
"Coba saja, tidak apa untuk pengalamanmu."
"Bolehkah?"
*
Ditempat lain, Cio sedang meringkuk dikamar. Bukan sedang menangis, tapi dia sedang tidak enak badan. Tiba tiba saja kepalanya pusing dan merasa sangat lemas.Bahkan seseorang masuk pun dia tidak tahu.
Ia baru sadar setelah orang itu memanggil manggil namanya. "Kak Ciooo, Kakk.."
Cio terpaksa berdiri dan melihat siapa yang memanggilnya.
"Mark, ada apa kau kemari?"
"Aku merasa ingin kemari, pintumu terbuka dan aku khawatir kau atau Lucas lupa menutupnya, makanya aku langsung masuk dan memanggilmu, maaf jika itu tidak sopan."
"Ahh ini pasti kelakuan Lucas. Dia mungkin pergi keluar tadi."
"Kau memarahinya kan?"
"Iya, karna, habisnya aku kesal dengannya. Sudahlah, dia memang berhak aku marahi, dia sudah keterlaluan."
"Tidak apa. Lihat aku sudah baik baik saja sekarang."
"Kau masih memar Mark." Cio mengerlingkan matanya.
"Besok juga hilang. Kau terlihat pucat atau memang perasaanku saja."
"Perasaanmu saja."
Mark mendekati Cio dan memegang dahinya. "Kau panas kak, kau sakit?"
"Tidak, aku baik."
"Jangan bohong."
"Iya iya, aku hanya tidak enak badan sedikit, nanti juga sembuh, tidak usah berlebihan."
Mark berdecak. Dia menggiring Cio menuju kamarnya.
"Ehhh kau mau bawa aku kemana? Jangan macam macam yaa!!"
"Apa sih kak, jangan mikir yang aneh aneh deh." Kekeh Mark.
"Kau tidur! Biar aku siapkan air hangat dan handuk."
"Untuk apa?"
"Untuk aku makan kak."
"Ihhh Markkk."
"Ya untuk mengompresmu."
"Tidak usah, aku bisa sendiri."
"Jangan bandel. Sudah tiduran sana. Aku juga tidak akan berbuat yang macam macam saat kau tidur."
Cio terlihat sebal, tapi tidak berhenti memandangi Mark yang keluar dari pintu kamarnya.
*
Yena tidak sengaja melihat Lucas yang sedang berjalan sendirian ditrotoar. Kemudian dia memutar balik mobilnya, dan berhenti tepat disebelah Lucas."Lucasss!"
Lucas belum sadar sepenuhnya, dia masih sedikit pusing dan linglung.
"Kau sedang apa?" Yena menurunkan kaca mobilnya.
Lucas menyipitkan matanya untuk melihat Yena yang masih berada didalam mobil. Dia menghampirinya sambil bersandar dikaca mobil Yena yang sudah diturankan itu. "Ahh kak Yenaa kau cantik sekali malam ini. Namaku Lucas, eh kau sudah tahu ya, maaf aku lupa. Kau sedang apa disini?"
Merasa ada yang tidak beres dengan Lucas, Yena sudah mencium gelagat tidak benar disini. "Kau mabuk?"
"Tidakkk, aku hanya minum soda masa mabuk. Kau khawatir yaa padakuu hihihi."
"Lucas! Jangan berbohong, atau aku adukan semuanya pada kakakmu." Lucas tiba tiba menjadi diam, membuka pintu mobil Yena dan memeluknya secara spontan. "Jangan bilang kakakku."
Mata Yena membulat sempurna. "Aku tidak akan bilang, tapi lepaskan dulu pelukanmu!"
"Tidak mauuu."
"Kau ini!!" Yena melepaskannya dengan paksa.
"Ahhh, aku hanya merasa nyaman memelukmu." Lucas merengek.
"Cepat pulang, aku antarkan kau sampai rumah."
"Tidak, aku tidak mau pulang."
"Lucassss!"
"Tidakkkk! Aku tidak mau pulanggg."
"Kau bawa mobil?"
"Tidak."
"Serius?"
"Iya serius. Aku tidak punya mobil. Itu milik orang tuaku. Dia sedang tidur dibagasi." Dia yang dimaksud Lucas adalah mobil yang selalu dia bawa kalau sedang dibutuhkan.
Yena menghela nafasnya pasrah. Mengunci pintu mobil sambil menancapkan gas dengan segera. "Aku akan membawamu pulang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
moccacino, mark lee (selesai)
Fanfictionkenapa harus moccacino? rasanya seperti aku harus menuang lagi gula agar rasanya sepadan. tetap saja, meskipun pahitnya menghilang, aku slalu mengharapkan dia jangan sampai pergi..