Cio hendak menemui Johnny di dekat kelasnya. Dia sudah menemukannya, tapi tidak langsung menghampirinya, menguping pembicaraan Johnny ditelpon. Samar samar terdengar. "Cio memintaku membatalkannya, tapi aku akan berusaha membuatnya mencintaiku. Aku masih belum menyerah. Ayah harus terus meyakinkan ayahnya Cio agar mempercepat pertunangan ini. Aku tidak rela melihat Cio dengan orang lain."
"C-ccioo?" Johnny menutup telponnya sepihak. Dia terkejut karna Cio tiba tiba saja sudah ada dihadapannya sekarang. "Ayahku sudah setuju untuk mengundurkan pertunangan." Lanjutnya cepat untuk meyakinkan Cio.
"Mengundurkan?" Wajah Cio berubah sangat ketus.
"Karna membatalkan itu sangat sulit Cio. Aku sudah memohon mati matian, tapi mereka tidak mau mendengarkanku."
"Aku sudah tahu Johnny, jangan berdalih lagi. Jangan pura pura tidak tahu apa apa. Aku tahu memang ini semua keinginanmu. Kau memang sudah merencanakan semuanya dari awal, iya kan?!"
"Keinginanku bagaimana? Aku benar benar tidak tahu apa apa."
"Johnny..."
Johnny menarik nafasnya sebelum dia mengatakan sesuatu. Berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk semakin dibenci Cio. "Aku hanya ingin bersamamu. Aku tidak rela kalau kau sampai jatuh pada pria lain. Aku tidak bisa membayangkan kalau kau benar benar akan menyukai orang lain, bukan aku. Aku sudah mencintaimu sejak lama, dari lama pula aku memendam semua perasaan sukaku itu padamu.
Iya benar, aku yang meminta ayahku untuk bicara dengan ayahmu soal pertunangan ini. Tapi saat mengetahui ketidak senanganmu dengan berita itu, rasanya semua kesenanganku itu seketika runtuh. Iya aku pura pura tidak tahu semuanya padamu, iya aku salah, iya aku tidak jujur, tapi kalau begini caranya, tolong beri aku kesempatan untuk membuatmu mencintaiku.
Cio, sampai acara wisuda nanti, kau harus memberiku jawaban sebelum acara pertunangan, aku tidak ingin hanya aku yang menyimpan perasaan sedangkan kau tidak."
*
"Kenapa dia bisa begini?" Tanya Mark pada asisten rumah tangga Yena. Dia sekarang sedang dirawat dirumah sakit. Semalam dia benar benar melakukan percobaan bunuh dirinya dengan langsung meneguk beberapa butir obat.
"Dia seperti keracunan. Semalam sepulang bibi dari swalayan, bibi sudah menemukan non Yena tergeletak dikamarnya dengan mulut yang penuh busa."
"Semalam bibi benar benar dari swalayan?"
"Iya, memangnya kenapa?"
Mark ingat betul Yena bilang kalau bibi tidak ada dirumah karna pulang kampung. Dia tidak menyangka kalau Yena masih seperti ini. Apalagi Yena sampai melakukan omong kosongnya yang bilang dia akan membunuh dirinya sendiri. Mark semakin jengah situasi ini. "Tidak, tidak apa apa. Sekarang bagimana kondisinya?"
"Dia masih belum sadarkan diri, tapi kata dokter dia akan baik baik saja."
"Bibi sudah menghubungi orang tuanya?"
"Sudah, tapi mereka sedang diluar negri jadi kalau pun datang kesini memerlukan waktu yang tidak sebentar."
Mark hanya mengangguk. Sesekali melirik ruangan Yena sekilas. Tapi pikiran dan hatinya masih terasa janggal. Kenapa Jelly ikut ikutan disini juga? Ada hubungan apa sebenernya diantara mereka? "Bi aku kesana dulu ya." Izin Mark lalu menghampiri Jelly yang sedang duduk sendirian diruang tunggu.
"Aku rasa aku tidak pernah mengenalmu sebelumnya dikehidupan Yena. Aku hanya mengenalmu karna kau teman sekelasku. Kau saudaranya? Atau teman dekatnya?"
"Mark?"
"Hm."
Jelly mengusap usap tangannya karna bingung harus menjawab apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
moccacino, mark lee (selesai)
Fanfictionkenapa harus moccacino? rasanya seperti aku harus menuang lagi gula agar rasanya sepadan. tetap saja, meskipun pahitnya menghilang, aku slalu mengharapkan dia jangan sampai pergi..