Mark tidak bisa tidur sekarang. Setiap hari memang tidak bisa tidur dengan mudah, tapi kali ini benar benar terasa sulit. Pikirannya terus bekerja tanpa henti, apalagi tanpa sadar dia semakin terus memikirkan perasaannya pada Cio.
"Aku tidak bisa begini terus." Mark mengacak rambutnya frustasi. "Aku harus menemuinya sekarang juga." Lanjutnya sambil melirik jam ditangan. "Tapi sudah terlalu malam. Mungkin bertemu Lucas bisa aku jadikan alasan."
Dia benar benar pergi dari sana. Berusaha menghubungi Lucas, berharap dia mengangkat panggilannya.
"Hallo. Ada apa Mark?"
"Kau belum tidur?"
"Belum, apasih nanyanya begitu, bikin merinding."
"Aku serius, dirumah ada siapa? Aku mau kesana."
"Sekarang juga? Mau apa? Ada orang tuaku. Kau mau menginap?"
Mark bukan takut pada orang tuanya Lucas, tapi tiba tiba nyalinya jadi menciut kalau harus berhadapan dengan mereka. Tapi kali ini dia harus berubah, harus sedikit lebih maju.
"Mm Mark? Kalau kau kesini sekarang mungkin akan membuat orang tuaku terbangun. Mereka sudah tidur pasalnya, aku takut kau malah dianggap tidak baik."
"Iya, tidak jadi, aku akan kesana lain kali saja."
Mark mematikan panggilan telepon nya sepihak, kemudian memilih berjalan jalan diluar sebentar. Tidak ada yang spesial ditengah perjalanannya. Yang ada disepinya itu hanyalah soal Cio, dan ingatan perihal kakaknya yang sudah tidak ada.
Flashback, again..
Mark Pov
.
.Aku ingat betul apa yang Milla katakan terkahir kali padaku, sambil mengusap rambutku hangat, dia terlihat sangat menyayangiku dengan tulus, memelukku dengan eratnya seperti tidak ada lagi kesempatan untuk melakukannya suatu hari nanti.
Hal yang membuatku nyaman sekaligus gelisah secara bersamaan. Aku tidak bisa berpikir jernih saat itu. Pikiranku melayang sangat jauh, tentang kondisi Milla yang saat itu rasanya sangat berbeda.
Lalu aku memutuskan untuk tidak menggunakan otakku sebagai landasan ketegaranku, aku mencoba meyakinkan hatiku kalau Milla akan baik baik saja. Dia wanita terkuat yang pernah aku temui didunia ini.
Saat sahabat terdekatnya selalu bersikap buruk ditengah ketidak baikannya, dia slalu saja berprasangka baik, dia selalu bilang tidak apa apa, manusia itu tempatnya salah. Dia akan slalu memaafkan kesalahannya tanpa pamrih. Kemudian bersikap seolah tidak pernah terjadi apa apa.
Saat kedua orangtua kami terkadang benar benar sudah keterlaluan, Milla lah yang berdiri paling depan untuk membelaku, dia tameng dalam hidupku, perempuan yang slalu rela terluka demi menyelamatkanku. Walaupun harus berdarah darah, dia tidak pernah menyerah demi kebahagiaanku.
Milla, kakakku yang sangat berharga.
Aku mulai panik saat Milla dan detak jantungnya mulai tidak meresponku sama sekali.
Dokter, suster semuanya dikerahkan untuk menangani kondisi Milla yang mulai memburuk.
Padahal kau terlihat baik baik saja tadi, semoga ini hanya bercandaanmu yang tidak lucu kak, aku ingin kau bangun lalu memarahiku karna sudah menjadi adik yang tidak berguna, adik yang tidak bisa kau andalkan, kakk... Kumohon.. jangan begini.. jangan meninggalkanku sendirian disini..
Kak..
Setelah itu aku menjadi sangat banyak diam. Tidak pernah merespon orang orang disekitarku. Kondisiku saat itu benar benar menyedihkan. Menangis pun sudah tidak bisa. Rasanya air mata sudah tidak ada gunanya lagi, terlalu sakit jika dikeluarkan dengan paksa, kering dan tandus.
KAMU SEDANG MEMBACA
moccacino, mark lee (selesai)
Fanfictionkenapa harus moccacino? rasanya seperti aku harus menuang lagi gula agar rasanya sepadan. tetap saja, meskipun pahitnya menghilang, aku slalu mengharapkan dia jangan sampai pergi..