duapuluhdua

320 50 0
                                    

Cio Pov
.
.

Mark terlihat berbeda sekarang. Bukan karna gayanya. Dia masih terlihat sama dari pertama kali aku bertemu dengannya.

Hanya saja kali ini dia benar benar terlihat murung.

Dia kemudian melihatku dengan senyum yang sedikit dipaksakan. Aku jadi tidak enak hati. Apa karna kejadian semalam aku dan Lucas kerumahnya? Atau gara gara aku? Perkataanku mungkin? Kesalahan berbicara? Atau perbuatanku? Atau atau apa?

Harusnya aku yang kesal karna #Dia sudah aku anggap sebagai kakakku, mana mungkin aku menginginkan lebih.#

Astaga kenapa juga aku malah memikirkannya. Aku memejamkan mataku sejenak untuk membersihakn pikiran pikiran kotor itu dari otakku.

Sampai tak sadar ada yang duduk di sebelah ku. "Ekhem."

"Mark!"

Dia malah terkekeh saat jantungku seakan mau copot gara gara kaget. "Kau malah menertawakan ku!"

"Memangnya kau memikirkan apa sampai aku datang kau kaget begitu?"

Mana mungkin aku bilang karna barusan aku memikirkannya. "Tidak, aku tidak memikirkan apa apa."

"Jangan bohong."

"Aku tidak berbohong Mark."

"Hmm kak,"

"Ya?"

"Kalau misalnya seseorang dimasa lalumu datang lagi dan meminta maaf, apa yang akan kau lakukan?"

"Kenapa kau bertanya begitu?"

"Mmm tidak. Tidak tidak. Tidak usah dipikirkan."

Aku tidak menjawabnya lagi. Dan lebih memilih diam sampai dia yang memulai percakapan duluan.

"Aku tidak bermaksud menyembunyikan apapun itu darimu. Tapi aku harap kau bisa mengerti. Nanti, kalau waktunya sudah tepat, mungkin aku akan menceritakannya."

Aku meliriknya sekilas, tapi dia malah menatapku terus terusan. Aku tidak mejawabnya lagi. Akan semakin canggung kalau aku menjawab pertanyaannya barusan.

"Tanding judo denganku, jadi kan?"

"Maaark! Tidaklah, aku membatalkannya! Kondisimu belum benar benar baik. Aku tidak securang itu mengajak seseorang yang sakit untuk bertanding."

"Padahal kalau pun harus kalah sebelum bertanding untukmu aku siap."

Tuhannn kenapa dia terus terusan menatapku begitu. Tidak bisa dibiarkan, ini membuatku semakin frustasi. "Aku pamit harus ke perpustakaan."

"Aku temani."

"Tidak tidak, aku sendiri saja."

"Hmm yasudah." Dia tampak pasrah dan tidak mengikutiku seperti biasanya. Sedikit aneh memang melihatnya murung, lebih menganehkan lagi kenapa aku jadi terbiasa dengan dia yang slalu menguntit dibelakangku. Aku meliriknya sekilas lalu mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Jangan begini Cio.

*


"Ada yang ingin aku katakan." Johnny tiba tiba menghampiriku dengan wajah yang serius. Pikirku ada apa, pasalnya kemarin kemarin dia menjauhiku, apa mungkin dia mau minta maaf.

"Apa?"

"Ikut aku." Dia menarik tanganku agar segera pergi dari sana. Cengkramannya lumayan kuat tapi aku mencoba biasa saja meskipun sedikit tidak nyaman.

Dia membawaku ke tempat yang lumayan sepi, aku tidak tahu dia akan membawaku kemana. Tapi kemudian dia menyuruhku untuk jangan berisik. Dan aku mendengar percakapan seseorang disana. Siapa? " Kenapa kau membawaku kesini?" Tanyaku pelan seperti berbisik.

"Diam dan dengarkan apa yang mereka bicarakan, mungkin bisa saja itu berhubungan denganmu." Jawabnya.

"Apa?" Aku sedikit menengok kedalam sana. Ternyata itu Mark dan Yena? Lalu? Kenapa?

"Belum apa apa kau sudah terlihat cemburu." Sindir Johnny padaku. Aku cemburu? Aku lebih bertanya lagi sebenarnya hubungan mereka berdua itu apa? Setelah aku ingat kembali di malam ketempat Mark pun aku melihat astaga sepatu itu yang semalam aku lihat disana! Apa benar benar milik Yena?!

"Kalau niatmu membawaku kesini untuk ini. Lebih baik aku pergi, aku tidak peduli dengan semuanya. Aku tidak peduli dengan mereka. Aku juga mungkin tidak akan memperdulikanmu lagi mulai sekarang." Aku memilih pergi dari sana. Johnny tidak mencegahku juga. Dan aku benar benar pergi dari sana meninggalakan mereka semua. Mencoba menepis apapun yang sebenanya ingin aku ketahui.

Seharusnya dari awal memang begini. Seharusnya aku tidak sejauh ini padanya. Apa perasaanku benar benar luluh? Apa hatiku benar benar sudah melunak sekarang, karnanya?

Jawabannya aku tidak tahu.

*

"Cio kau kemana saja sih aku cariin." Yena menghampiriku seolah dia benar benar mencariku kemana mana. Untuk urusan apalagi dia menemuiku.

"Kalau tidak terlalu penting jangan mencariku. Aku ingin sendirian." Jawabku sedikit ketus tanpa berpikir panjang apakah kata kataku barusan akan menyakiti hatinya. Aku pura pura tidak peduli, terus makan mie ayam yang tinggal setengahnya lagi dengan lahap.

"Cioo.. memangnya aku salah apa?"

"Kau tidak salah apa apa. Cuma disini aku sedang dalam suasana yang buruk--" Jawabku lagi, langsung menyeruput air putih dingin tanpa sisa. Kemudian bersiap siap pergi dari hadapannya.

"Kau mau kemana?" Tanya Yena. Dia masih terlihat sabar dan tidak terlihat membenciku sama sekali.

"Aku mau pulang."

"Kita kan harus kerjain tugas akhir sama sama, kau lupa?"

Ah iya, astaga, gara gara aku emosi aku lupa semuanya. Tapi aku perjelas sekali lagi, aku emosi bukan karna Mark!

Secara otomatis aku malu pada diriku sendiri. Aku bahkan tidak bertanya pada Yena ada apa, tapi langsung menyimpulkan ke tidak baikan padanya. Untuk minta maaf pun aku terlalu malu.

"Memangnya besok tidak bisa?"

"Kan besok harus sudah kumpul. Ini hari terakhir lho. Kau tidak ingat? Kita sudah terlalu sering menundanya." Jawab Yena.

"Yasudah. Mau mengerjakannya dimana?"

"Dirumahku."

moccacino, mark lee (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang