tigapuluhtujuh

300 38 0
                                    

Dan seberapa keras pun usahamu untuk menjauh dari seseorang, percayalah kalau memang takdirnya kau akan slalu bertemu.

Cio duduk dengan canggung sambil menunggu Mark yang sedang mandi. Dalam hati kenapa juga dia harus mau diajak Mark, sampai mau juga harus menunggu disini.

"Mark kau sudah selesai?"

"Sebentar lagi."

"Ini aku ada wawancara. Aku harus hadir agar bisa diterima bekerja."

"Berapa menit lagi?"

"30 menit lagi."

"Masih lama, dari sini kau hanya perlu berjalan kaki kesana. Tidak akan memakan banyak waktu."

"Lalu aku harus apa di 30 menit itu? Bersamamu seperti ini?" Cio menutup mulutnya sendiri dengan bibirnya. Betapa malunya dia setelah berkata begitu.

"Mmm boleh juga." Jawab Mark sambil keluar dari kamar mandinya. Dia terlihat segar dan tampan. Cio sampai menganga melihatnya. Tapi dia tetap berusaha terlihat dingin, meski jantungnya meletup letup seperti jagung yang dipanaskan.

"Aku sudah mengantarkanmu, lalu memastikanmu baik baik saja. Sekarang aku pamit pergi, aku tidak ingin panggilan wawancaraku kali ini sia sia." Cio terlalu terburu buru sampai dia lupa membawa tasnya yang masih ada didalam tempat Mark. Dia kembali dengan cepat tapi malah menabrak Mark yang tiba tiba sudah berdiri dibelakangnya. Mark menangkap tubuh Cio yang kecil itu dalam dekapannya. "Kau slalu ceroboh, dan aku bodoh karna selalu cemas."

Cio hanya mematung disana, lagi dan lagi jantungnya berdegup sangat kencang, lebih meletup letup dari yang tadi.

Mark mendekatkan wajahnya, lalu Cio memejamkan matanya dengan reflek. Cupp! Mark hanya mengecup kening Cio sedikit lama. "Jangan menghindariku lagi. Aku tidak suka rasanya cemburu, ini sangat menyiksa."

Cio ingin menenggelamkan dirinya sendiri. Rasanya sangat malu karna bisa bisanya dia berpikiran hal yang tidak tidak. Cio menggigit bibirnya sendiri karna gugup, perasaannya sudah tidak karuan. Tapi Mark tetap memeluknya dengan hangat.

"Mark, kenapa kau wangi sekali. Aku jadi tidak ingin melepaskanmu. Tuhkan Cioo!!!! Bisa bisanya aku bilang begitu. Astaga aku sepertinya mulai tidak waras." Cio tidak berhenti mendumel dalam hati.

*

"Kau masih disini?" Tanya Cio pada Mark yang masih menunggunya disana.

Mark hanya tersenyum lebar. "Hmm, boleh pergi jalan sebentar?"

"Kemana?"

"Rumahku."

Entah kenapa Cio menurut lagi. Dia mengikuti Mark dari belakang. Naik motornya, hingga tidak sadar sudah sampai lagi.

Mark berhenti tepat didepan sebuah rumah besar dengan pekarangan yang juga sangat luas.

"Mark? Kenapa kau membawaku kesini? Ini rumah siapa?"

"Ini rumahku."

Cio menatap Mark tidak percaya. "Ini benar benar rumahmu?"

Mark mengangguk dan rasanya sedikit tidak nyaman kembali lagi kerumah ini, apalagi membawa Cio yang pasti akan berpikiran banyak hal dan bermunculan pertanyaan dibenaknya.

"Tapi, maksudmu membawa ku kesini untuk apa?" Tanya Cio memastikan tujuan Mark membawanya kesini.

"Aku tidak ada maksud lain, aku hanya ingin lebih jujur denganmu. Tapi bukan rumahku yang ingin aku tunjukkan padamu, isinya, kau perlu tahu apa yang ada dalam isinya." Mark sedang bicara tentang rumahnya, tapi dengan artian lain. Seakan dia ingin menyampaikan kalau rumah yang harus Cio lihat isinya adalah dirinya sendiri.

moccacino, mark lee (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang