BAGIAN 17

206 6 0
                                    

-Dilema itu ketika di hadapkan dua pilihan yang sama berarti-

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _

-Triangle-

Sudah dua bulan berlalu sejak Faeyza pindah ke SMA ANGKASA, selama itu pula lah Faeyza menutup dirinya dari orang-orang. Menutup diri dalam hal pertemanan.

Aneh memang jika Faeyza sama sekali tidak punya teman di sekolah barunya itu, mengingat berapa banyak orang yang mencoba mendekatinya. Tapi pria itu tetap saja menutup diri dan cuek. Bahkan kepada adiknya pun kadang dia tidak pernah bertegur sapa di depan orang banyak, jadi tidak heran masih banyak yang tidak tahu jika Ayya dan Faeyza itu bersaudara. Kecuali Wiya, Afifa, dan tiga sekawan Sabir, Raiyan, dan Anfa.

Faeyza juga sudah terbiasa melakukan apa-apa sendiri. Makan di kantin, mengerjakan tugas, dan apapun yang masih bisa di lakukannya sendiri akan dia lakukan tanpa adanya campur tangan orang lain. Dia tidak peduli jika orang-orang menganggapnya sombong, sekalian saja dia gunakan hal itu untuk menjauhi mereka.

Satu tahun bukan waktu yang lama untuk dirinya menyelesaikan sekolah. Tapi bukan waktu yang sebentar pula untuk dirinya tidak di ganggu oleh siswi-siswi kurang belaian seperti Gisel yang sekarang sedang mengejarnya usai keluar dari perpustakaan.

Faeyza dan Zaki ketua kelas IPA 1 baru saja di tugaskan mengambil buku paket di perpustakaan tapi tiba-tiba Zaki kebelet pamit ke toilet, dan entah sial atau bagaimana Faeyza bertemu dengan Gisel di koridor. Padahal ini masih jam pelajaran sejarah dan gadis itu malah keluar kelas.

Seperti biasa Faeyza selalu mengabaikan gadis itu bahkan semua gadis yang mencoba mendekatinya.

"Ih Za, di cariin kemana-mana nyatanya lo disini." Gisel menatap ujung kaki sampai kepala Faeyza yang berdiri gagah di hadapannya. "Bahkan saat lo megang buku banyak gitu tetap ganteng." Punjinya membuat Faeyza tak tahan lalu berjalan meninggalkan Gisel di belakang. Tak tinggal diam Gisel justru berusaha mengejar Faeyza yang berjalan cukup cepat.

"Faeyza lo kok jalannya cepat banget,  tungguin gue dong kita bareng ke kelas." Katanya mencoba mengimbangi langkah Faeyza. Tapi pria itu seakan tidak peduli dan terus berjalan.

"Atau bukunya berat gue bantuin mau ya?" Tawarnya mencoba meraih buku di tangan Faeyza, tapi pria itu menepis.

Lagi, hal itu membuat Gisel cemberut dan sedikit kesal lalu tak sadar mengumpat. "Belagu."

Masih tidak ada tanggapan dari Faeyza, dia kembali berjalan mengabaikan panggilan Gisel di belakangnya juga seruan-seruan siswi yang berdiri berkumpul di depan kelas masing-masing. Faeyza berjalan menuruni tangga dan sampai Faeyza tiba di anak tangga terakhir suara Gisel tidak lagi terdengar membuatnya menghela napas lega. Tapi tidak benar-benar lega saat dia kembali bertemu dengan orang yang bisa di bilang sempat bercekcok dengannya secara tidak langsung. Orang pertama yang mengibarkan bendera permusuhan dengannya.

Di dekat tangga tepatnya di bangku panjang koridor Sabir sedang berkumpul dengan beberapa siswa yang entah dari kelas berapa. Mereka tengah asyik berbincang dan ketika menyadari kehadiran Faeyza, Sabir segera berdiri tepat di hadapan Faeyza yang mencoba melewatinya. Entah angin apa yang meniup telinga Faeyza membuat pria itu berhenti, dan jadilah sekarang mereka saling berhadapan dengan jarak yang begitu dekat dan tatapan yang sama tajam.

Tidak ada percakapan yang terjalin antara keduanya, tapi dari tatapan mata mereka sama-sama mengisyaratkan permusuhan. Sampai akhirnya Faeyza memilih menyerah dan berbalik untuk meninggalkan Sabir. Belum jauh melangkah Faeyza berhenti setelah mendapat panggilan tiba-tiba dari Sabir.

DUA PILIHAN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang