BAGIAN 15

202 6 0
                                    

-Aku tidak perlu pengakuan, dari sikapmu saja sudah menjelaskan bahwa kau peduli-

_ _ _ _ _ _ _ _ _

-Triangle-

.
.
.
"Faeyza..."

Teriakan melengking dari kedua gadis itu membuat Raiyan dan Sabir yang sudah siap beranjak dari sana tiba-tiba berbalik arah. Sedangkan yang lebih kaget adalah si pemilik nama yang seketika melongo mendapati Afifa dan Wiya berdiri tak jauh dari pintu masuk gudang.

Tak lama Raiyan dan Sabir datang menghampiri Afifa dan Wiya, seketika itu juga mereka kaget melihat Faeyza di dalam sana.

"Jadi yang buat keributan elo?" Sewot Sabir melihat ke arah Faeyza yang menjongkok di depan sebuah kotak persegi agak besar yang tergeletak di lantai. Sudah bisa di pastikan suara ribut tadi berasal dari benda itu.

Faeyza tidak menjawab dia beralih membuka kotak persegi yang terbuat dari kayu dan terlihat sudah sangat usang dan kotor terkena debu. Sementara ke empat siswa siswi yang masih berdiri di dekat pintu memperhatikan gerak gerik mencurigakan dari Faeyza.

Dengan pelan Faeyza berhasil membuka gembok kotak besar itu dengan kunci yang entah sejak kapan dia pegang. Terlihat jelas dia menghela napas ketika melihat isinya, lalu tak lama kembali menggemboknya dengan kunci yang sama.

Masih dalam diam Faeyza berusaha berdiri dengan cepat, menatap satu-satu orang yang berdiri tak jauh darinya. Pandangannya berhenti menjelajah ketika bertatapan dengan manik mata Wiya yang menatapnya intens. Sepersekian detik kemudian beralih ke samping Wiya dan kembali bertemu tatap dengan Afifa yang menatapnya bingung.

Faeyza menatap mereka dengan wajah yang datar tak tertebak. Merasa suasana berubah menjadi canggung Raiyan mencoba bersuara.

"Lo ngapain di gudang ini Za?" Raiyan berucap seolah-olah dia sangat akrab dengan Faeyza, padahal jika di ingat ini adalah interaksi pertamanya dengan Faeyza setelah selama ini dia hanya berani membicarakan Faeyza dari belakang. Ya ngegosipin lebih trennya.

Lagi-lagi Faeyza diam dan terus menatap dua gadis di hadapannya yang juga menatap ke arahnya. Tapi raut wajah Faeyza tiba-tiba berubah mendengar penuturan tidak mengenakkan hati dari mulut Sabir.

"Lo lupa dia anak pemilik sekolah, jelas apapun yang akan dia lakukan terserah dia. Termasuk masuk kedalam gudang dan membuat keributan." Pedas sekali ucapan Sabir itu membuat Afifa dan Wiya tidak tahan untuk melimpahi.

"Sabir, lo..." Wiya berbalik ke arah Sabir dengan ucapan tertahan tidak percaya dengan yang dia dengar dari mulut Pria itu. Bukan dia yang mengucapkannya tapi dia yang malu sehingga saat ingin meninggalkan gudang itu Wiya tak berani melihat ke arah Faeyza lagi. Jadilah dia berlari keluar tanpa peduli seruan Afifa.

Sedangkan Afifa yang berpikiran sama dengan Wiya langsung memukul lengan kokoh pria di sampingnya itu. "Mulut lo kaya gak di sekolahin aja, Bir. Lo mengatakan hal itu seolah lo tau kejadian sebenarnya." Tanpa berpikir panjang lagi Afifa ikut keluar dari sana menyusul Wiya yang sudah jauh berlari dan meninggalkan kedua pria itu di dalam gudang.

Setelah beberapa detik berselang barulah Sabir tersadar, pria itu beralih menatap ke arah Faeyza yang masih saja diam di posisinya. Mulutnya memang tidak bicara tapi matanya menyorotkan berbagai penyesalan dan seolah meminta maaf karna tanpa sadar sudah menyinggung perasaan Faeyza. Begitu juga dengan Faeyza yang hanya melempar tatapan permusuhan ke arah Sabir. Padahal dia tidak pernah merasa punya masalah dengan pria itu. Tapi perkataannya tadi berhasil melukai perasaan Faeyza.

DUA PILIHAN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang