Suara benda saling bersautan membuat tidur Afifa terganggu. Di tambah lagi dengan wangi khas nasi goreng tercium di hidungnya membuat gadis yang masih menggunakan piyama tidur itu keluar menuju dapur, tempat yang Afifa yakini sumber dari suara dan wangi tersebut.
Tanpa membasuh wajahnya terlebih dahulu Afifa langsung menghampiri Wiya yang tengah menggoreng telur mata sapi di penggorengan.
"Wah, kayaknya enak tuh..." Ujar Afifa sumringah saat mendapati tempat nasi berukuran sedang penuh dengan nasi goreng dengan wangi yang sangat menggoda.
"Kenapa gak bangunin buat bantu masak?" Tanyanya seraya meraih sendok untuk mencicipi masakan Wiya. Matanya tak kuat membulat merasakan nasi goreng buatan Wiya yang tak kalah dengan masakan restoran. Kenapa juga dia baru tahu jika sahabatnya itu ternyata pandai memasak.
"Kasian, kayaknya lo kecapean banget. Lagian tanpa gue bangunin, lo akhirnya bangun sendiri kan?" Ujar Wiya tanpa mengalihkan perhatiannya dari penggorengan untuk mengangkat telur yang sudah matang.
Afifa mengangguk kemudian mengambil beberapa piring di lemari untuk ditata di atas meja.
"Anak-anak yang lain udah pada bangun?" Tanya Afifa sambil melap piring-piring tersebut menggunakan tisu.
Wiya mematikan kompor seraya mengangkat telur terakhir yang sudah matang ke piring yang tadi di ambilkan oleh Afifa.
"Sisa Anfa sama Raiyan deh kayaknya." Ujar Wiya membawa piring berisi telur juga nasi goreng ke meja makan dimana ada Afifa disana yang tengah menata piring. Tak lama setelahnya dari arah luar terdengar suara tawa yang perlahan semakin mengeras sampai di dapur.
"Kami pulang." Ujar Inez masuk ke dapur sambil membawa beberapa kantong makanan. Di ikuti dengan Melan di belakang yang juga membawa kantongan yang sama.
"Wah, kalian dari mana?" Tanya Afifa meraih salah satu kantong bawaan Inez lalu membukanya untuk melihat isi di dalamnya.
"Depan, beli camilan." Ujar Inez sambil mengeluarkan isi kantongan bawaannya.
"Gak lagi-lagi deh gue belanja sama Inez, gila supermarket disamain sama pasar. Masa iya semua belanjaanya minta diskonan semua." Ujar Melan mengutarakan keluhannya selama keluar bersama Inez tadi. Sedangkan orang yang bersangkutan hanya menyengir kuda.
"Kali aja kan, gue lagi beruntung." Ujar Inez tanpa dosa.
Wiya dan Afifa yang mendengar hal tersebut hanya bisa terkekeh dan menggelengkan kepala.
"Kalo Faeyza sama Sabir kemana?" Tanya Afifa mengalihkan perhatiannya kembali tertuju pada Wiya yang hanya berdiri sambil terdiam.
"Ah, mereka lagi adu otot di depan. Masa otot Sabir gede banget gila." Bukan Wiya yang menjawab melainkan Inez yang entah sudah sejak kapan mencemooh sebuah roti.
Saat kembali dari belanja tadi Inez dan Melan memang bertemu dengan Faeyza dan Sabir yang sedang berolahraga di depan. Hanya berlari keliling vila, tidak seperti yang di katakan Inez yang berlebihan itu.
"Kalo gitu kamu bangunin Anfa sama Raiyan juga sana, suruh olahraga juga terus habis itu kita sarapan." Ujar Wiya kepada Inez setelah selesai menata semua hasil masakannya di meja makan.
Inez yang dengan senang hati tidak menolak langsung beranjak keluar dapur kemudian menuju ke kamar di mana Anfa dan Raiyan tidur dengan masih sambil mencemoh rotinya.
"Di kasih apa tuh anak kok bisa nurut gitu?" Tanya Melan heran sambil memperhatikan punggung Inez yang perlahan menghilang di balik tembok pembatas dapur.
"Cukup sebut nama Anfa aja dia langsung gerak, haha." Jawab Afifa bergurau membuat ketiganya langsung tergelak.
"Mereka pacaran?" Tanya Melan bertambah bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUA PILIHAN (COMPLETED)
Teen FictionJudul awal 'TRIANGLE' . Jika kamu disudutkan antara dua pilihan Cinta dan Sahabat manakah yang akan kamu pilih? Terdengar sederhana memang. Tapi, nyatanya tidak semudah bayangan. Ini pilihan yang sulit? Ini seperti kamu dipaksa menyerahkan barang ke...