BAGIAN 28

149 5 0
                                    

-Ada rasa bahagia di sudut terkecil hatiku mendapatkan cinta darimu, tapi di sudut lain ada rasa sakit saat aku sadar rasa itu tak seharusnya ada-

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _

-Triangle-

Afifa masih terdiam sambil menunduk di dalam mobil setelah beberapa waktu lalu berhenti di pinggir sebuah taman.

Hari yang beranjak sore menjadikan taman itu sepi. Tidak banyak orang yang berlalu lalang bahkan untuk sekedar duduk di kursi yang tersedia di taman itu.

Sejak beberapa menit yang lalu pula Raiyan tidak pernah mengalihkan pandangannya ke arah Afifa yang duduk di sampingnya, tepatnya di kursi samping kemudi mobilnya.

Tadi usai melancarkan aksinya memukuli Faeyza hingga sudut bibir pria itu berdarah, Raiyan langsung pergi menemui Afifa di tempat dimana dia mendengar penuturan seorang gadis yang bersama Afifa tentang pembatalan pertunangannya.

Afifa yang saat itu diam menahan tangis sempat tersentak saat Raiyan datang dan menariknya untuk pergi. Tapi tak urung tetap mengikutinya hingga sekarang mereka berada di dalam mobil Raiyan di temani sunyi yang amat mencekam.

Afifa sendiri sudah tidak peduli dengan Felisha yang saat itu memandangnya dengan tatapan memohon maaf. Gadis itu bahkan melupakan mobilnya yang masih terparkir di sekolah.

Yang di pikirkan Afifa sekarang hanyalah hatinya. Hatinya yang sudah hancur akibat penolakan Faeyza.

"Afifa." Panggil Raiyan setelah cukup lama terdiam memandangi Afifa.

Gadis itu nampak jelas sedang menahan tangis. Entah apa yang di pikirkannya, dia tidak bisa menangis sekarang. Apakah itu karna ada Raiyan, atau karna dia berpikir tidak pantas menangisi segala keputusan Faeyza.

"Lo baik-baik aja?" Tanya Raiyan sedikit ragu. Jangan sampai karnanya Afifa menangis.

Afifa yang tadinya menunduk, beralih mendongak dan menatap lurus kedepan. Setelah cukup menarik napas dia pun beralih melihat ke arah Raiyan yang saat ini tengah menatapnya.

"Lo bilang apa, Yan?" Tanya Afifa sambil menyunggingkan senyum, yang Raiyan yakini adalah senyum palsu sekedar untuk menutupi kesedihannya.

Melihat itu Raiyan rasanya sangat sakit, lebih baik dia melihat Afifa menumpahkan kesedihannya dengan menangis daripada harus melihat Afifa berpura-pura tegar seperti ini.

Tapi Raiyan tidak akan memaksakan kehendak Afifa. Dia akan terus mendukung apapun yang di lakukan gadis itu. Termasuk jika Afifa tersenyum dengan kepalsuan, maka dia pun akan melakukan hal yang sama.

"Gak papa, lo mau makan apa? Kita cari makan dulu yuk." Ujar Raiyan sambil memasang seat beltnya, bersiap untuk menjalankan mobilnya dan mencari makan.

Tapi belum sempat dia memutar kunci mobil Afifa kembali bersuara. Bukan jawaban dari pertanyaannya tadi.

"Gue mau pulang aja, Yan." Ujar Afifa sambil terus menatap Raiyan.

"Kenapa? Emang lo gak lapar?" Pertanyaan bodoh Raiyan tersebut berhasil memancing seulas senyum tipis di wajah Afifa.

"Gue mau makan di rumah aja, kayaknya mama lagi masak banyak hari ini." Ujar Afifa masih dengan senyum tipisnya berusaha meyakinkan Raiyan.

Pada kenyataanya, saat ini Afifa tidak butuh apapun. Yang dia butuhkan adalah sendiri. Jadi pulang ke rumah adalah satu-satunya alternatif yang dia pilih untuk mengurung diri di kamarnya.

Akhirnya mau tidak mau, Raiyan menjalankan mobilnya menuju rumah Afifa. Meski banyak pertanyaan yang timbul di dalam pikirannya. Seperti yang sudah dia putuskan tadi, Raiyan akan mengikuti semua keputusan Afifa.

DUA PILIHAN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang