BAGIAN 18

166 9 0
                                    

-Bisa kita sebut ini sebagai takdir?
Saat ada saja cara untuk mempertemukan kita secara tiba-tiba-

_ _ _ _ _ _ _ _ _

-Triangle-

Ibarat kita sudah nyaman sama sesuatu, di hadapkan atau di tawari sama yang baru pasti akan tetap milih yang lama. Yang jelas-jelas sudah memberi kenyamanan.

Begitu juga dengan yang di lakukan Wiya sekarang. Seasyik apapun bayangan dunia luar saat berkumpul dan makan bersama dengan temannya di kantin atau nongkrong di depan kelas sambil bergosip atau mungkin tinggal di kelas sambil tidur menunggu jam masuk berbunyi, tetap saja tempat yang di pilihnya untuk menghabiskan jam istirahat adalah perpustakaan.

Sudah bukan hal baru lagi memang gadis itu ada di perpustakaan, sudah bukan kejutan. Yang menjadi kejutan adalah seseorang yang sedang menemaninya saat ini. Wiya sedang sibuk membaca buku paket Biologi tapi tiba-tiba seseorang datang menghampirinya duduk di hadapannya sambil bertopang dagu.

"Kesambet setan apa lo sampai nyasar sini, Fa?" Setelah cukup lama Wiya diam memperhatikan tingkah sahabatnya yang entah tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba muncul dan menawarkan diri menemani Wiya membaca di perpustakaan. Padahal jauh-jauh hari selalu saja Wiya yang membujuknya meski mendapat penolakan mentah-mentah.

"Ya, udah mau ngomong kan lo? Apa, gue denger kok." Wiya tentu sudah hafal dengan raut wajah sahabatnya itu. Jika tiba-tiba seorang Afifa melakukan hal yang sangat dia benci atau mendatangi tempat yang dia hindari sudah barang pasti ada hal penting yang ingin dia bagi dengan Wiya.

Sudah sepuluh menit berlalu saat Afifa masuk ke perpustakaan dan duduk di hadapan Wiya yang tengah sibuk membaca tentu mengundang keheranan. Apalagi dia hanya tinggal diam memainkan ponselnya mengabaikan pertanyaan Wiya.

"Wiya." Panggil Afifa akhirnya setelah merasa cukup untuk berpikir. Dan dengan senang hati Wiya menyahut.

"Lo mau ngomong apa sih, Fa. Lama banget pake muter balik ya lo makanya gak nyampe-nyampe." Wiya beralih menutup buku di hadapannya, tatapan serius pun dia lempar ke arah Afifa.

"Gue mau ngomong." Ucapnya terdengar sendu.

"Aduh, Fa. Udah deh, ini bukan gaya lo banget sumpah. Lo dari tadi bilang mau ngomong tapi sampai sekarang gak ngomong-ngomong. Malah pasang tampang gelisah, galau, merana gitu."

"Serius ih, gue lagi bingung." Afifa meletakkan ponselnya di atas meja, beralih bertopang dagu lagi dengan kedua tangannya. "Gue mau di jodohin." Ucapnya kemudian membuat Wiya kaget dengan mulut terbuka.

"Hah serius?, kok bisa?, sama siapa?" Jangan tanya seberapa kagetnya Wiya sekarang, dia bahkan tidak sadar sedang meremas lembaran buku di meja yang terbuka.

"Gue gak tau, anak teman papa katanya." Seulas senyum terpancar di balik wajah manis Wiya yang tadinya kaget. Berbeda dengan Afifa yang terlihat lesuh. "Help me please." Ucapnya mengangkat kedua tangannya bertemu di depan dada tanda memohon.

"Lo tau namanya?" Tanya Wiya serius, di balas gelengan dari Afifa.

"Enggak! Dan gue gugup banget sumpah." Ucapnya memelas.

"Gue gak habis pikir sama papa mama yang tiba-tiba bilang mau jodohin gue sama anak temannya. Secara gue masih sekolah gituloh, apalagi gue gak kenal sama sekali." Afifa mendengus mengusap wajahnya yang sedikit berkeringat. "Malah pertemuannya dadakan lagi, entar malam."

Mendengar itu meski Wiya prihatin dengan nasib sahabatnya, tapi dia juga tidak tahan untuk tertawa yang justru membuat Afifa semakin kesal.

"Really? Are you kidding me?"

DUA PILIHAN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang