-Lukaku tak selamanya ku rasakan sendiri. Melihatmu terluka nyatanya lebih menyakitkan dari lukaku sendiri-
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _
-Triangle-
Satu hal yang tak di mengerti oleh Sabir adalah ketika dia berjalan dengan tergesah di koridor menuju kelas dua belas IPA 1. Tujuannya pun terbilang aneh yaitu untuk menemui Faeyza.
Rupanya berita atas perjodohan Faeyza dan Afifa tidak hanya mempengaruhi pikiran Raiyan melainkan dirinya. Dia sudah berpikir sejak semalaman dan siap mematahkan hidung Faeyza jika sampai berita itu benar.
Sabir yang notaben adalah siswa yang banyak di kenal rupanya tidak terlalu sulit menemukan keberadaan Faeyza setelah dia bertanya kepada beberapa teman satu kelas pria itu. Hanya saja Sabir rupanya harus sedikit bersabar untuk berjalan menemui Faeyza yang katanya berada di perpustakaan.
Ketika sampai Sabir kembali menghela napas lega karna keadaan perpustakaan yang cukup sepi, menjadikannya dengan mudah menemukan keberadaan Faeyza yang kini tengah tertidur di kursi sambil sebuah headset menggantung di kedua telinganya.
Sabir berjalan hati-hati dan berhasil sampai di depan Faeyza, pria itu nampak sangat tenang sehingga rasanya Sabir menjadi tidak tega untuk membangunkannya. Hal yang membuat Sabir berinisiatif untuk ikut duduk di salah satu kursi seberang Faeyza berada.
Beberapa menit berlalu barulah terjadi pergerakan kecil dari Faeyza membuat Sabir segera berdiri dan melemparkan tatapan intens ke arah Faeyza yang baru saja membuka matanya.
"Gue gak tahu, ternyata seorang anak pemilik sekolah bebas tidur dimana saja sesuka hatinya." Ucap Sabir, melihat Faeyza yang kaget karna kehadirannya secara tiba-tiba.
Sambil melepas headset Faeyza berucap. "Gue pikir seorang Sabir tidak suka dengan basa-basi." Ujarnya ikut berdiri. Posisi mereka sekarang berhadapan.
"Bagus kalo lo sudah tau sifat gue." Sabir mendekat. "Kalo begitu tentu lo juga sudah tau maksud kenapa gue datang kesini?"
Faeyza mengeryit tidak mengerti dengan maksud ucapan Sabir. "Maksudnya?"
"Gue sudah tau tentang perjodohan lo dengan Afifa. Dan sebentar lagi kalian akan tunangan kan?" Tanyanya to the point membuat Faeyza sedikit tergelonjak.
"Pertama, gue datang kesini khusus nemuin lo untuk mengucapkan selamat. Selamat atas pertunangan kalian." Sabir tersenyum sinis. "Kedua, gue datang untuk memperingatkan. Dengan adanya pertunangan lo dan Afifa tentu sudah cukup menyadarkan lo agar menjauhi Wiya." Tegasnya membuat Faeyza mengepalkan tangannya kuat.
Dengan emosi yang tertahan, Faeyza menjawab. "Lo gak punya hak ngelarang gue dekat dengan siapapun termasuk Wiya."
"Itu jika lo gak punya malu. Gue bakal ingatin kalo lo lupa mau tunangan sama Afifa. Sahabat baik Wiya." Kembali Sabir terus senyum sinis.
"Dengan adanya pertungan itu, sudah cukup membuktikan kalo lo lebih memilih Afifa bukannya Wiya. Jadi lo juga harus cukup bijak untuk menjauhi Wiya."
Setelah mengucapkan itu Sabir pun berbalik dan berjalan ke arah pintu untuk keluar dari perpustakaan. Meninggalkan Faeyza dengan raut penuh penyesalan, dan amarah yang tertahan.
Faeyza memijit kepalanya yang terasa berat, belum beranjak dari posisinya. Merutuki kebodohan dan kesadarannya yang datang terlambat.
🔼🔼🔼
Afifa baru keluar dari toilet ketika tak sengaja berpapasan dengan Faeyza dengan wajah yang nampak lesuh.
"Za, lo kenapa?" Tanya Afifa ketika mereka berjalan beriringan di koridor, yang mendapat jawaban hanya berupa gelengan dari Faeyza.
Tapi bukan Afifa namanya jika dia tidak keras kepala untuk terus mendesak Faeyza menjawab pertanyaannya yang terbilang tidak terlalu penting bagi pria yang kini terlihat amat memperihatinkan.
"Faeyza, cerita sama gue. Lo punya masalah apa?" Desaknya berhasil menghentikan langkah Faeyza.
"Gue gak papa Afifa. Lo gak perlu khawatir."
Afifa bungkam setelah Faeyza menatapnya lekat, terlihat jelas di mata pria itu memperlihatkan aura kesedihan. Sebenarnya ada apa dengan Faeyza?
"Oke gue gak bakal paksa lo buat cerita sama gue apa yang terjadi. Tapi biarin gue ngasih tau lo tentang sesuatu." Afifa tersenyum saat Faeyza justru kembali melanjutkan langkahnya.
"Ngasih tau apa?"
Afifa kembali mensejajarkan langkahnya dengan Faeyza. "Gue udah ngomong sama papa kalo pertunangan kita bakal di laksanain minggu depan."
Dan siapa sangka akibat pernyataan Afifa tersebut berhasil membuat Faeyza kaget bukan kepayang. "Apa? Apa itu gak terlalu buru-buru. Maksud gue kita masih sekolah kan?"
"Ini cuma tunangan Za, belum nikah. Gak masalah kan kalo kita percepat bentar lagi kita juga udah ujian." Keukeuh Afifa membuat Faeyza menghela napas.
Tidak ada lagi yang mampu dia katakan, semua seakan berjalan begitu cepat. Sekarang dia merasa semua sudah terlambat. Pasrah, hanya itu yang bisa dia lakukan.
Tidak ingin memperburuk suasana akhirnya Faeyza memilih beranjak dari sana mengucapkan satu kata yang berhasil membuat Afifa tersenyum senang.
"Terserah."
🔼🔼🔼
Wiya sedang duduk di bangkunya sambil membaca sebuah novel yang baru di belinya kemarin saat seseorang justru menghampirinya sambil menyodorkan sebotol minuman dingin.
"Terima kasih." Ucap Wiya menerima sodoran minuman dingin dari Sabir.
"Gimana, besok jadi?" Tanya Sabir basa-basi karna sebenarnya bukan itu tujuan utamanya menemui Wiya.
Yang di balas Wiya dengan senyum tipis. "Besok baru gue kabarin yah."
Sabir mengangguk, kemudian Wiya kembali sibuk pada kegiatan membacanya sampai sebuah panggilan dengan suara pelan menghentikannya.
Wiya mendongak menatap Sabir yang masih setia berdiri di hadapannya, dengan ekspresi yang tidak bisa di tebak, Sabir mulai bicara.
"Gue udah dengar tentang rencana pertunangan Faeyza dan Afifa." Yang kemudian di sambut rasa terkejut dari Wiya.
"Dari mana dia tau?" Batinnya.
"Kenapa lo gak ngomong sama gue, Wi?" Tanya Sabir.
Wiya kelagapan, antara ingin bercerita atau diam saja. "Gue juga baru tau kok, Bir." Ucap Wiya terbata-bata.
Sabir diam, Wiya pun hanya bisa tertunduk lemah. Sebenarnya ia sedang tidak ingin membahas apapun tentang Faeyza. Apalagi menyangkut pertunangan sahabat baiknya itu.
"Wiya..." Panggil Sabir.
"Bir, apapun yang lo pikirkan tentang gue dan Faeyza..." Wiya memberi jeda pada kalimatnya. "Cukup sampai disini." Tegasnya.
"Itu juga yang mau gue sampein sama lo, Wi." Ucap Sabir. "Lo ngertikan maksud gue?"
Dengan ragu Wiya menyunggingkan senyum, tak ingin Sabir berpikiran lain tentangnya. "I'm fine..." Kemudian semakin melebarkan senyumnya. Berharap itu akan membuat Sabir benar-benar percaya jika dirinya memanglah tidak sedang kenapa-napa. Memang begitukan seharusnya?
"Ya sudah, itu minumannya jangan di pegang doang. Di minum, Wi." Kekeh Sabir, mencoba mencairkan suasana yang mulai terasa canggung.
Dan tanpa di perintah, suara tawa pun berhasil keluar dari bibir tipis Wiya yang nampak pucat tanpa polesan liptint. Membuka tutup botol dan langsung meneguk minuman dari sabir yang sudah tidak sedingin tadi.
🔼🔼🔼
*SalamFhyfhyt
Publis 20 Desember 2018
Revisi 29 Desember 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
DUA PILIHAN (COMPLETED)
Fiksi RemajaJudul awal 'TRIANGLE' . Jika kamu disudutkan antara dua pilihan Cinta dan Sahabat manakah yang akan kamu pilih? Terdengar sederhana memang. Tapi, nyatanya tidak semudah bayangan. Ini pilihan yang sulit? Ini seperti kamu dipaksa menyerahkan barang ke...