BAGIAN 33

153 6 0
                                    

-Bedakan antara benci dan marah. Jika benci jangankan bertemu mengingat saja tidak mau-

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _

-Triangle-

Bel pulang SMA Angkasa baru saja berbunyi. Semua siswa siswi berlomba-lomba keluar kelas. Meski berdesak-desakan tapi mereka tetap enggan menunggu keadaaan lenggan dan ingin segera pulang.

Seperti yang di lakukan oleh Wiya kali ini. Jika biasanya gadis itu akan lebih memilih menunggu sampai keadaan sekolah sepi, kali ini Wiya nampak mencoba menembus keramaian orang-orang di koridor.

Tujuannya hanya satu yaitu mengejar Raiyan. Sejak bel pulang tadi, pria itu langsung melenggang pergi tanpa menunggu kedua temannya, Sabir dan Anfa. Wiya yakin melihatnya terburu-buru seperti itu pasti Raiyan tidak langsung pulang kerumahnya. Pasti dia ke suatu tempat dan pikiran Wiya tertujuh pada rumah Afifa.

Wiya meneriaki Raiyan yang hampir sampai di parkiran yang sudah cukup ramai. Wiya sempat tertegun, baru kali ini dia melihat parkiran seramai saat itu. Biasanya jika dia keluar parkiran sudah swpi dan hanya menyisahakan beberapa kendaraan saja.

"Yan... Raiyan..." Panggil Wiya dengan langkah sedikit berlari. Tapi seolah tidak mendengar teriakan Wiya, Raiyan tetap berjalan dengan langkah lebar hingga pria itu benar-benar sampai di parkiran.

Wiya mempercepat langkahnya saat melihat Raiyan ingin masuk ke dalam mobil. Akhirnya dengan napas terengah Wiya berhasil meraih lengan Raiyan dan mencegahnya masuk.

"Wiya..." Ujar Raiyan kaget dengan kedatangan Wiya yang tiba-tiba apalagi sambil menarik lengannya.

Akhirnya Raiyan kembali menutup pintu mobilnya yang tadi sempat terbuka lalu menghadap sepenuhnya ke arah Wiya.

"Ada apa?" Tanya Raiyan.

Wiya menarik napas, masih berusaha mengembalikan detak jantungnya yang tadi memburu akibat berlari mengejar Raiyan.

"Yan, gue tahu lo gak langsung pulang ke rumah lo. Gue tahu pasti lo mau kerumah Afifa kan?" Ujar Wiya. "Emh... Gue, gue boleh ikut kesana gak?" Tanya Wiya terbata.

Raiyan mengeryit, tidak mengerti dengan permintaan Wiya yang terbilang aneh. Dari mana dia tahu kalo Raiyan mau ke rumah Afifa? Dan lagi, kenapa juga dia harus meminta izin untuk pergi ke rumah sahabatnya sendiri?

"Lo kayak mau kerumah siapa aja pakai izin segala." Ucap Raiyan terkekeh. "Afifa itu sahabat lo, Wi. Lo juga kayaknya bukan pertama kalinya mau kesana." Lanjutnya membuat Wiya menggigiti bibir bawahnya.

"Iya tapi kayaknya Afifa beda banget, lo lihat sendiri kan kemarin dia bahkan gak mau ketemu sama gue. Apa dia marah?" Ucap Wiya terdengar senduh.

Raiyan juga tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, jujur kemarin dia juga sempat kaget dengan perlakuan Afifa yang terang-terangan tidak ingin melihat sahabatnya itu berada di dekatnya.

Raiyan tersenyum tipis kemudian menyentuh lengan Wiya. "Mungkin Afifa cuma sedikit syok gara-gara kecelakaan itu. Gue juga ngerti perasaan lo, Wi. But, gue tahu kalo Afifa tuh sayang banget sama lo. Gue yakin kalopun dia marah, dia gak bakal marah lama." Jelas Raiyan sedikit menengkan.

"Lo tahu sendiri belakangan dia dirundu banyak masalah, setidaknya lo kasih dia waktu untuk menata hatinya." Ujar Raiyan seketika menghangatkan perasaan Wiya.

Betapa Afifa beruntung di sukai pria seperti Raiyan yang bijaksana seperti ini. Bahkan saat Afifa belum membalas perasaanya, Raiyan masih setia menunggu dan konsisten dengan pilihannya.

DUA PILIHAN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang