Halal vs Haram

4.3K 188 4
                                    

Jangan lupa vote dan komennya.

****

Lorena asyik melihat buku resep masakan saat Rhafael pulang ke apartemen. Ini masih sore sih. Biasanya tengah malem baru pulang, tumben banget gitu pulang jam segini. Lorena tak ambil pusing, tapi begitu Rhafael langsung merebut buku resepnya dan melemparnya sembarangan, mata Lorena jadi menyala kayak laser. Berani-beraninya itu laki gangguin emak-emak lagi baca buku resep?! Mau dicincang terus dibikin semur?!

Lorena sudah mau ngomel saat Rhafael menjatuhkan dirinya di sofa yang ada di samping Lorena, lalu mengangkat kakinya dan meletakkannya di atas paha Lorena dengan sesuka hatinya.

"Pijitin, gue cape." kata-kata singkat nan jelas itu membuat Lorena melongo.

'Mommy kamu dulu itu kalo daddy suruh pijitin pasti nolak. Akhirnya daddy sumpahin dia keteknya item. Beberapa hari kemudian dia teriak-teriak gara-gara keteknya beneran item.' Lorena teringat perkataan daddynya yang seperti mimpi buruk itu. Dia bergidik ngeri, jangan sampai Rhafael ngutuk dia juga. Dengan cepat akhirnya Lorena meraih kaki panjang Rhafael dan memijitnya, walaupun rada nggak ikhlas. Jujur aja Rhafael nggak nyangka Lorena bakalan nurutin kata-katanya, padahal ekspektasinya Lorena bakalan nolak terus nantangin dia. Eh, kalo begini jadi kagak punya alasan buat ngukum dia dong.

"Pokoknya gue mau besok elo yang masak," kata Rhafael setelah tadi dia melirik buku resep Lorena.

"Gue nggak bisa masak."

"Lo tinggal liat buku kan, beres," balas Rhafael.

"Nggak semudah bibir lo mangap tahu nggak, kalo beneran gue buatin lo pasti nggak mau makan. Buat apa," Lorena berkata sambil tetap memijat kaki Rhafael. (seketika lagu Maudy Ayunda - untuk apa? Langsung terdengar)

"Kali ini gue bakalan makan. Apa gunanya punya pambantu kalo makan masih di luar? besok siang paling lambat lo harus buat makanan." Lorena hanya mendengus kesal mendengar nada bicara Rhafael yang otoriternya ngalahin bapak Hitler.

"Kalo lo keracunan terus mati, itu bukan salah gue," kata Lorena kesal.

"Ya lo cicipin dulu lah! Enak aja lo mau racunin gue," sentak Rhafael.

"Biasa aja dong, kagak udah ngegas bisa kaleee," ledek Lorena. Bisa mati berdiri deh pokoknya kalo dengerin pertengkaran mereka yang nggak bermutu sama sekali.

Akhirnya perdebatan dimenangkan oleh Rhafael. Lorena harus masak, Lorena harus nyobain dulu. Lorena harus mastiin kalo makanan itu enak dan nggak ada racunnya.

"Yaaah, dia malah molor..." Lorena menurunkan kaki Rhafael dari pahanya. Dia langsung kabur ke kamarnya. Gimana Rhafael nggak sampai ketiduran, orang pijetannya mbok Lorena enak banget. Bikin mimpi jadi indah, bikin tidur jadi pules, bikin otot jadi lemes. Wkwk...

***

"Gue tuh heran ya, tiap tarik napas ngeliat elu. Bosen tahu," kata Nicol pada Angel. Angel meliriknya dengan sinis, ia lalu mengalungkan tangannya ke leher Rhafael dengan manjahhh.

"Rhaf, apartemen gue kosong loh... Lo bisa mampir," kata Angel dengan bibir dimonyong-monyongin kayak ikan arwana aja. Mending ikan arwana mahal, lah dia...

"Gue sibuk," balas Rhafael singkat.

"Helah, kancut anoa mending lo balik rumah sono. Terus bobok gih, udah malem," kata Nicol.

"Apaan sih lo, nggak usah ikut campur deh." Angel menatap Nicol dengan tatapan ala mak lampir. Membuat Nicol tertawa terbahak.

"Lucu deh. Gue lagi ngomong sama nyamuk tau. Nggak sudi ngomong sama elu," kata Nicol yang membuat wajah Angel memerah karena marah.

Bitter Sweet Destiny [MDS ¦ 2]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang