Bitter Sweet Destiny [MDS ¦ 2]✔

Mencinta Lalu Melupakan

Apa ini rasa cemburu, saat kita melihat orang itu dengan wanita lain, rasanya sakit. Rasanya ingin sekali menarik rambutnya dan mendorongnya jauh. Apa ini rasa cinta, saat kita merasa terluka ketika dia mulai meninggalkan kita. Cinta itu apa? Apa cinta hanya datang disuatu waktu, dan pergi diwaktu yang lain? Apa cinta tak bisa bertahan? Apa harus ada yang terluka?

Jika mencintaimu begitu rumit, aku rela.

"Harusnya lo nggak kayak gini." Rhafael hanya diam.

"Gue bukan wonder woman. Gue nggak sekuat itu." Rhafael masih diam.

"Gue nangis waktu daddy sama mommy cerai. Tapi mommy nggak pernah peduli. Hubungan itu rumit. Kayak kita. Lo sama gue nikah. Tapi supaya apa gue juga nggak tahu. Kalo cinta jadi alasan dua orang bersama, kenapa mereka harus pisah? Mommy sama daddy juga bilang cinta satu sama lain, tapi akhirnya pisah juga. Jadi..." Lorena menghela napas, menghentikan kalimat panjangnya.

"Jangan ada cinta di antara kita," kali ini bukan Lorena yang mengatakannya, tapi Rhafael yang sejak tadi diam mendengarkan kata-kata Lorena.

Sakit. Tapi nggak papa kalo cuma segini. Akan lebih sakit lagi kalo perasaan mereka mulai hadir, tumbuh semakin besar. Dan saat yang mungkin nggak akan bisa dilalui dengan mudah adalah saat dimana mereka harus berpisah. Siapa sih yang mau pisah sama orang yang kita cintai? Dan merubah cinta jadi benci? Nggak ada. Tapi toh kenyataannya ada yang kayak gitu. Dan nggak perlu cari jauh-jauh, Lorena udah ngeliat kenyataannya di depan matanya. Orang-orang yang begitu mendewakan cinta, menghalalkan segala cara supaya bisa bersatu, seolah mereka nggak akan terpisahkan. Tapi kenapa waktu mereka pisah, meraka nggak berani saling tatap. Kemana cinta yang katanya selalu ada bersama mereka. Semua itu, cuma omong kosong yang disebar-sebarkan.

Lorena sadar, sejak awal pertemuannya dengan Rhafael adalah sesuatu yang nggak diinginkan, jadi jika ada cinta yang hadir. Bukan orang lain yang lebih terluka, melainkan dirinya.

"Gue mau keluar. Nanti malem baru balik, kalo lo nggak mau masak, nggak usah masak." kata Rhafael setelah keheningan yang cukup lama.

***

"Daddy kok gitu siiih," Lorena mencebik kesal sambil selonjoran di lantai ruangan daddynya.

"Kamu yang kok gitu. Diri! Ngapain ngerengek kayak gitu," Darren pun sedari tadi nggak ngelihin tatapannya dari dokumennya.

"Lore nggak mau kerja disini! Lorena nggak mau!" teriak Lorena.

"Harus mau! Daddy nggak nanya kamu mau apa nggak, daddy nyuruh kamu." Baik Lorena maupun Darren nggak ada yang mau kalah. Lorena memutuskan untuk pergi dari kantor daddynya dan masuk ke kafe dekat kantor daddynya.

Darren menyuruh putrinya itu untuk mengisi jabatan wakil direktur karena wakil direktur sebelumnya resign dari kantor. Lorena menolak, dia nggak mau kerja kantoran apalagi sama daddynya. Kenapa sih daddy selalu aja maksa Lorena buat ngelakuin sesuatu yang nggak dia suka? Nikah sama Rhafael. Emang Darren pikir Lorena suka nikah sama Rhafael, NGGAK! Sama sekali nggak suka. Tapi apa? Apa Darren sekali aja dengerin Lorena. Iya, selama ini Lorena jadi anak nakal yang suka nyusahin orang tua. Tapi inget dong, siapa yang bikin Lorena kayak gini. Kalo aja Darren sama Wedari nggak sama-sama egois dan lebih perhatian, mana mungkin Lorena memilih jalan yang salah? Orang tua selalu nuntut anaknya jadi sempurna, tanpa mereka berpikir perasaan anaknya.

Lorena cape kalo harus hidup kayak gini. Dijauhin orang, nggak punya temen, selalu diremehin, emang siapa yang mau hidup kayak gitu?

Dengan sedih Lorena menyeruput minumannya. Ingatannya kabur ke saat-saat dimana Darren dan Wedari bertengkar setiap hari. Mereka bahkan pake bahasa kasar dan vulgar padahal Lorena ada di sekitar mereka. Dimana otak Lorena mampu mengingat semuanya. Wedari, sebagai seorang ibu dan wanita harusnya bersikap lemah lembut. Bukannya malah ngebantah dan kasar. Sejak kecil Lorena udah menampung segala macam contoh buruk dari orang tuanya. Dan sampai sekarang Lorena akan terus ingat.