Keberadaan Johny dan Revkan yang nggak kunjung ditemukan membuat Rhafael dan Garry berinisiatif buat nyari mereka keluar dari rumah Johny. Garry dan Rhafael berpencar buat nyari mereka. Rumah Black jauh dari pemukiman warga. Hanya ada kebun teh di kejauhan dan hutan pinus di belakang rumahnya. Suasana seperti di puncak Bogor. Udara dingin malam hari nggak lantas menyurutkan semangat Rhafael buat nyari Lorena.
Rhafael berlari ke arah kebun teh yang terasa sepi. Nggak lama, dia denger suara teriakan seseorang. Suaranya mirip kayak suaranya Lorena. Dia terus berlari, mencoba mencari keberadaan Lorena. Sedangkan Garry, ternyata dia udah bareng-bareng sama Billy lagi.
"Lo yakin Johny Black lari ke sini? Kok gue makin sangsi, tuh orang nggak biasanya malah kabur dari gue." kata Billy.
"Nggak tau juga, Boss. Namanya juga orang gila." kata Garry.
Jalan pikiran Johny Black, emang nggak ketebak. Apalagi sekarang anaknya lagi bawa kabur Lorena entah kemana. Berbeda dengan Billy dan Garry, Rhafael ngeliat seseorang sedang berlari ke arahnya. Dan ketika semakin dekat, Rhafael tau orang itu adalah Lorena. Dia segera berlari menghampiri Lorena yang berlari sambil terseok-seok.
"Na!" panggil Rhafael.
Lorena membulatkan matanya, sekuat tenaga ia mencoba tetap kuat, berlari ke arah Rhafael sebelum Revkan bisa nemuin dia lagi. Rhafael merengkuh tubuh rapuh Lorena. Memeluknya dengan erat dan mengecupi puncak kepalanya. Lorenanya yang malang, Ya Tuhan... Betapa buruk kondisi Lorena sekarang?
"Rhaf, gu-gue..." rintih Lorena, terhenti karena nggak sanggup lagi bicara.
"Ssst... Udah ya, lo udah sama-sama gue lagi." Lorena mengangguk. Rasanya sangat hangat dan nyaman di pelukan Rhafael.
"Rhaf, nggak seharusnya lo ada di sini. Revkan sama bapaknya itu gila, Rhaf. Mereka nggak normal, jadi gue mohon lo pergi. Gue nggak papa." kata Lorena sambil tersedu. Rasanya Lorena nggak rela kalo Rhafael sampe terluka sedikit aja. Tapi kemudian Rhafael menggeleng, dia mempererat pelukannya pada Lorena.
"Nggak usah ngebacod yang aneh-aneh, gue nggak akan ninggalin lo mulai sekarang." kata Rhafael sambil meremat rambut Lorena.
Lorena melepaskan pelukan Rhafael dan menatap wajah Rhafael yang sangat dia rindukan. Kenapa ya, dulu dia kesel banget ngeliat muka Rhafael? Kenapa dulu dia benci banget sama Rhafael. Padahal Rhafael itu ganteng, romantis, dan penyayang. Lorena mengelus pipi Rhafael dengan sayang.
"Gue ada berita bagus," kata Lorena sambil tersenyum simpul. "Turunin telinga lo, gue bisikin." Rhafael menurunkan telinganya. Meski bingung dengan sikap Lorena yang aneh, tapi Rhafael nggak protes.
"Dedek nggak sabar pengen ketemu ayahnya..." bisik Lorena. Setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya.
Rhafael yang denger itu otomatis jadi terkejut bukan main. Dia kembali memeluk Lorena, "lo hamil?" tanya Rhafael untuk mastiin, Lorena mengangguk. Tapi kemudian tiba-tiba Lorena melepaskan pelukan Rhafael dan dengan keras dorong Rhafael menjauh darinya. Sesaat kemudian, Rhafael bisa denger suara dentuman keras di hadapannya. Darahnya surut dari mukanya. Sekujur tubuhnya kayak dipaku di tanah, dengan air mata yang entah sejak kapan menetes dari matanya, Rhafael mencoba berdiri.
Nggak jauh darinya, tubuh Lorena tergeletak dengan darah menggenang. Lorenanya, tidur di tanah yang kotor. Rhafael nggak terima. Dia langsung menghampiri Lorena, mengangkat kepala Lorena dan membawanya ke pangkuannya. Di usapnya wajah Lorena. Pikirannya blank.
"Na, kok lo tidur di sini sih... Kita pulang aja yuk... Lo pasti capek." kata Rhafael sendu. Nggak menghiraukan keributan di sekitarnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter Sweet Destiny [MDS ¦ 2]✔
RomanceMarriage Disaster Series : 1. My Broken Wife 2. Bitter Sweet Destiny 3. That Woman 4. TBA *** "Nikah aja dulu, kawinnya entaran juga nggak apa-apa. Gitu kok repot." {\__/} ( • - • ) /> < \ NIKAH DULU *** Maun...