Komen perparagraf ya gengs. Tembus 500 komen aku langsung up lagi tanpa nunggu besok.
.
.
.
.Ayah kangen Rimay, katanya belum kenalan sama menantunya. Rimay pulang ya, bawa suami Rimay juga. Ayah ingin pamer sama tetangga.
Sudah kuduga. Apakah memiliki menantu adalah sesuatu yang membanggakan? Padahal Ayah masih muda, usianya baru 36 tahun. Kalau ahjussi Korea masih hot. Paman yang mengangkatku menjadi anak ketika usianya sama sepertiku saat ini, masih ingat betul ketika beliau kuliah dan aku merengek minta ikut.
Rasa trauma yang diakibatkan Mama begitu mendalam, susah tidur dan tanpa sadar mengurung diri di lemari setiap ada orang asing. Ah, masa-masa itu sangat sulit kulalui jika tanpa Ayah.
Kalau aku sendirian aja nggak apa-apa kan Bun? Mas Ravin orang sibuk, nggak yakin bisa ikut.
Dengan sifat Presdir yang seperti anti dengan orang miskin, terlalu mengerikan membawanya ke rumah. Lalu mengenalkan ke tetangga? Pasti malah membuat malu. Lebih baik aku saja yang pergi.
Ayah mintanya sama suamimu juga, masak sih menantu sekali saja nggak mampir ke rumah mertua? Tolong Rimay bujuk ya.
Aku menutup ponsel, mengembuskan napas berat. Sangat sulit mengatasi Presdir. Waktu adalah uang baginya, mana mungkin mau.
Laptop putih ditutup, makalah sudah disimpan. Besok tinggal disetor ke ketua kelompok. Saat ini Presdir pasti di ruangannya, aku berjalan mengambil hijab terusan dan keluar kamar. Sepi, hanya ada beberapa pengawal yang terlihat berlalu lalang di luar rumah. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Perlahan aku menaiki tangga menuju lantai 3. Ruangan bernuansa pastel selalu terlihat mewah, aku mengetuk pintu.
"Masuk," jawabnya dari dalam.
Aku membuka pintu, mengintip sebelum masuk. Presdir sedang duduk dengan mata yang fokus ke kertas di depannya. Saat seperti itu pun aura tampannya masih bersemayam.
Aku paling suka ketika Presdir hanya memakai baju biasa dan bukan jas. Aura gantengnya terlihat sempurna. Sungguh tidak baik untuk kesehatan jantung."Mas, aku mau minta ijin pulang ke rumah orang tuaku. Mereka minta Mas ikut, tapi kalau Mas sibuk nggak ikut juga nggak papa."
Presdir menaruh kertasnya, matanya beralih menatap ke arahku. Tanganku ke belakang, seperti murid yang menghadap guru. Ruang kerja Presdir bersebelahan dengan perpustakaan rumah. Ada pintu yang langsung menghubungkan ruangan ini dengan perpus. Aku pernah mencoba menempelkan telinga di tembok perpustakaan supaya bisa mendengar suara Presdir yang berada di ruangan ini.
Belum ada jawaban dari Presdir, bisa jadi dia tidak memberi izin. Memang, ketika keluar rumah pengawalanku diperketat. Hanya saja beberapa hari yang lalu aku merengek supaya kedua pengawalku jangan memakai baju formal dan mengikuti dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada Apa Dengan Presdir? END
Romance(FOLLOW DULU SEBELUM BACA) Bukan karena cinta, perjodohan, ataupun janin yang butuh status. Tapi Kenapa aku bisa menikah dengan dia? Pagi itu ketika aku membuka mata, aku terkejut melihat seorang pria tampan sedang tertidur pulas di sampingku. Bul...