49. Luka Yang Kau Sembunyikan

22.9K 3.7K 328
                                    

Ramaikan lewat komen ya gengs

.
.
.
.
.

Di depan semua orang Rimay selalu ceria, tidak pernah menunjukkan bahwa dia terluka. Menyembunyikan perasaannya serapat mungkin sampai Ravin yang sudah tinggal bersama tidak sadar.

Senyuman yang hangat setiap hari, sikap cerita seolah tanpa beban, optimis dan berpikiran positif. Siapa yang menduga bahwa semua itu hanya untuk menutupi sesuatu?

Hal yang Ravin sesali adalah Rimay tidak membuka hati untuknya, belum percaya atau tidak mau menunjukkan sisi aslinya. Di antara dua hal itu. Rimay masih menganggap dia orang lain. Cukup menyedihkan.

"Aku ambilin makan ya?" tanya Ravin. Tangannya meraba pintu lemari.

Sudah tiga jam Rimay berada di dalam sana, mengurung diri tidak mau keluar. Hanya isak tangis yang terdengar, ketika Ravin paksa keluar Rimay malah kesulitan bernapas. Dia butuh ruang sempit dan gelap. Di dalam lemari cukup menenangkannya. Luka Rimay seperti tidak mampu dia raih sedikitpun.

Perdebatan dengan anak kecil di depan hotel membuat emosi Rimay tak terkendali. Dia sampai mengatakan kalimat yang mengejutkan Ravin tentang ibu kandungnya. Rimay memasukkan ibu kandungnya ke penjara memakai tuduhan palsu.

Ravin percaya Rimay tidak mungkin melakukan hal itu jika tidak ada sesuatu yang mendesak. Selama ini Rimay selalu baik terhadap orang lain, jadi tidak mungkin berlaku jahat kepada ibu kandungnya sendiri.

"Wanita yang tidak menyayangi anaknya tidak pantas disebut ibu," kata Rimay.

"Itu bagimu yang nggak punya rasa terima kasih! Kembalikan ibuku sekarang!" Teriak gadis kecil.

"Ibumu layak dibuang dan disingkirkan, aku tidak akan mengembalikan ibumu!"

"Dasar tidak punya hati! Apa benar kamu seorang anak?!"

Perdebatan terus berlanjut sampai Ravin menyuruh pengawal menyingkirkan anak itu, membawa Rimay kembali ke dalam hotel. Setelah anak itu pergi, Rimay kesulitan bernapas. Dadanya memburu sakit. Dia menangis dan memukul dadanya sendiri. Ia kembali ke kamar dan mengunci diri di dalam lemari, sesuatu yang tidak bisa Ravin pahami.

Tak ada jawaban dari dalam lemari, padahal ia yakin Rimay mendengar ucapannya. Menenangkan diri saja tidak bisa, bagaimana mungkin Rimay memikirkan makan?

Ravin melihat ke arah jam dinding, jam makan siang sudah lama terlewat. Padahal biasanya Rimay suka sekali makan, dia selalu lahab dan bilang bisa makan adalah anugerah. Karena di luar sana banyak sekali orang yang tidak bisa makan.

"Aku tunggu kamu di sini, kamu nggak sendirian, Rimay. Aku akan menunggu sampai kapan pun."

Punggung Ravin disederkan di pintu lemari. Jika Rimay tidak makan, bagaimana bisa dia makan? Dia akan menahan lapar sama seperti istrinya.

Jalan-jalan ke alun-alun tidak bisa dilakukan, besok mereka harus kembali ke Jakarta. Liburan sudah selesai, Ravin harus kembali bekerja begitu juga Rimay yang masuk semester baru. Hari terakhir liburan malah seperti ini.

Nanti ketika Rimay sudah merasa lebih baik, dia akan mencoba membahas masalah ini. Jika perlu, ia akan meminta Rimay ke psikiater. Trauma yang berkepanjangan tidak mudah dihilangkan begitu saja. Ravin tidak mau Rimay tersiksa seuumur hidup.

"Rimay, kamu belum salat zuhur, sebentar lagi waktu zuhur habis."

Sekarang hampir jam 3 sore, Rimay masih diam sekalipun tidak ada suara tangisan. Dia mencoba mengingat kembali kenapa Rimay bertingkah aneh sejak kemarin.

Dimulai bertemu wanita yang dia kirim ke Amazon. Ah, dia tidak sadar bahwa wanita itu memakai gaun berwarna merah. Bukankah Rimay tidak bisa melihatnya?

Ada Apa Dengan Presdir? ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang