31. Novel

53.5K 7.5K 511
                                    

Komen perparagraf ya gengs. Biar aku semangat update tiap hari. Makasih.
.
.
.

...

Aroma soto memenuhi penciuman Ran, ketua OSIS SMA Bakti Pekerti itu sedang mencampurkan nasi ke dalam soto. Ia mengaduknya pelan sebelum mencicipinya. Kurang pedas, Ran menambah satu sendok sambal. Mengaduk lagi sampai menemukan rasa yang pas.

"Kak Ran, setelah selesai makan aku mau ngomong bentar."

Mendengar itu Ran menoleh, mendapati siswa kelas 10. Hanya ada beberapa anak kelas 10 yang ikut dalam kepengurusan OSIS. Jadi Ran sangat hafal siswa yang sedang mengajaknya bicara saat ini.

"Herman, ngomong sekarang aja. Sini duduk. Kamu udah makan siang belum?"

Herman menggeleng, kemudian duduk di samping kursi Ran. Gadis itu makan sendirian karena telat ke kantin, rombongannya sudah selesai makan dari tadi dan meninggalkannya sendirian.

"Sekarang aja ngomongnya, bentar lagi bel masuk. Nggak papa ya aku sambil makan?"

"Nggak papa, sebenernya aku cuma pingin bilang kalau kegiatan di tim basket padat. Susah bagi waktu antara ngurus OSIS dan latihan basket, jadi aku ingin mundur dari pengurus OSIS."

Mendengar itu Ran mengangguk pelan sembari tetap memakan sotonya, tak lupa ditiup lebih dulu. Sepuluh menit lagi bel berbunyi. Waktunya benar-benar sempit untuk makan.

"Yakin nggak nyesel keluar dari pengurus OSIS?" tanya Ran lagi, masih mengunyah. "Coba pikirin dulu baik-baik."

Menjadi ketua OSIS tidak semudah dan sekeren yang dibayangkan. Jadwalnya sangat padat, bahkan sering berbenturan dengan jam belajarnya sendiri. Akan tetapi dia harus berada di posisi ini, selain untuk kualifikasi masuk universitas. Juga karena ingin dipandang oleh seseorang yang spesial baginya.

"Oy! Lo bukan yang namanya Ran?"

Mendengar namanya disebut membuat Ran menoleh, mendapati orang yang ia kagumi sejak dulu. Pemuda dengan tubuh tinggi dan berwajah rupawan. Tanpa sadar Ran sampai tersedak hingga matanya memerah.

"Uhuk huk."

"Minum dulu, Kak." Herman memberikan es jeruk di samping mangkok.

Segera Ran meminumnya sembari terus memukul dada. Mencoba mengurangi efek tersedak.

"Iya, aku Ran. Ada apa Kis?"

Okis mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu, kemudian meletakkan di meja dengan kasar.

"Ini harga novel lo yang dipinjem Mbak Rimay."

Ran mengernyitkan dahi, tak mengerti kenapa Okis memberinya uang. Ia berdiri, meninggalkan mangkok soto yang masih setengah. Bertatapan dengan pemuda berbadan tinggi tersebut.

"Aku nggak minta uang, aku cuma minta novelku dikembalikan soalnya itu ada TTD dari penulisnya."

"Novel lo ilang, makanya gue ganti."

"Eh, kok bisa ilang?"

"Gue lupa naruh. Ambil aja tu duit dan beli lagi," ucap Okis menggampangkan.

Ran berkacak pinggang, masih belum menerima uang dari Okis. Lebih tepatnya dia tidak mau. Tak semudah itu ikut PO novel dari penulis kesayangannya. Apalagi TTD itu eksklusif tulisan langsung yang hanya didapatkan 10 orang tercepat PO. Kalau hanya membeli di toko buku, Ran juga bisa beli sendiri dengan uang jajan.

"Kalau uang mah aku juga punya, aku bakal ngomong ke Mbak Rimay kalau nggak butuh uang itu. Ambil lagi uangnya."

Ran mengambil uang sepuluh ribu dari sakunya dan menaruhnya di meja, masih ada Herman di sana. Menyaksikan perdebatan dua kakak kelas pentolan sekolah.

Ada Apa Dengan Presdir? ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang