35. Pas Kok

53.9K 7.4K 1.1K
                                    

Jangan lupa komen perparagraf ya gengs. Makasih
.
.
.
......

Pertanyaan Okis dan pelukannya membuatku terkejut, anak yang dulu membenciku, berteriak supaya aku meninggalkan rumah ini. Sekarang sikapnya hangat dan peduli. Aku tercengang.

Tapi semua orang bisa berubah, tak terkecuali Okis. Kabar dari Ran, frekuensi membolos Okis tak sebanyak dulu. Alhamdulillah, aku sangat bersyukur. Tinggal memikirkan cara agar dia mau belajar.

Ran memberi tawaran supaya dia saja yang menjadi guru privat Okis, menurutku itu bukan ide yang buruk. Ran pintar dan berprestasi, pasti sisi positif Ran bisa menular ke Okis. Aku harap begitu.

"Kamu mikir apa sampai sisir terbalik seperti itu?"

Mendengar pertanyaan itu aku melihat sisirku, dan benar saja sisirnya terbalik. Aku menepuk jidat, kemudian menyelesaikan acara menyisir rambut dengan cepat. Menyimpan rambutnya di buku supaya tidak hilang. Besok ketika datang bulan selesai dan mandi suci harus ikut dibersihkan, itu ajaran Bunda.

"Aku mikir soal Okis," jawabku.

Terlihat dari cermin, Presdir sedang membaca sesuatu di iPadnya. Duduk dengan kaki di atas meja dan punggung bersandar di sofa. Tak jauh dariku.

"Jangan mikirin dia, kamu hanya perlu memikirkanku."

Bahkan ketika jawaban sok sweet seperti itu pandangan tetap di layar. Tak menoleh kepada istri cantiknya yang seperti bidadari ini. Ntah kenapa saat bersama Ji Ho aku merasa buluk tapi saat bersama Presdir aku merasa cantik.

Aku meletakkan sisir, berjalan menuju sofa dan duduk di sampingnya. Sudah mengenakan baju tidur. Siap untuk muah-muahan di atas kasur bersama suami Presdir yang super ganteng.

Tadi sore, saat Presdir menanyaiku mengenai trauma masa kecil. Aku hanya diam. Lebih tepatnya aku meminta dia memberiku waktu. Tak semudah itu membuka luka lama. Lebih baik disimpan dulu.

"Aku cuma mikir ngasih guru privat ke Okis."

"Dia itu pintar, nggak perlu guru privat."

Presdir mengatakan itu seolah dia mengurus Okis dengan baik selama ini. Faktanya dia tak tahu bahwa Okis sering membolos dan malas belajar. Secerdas apapun anak jika tidak belajar tidak mungkin bisa pintar.

"Tapi nilai dia buruk, aku dapat laporan dari teman sekolah dan gurunya."

Kali ini Presdir menoleh ke samping, memandang lekat bola mataku. Aduh, tatapannya sangat tampan.

"Akan aku kasih pelajaran anak itu," ucap Presdir marah. Meletakkan iPadnya dan hendak berdiri.

Aku menarik tangannya supaya duduk lagi. "Aku aja yang ngurus Okis. Mas percaya padaku, 'kan?"

Presdir diam cukup lama, mungkin mencoba meyakinkan diri sendiri tentang apakah aku bisa mengurus Okis atau tidak. Halaan napas berat terdengar darinya.

"Baiklah," ucapnya kemudian.

Ia mengambil buku di meja. Kali ini kakinya tetap memakai sandal di lantai. Dia membaca buku.

Malam ini aku memakai lipstik merah, siap untuk muah-muahan dengan Presdir. Tapi kenapa dia tak berkomentar apapun. Apakah nafsu ini hanya milikku sendiri? Kecewa rasanya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ada Apa Dengan Presdir? ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang