Ravin tahu bahwa sudut pandangnya dan Rimay jauh berbeda, kehidupan mereka bagai atmosfer dan inti bumi. Terlalu jauh dan sulit bersatu. Orang yang suka kemiskinan berbanding terbalik dengan dia yang benci orang miskin.
Selama ini Ravin selalu berpikir, kalau hidup hanya untuk menderita dengan kemiskinan, bukankah lebih baik mati saja? Kenapa orang-orang itu terus bertahan hidup, padahal hanya nyampah di dunia? Andai orang-orang miskin sadar diri, pasti tidak akan ada orang miskin di dunia ini.
Namun, di mata Rimay orang miskin sama berharganya. Selalu membantu mereka padahal bukan keluarga. Ravin tidak suka hal itu.
"Turunin aku, Mas!" Rimay terus memukul punggungnya.
"Matamu itu suka jelalatan dan berlari sembarang, besok aku harus mengikatmu supaya aman."
"Aku bukan anjing! Ngapa diikat?!"
"Seharusnya kamu diam saja di sampingku! Nggak usah membuat masalah seperti tadi sampai ditampar orang rendahan!" ucap Ravin keras.
Dia tidak memedulikan pandangan orang, terus berjalan ke hotel. Emosi terhadap Rimay sulit diatur, padahal sudah berulang kali ia mengatakan bahwa posisi Rimay sekarang bukan lagi kaum rendah. Wanita itu adalah istri Ravinio Surya Diningrat sekaligus Nyonya besar Finansial Grup. Seharusnya bisa menyesuaikan diri.
Tidak boleh lagi berkumpul bersama kaum rendah dan miskin, harga diri Finansial Grup bisa jatuh di mata konglomerat lain. Ravin tidak mau hal itu terjadi.
Mereka sampai di hotel, Ravin menurunkan Rimay saat berada di dalam lift. Mata wanita itu marah padanya, berkaca-kaca hendak menangis. Selama ini Ravin benci orang lemah, tetapi dia sendiri lemah di hadapan Rimay.
Dia benci orang cengeng, biasanya langsung menyingkirkan orang tidak berguna yang hanya menyusahkan hidupnya, tetapi wanita ini berbeda. Ravin malah merasa tidak bisa hidup tanpanya.
"Mas Ravin jahat nganggep aku anjing," ucap Rimay, dia menangis kencang seperti anak kecil.
Jika sudah seperti ini, Ravin benar-benar kalah. Dia tidak kuasa melihat tangisan wanita yang dicintai.
Kelemahan terbesarnya adalah Rimay."Anjing 'kan lucu," kata Ravin, mencoba menenangkan.
"Anjing rabies nggak lucu!"
"Tapi kamu kan nggak rabies."
"Berarti Mas beneran nganggep aku anjing?!" Tangisan Rimay semakin kencang.
Ravin kebingungan, dia tidak tahu caranya menenangkan orang menangis. Mulut Rimay terbuka lebar hingga mampu menjadi tempat lalat berkembang biak. Secara refleks Ravin memasukkan keempat jarinya ke dalam mulut Rimay.
Membuat Rimay terkejut hingga tersedak, tangisannya berhenti tapi berubah menjadi pukulan di lengannya.
"Mas jahat banget sih!"
Ravin hanya tertawa melihatnya, dulu Rimay ketakutan setiap melihatnya. Sekarang wanita itu berani memukulinya seperti ini.
"Jangan nangis, ntar dikira kuntilanak."
"Ih, Mas Ravin nyebelin."
Dia imut, bertubuh kecil dan menggemaskan. Selalu saja tingkahnya membuat Ravin heran. Meskipun begitu, dia suka dan merasa terhibur. Hidup Rimay seperti tidak ada beban sama sekali. Berbeda darinya yang harus menyelesaikan proyek penting dan pusing.
Pulang ke rumah selalu hanya untuk tidur, itu pun jarang. Tidak ada yang spesial dari rumah. Hanya Okis yang sama-sama pendiam. Anak itu tidak menarik untuk diperhatikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada Apa Dengan Presdir? END
Romance(FOLLOW DULU SEBELUM BACA) Bukan karena cinta, perjodohan, ataupun janin yang butuh status. Tapi Kenapa aku bisa menikah dengan dia? Pagi itu ketika aku membuka mata, aku terkejut melihat seorang pria tampan sedang tertidur pulas di sampingku. Bul...