55. Tidak Lupa

22.3K 3.8K 787
                                    

Ramaikan lewat komen ya gengs
.
.
.
.
.

Hati Ran terasa melayang ke atas awan, bersatu dengan burung-burung yang terbang. Dibonceng Okis bagaikan perjalanan ke surga. Setelah ini Ran tidak ingin mandi supaya aroma Okis tetap melekat. Meskipun cowok incarannya ini suka dengan anak kelas satu, tetapi mereka belum pacaran. Setajam apapun tikungannya, masih ada kesempatan.

Ia merekatkan tangannya di tubuh Okis, menyukai aroma punggung cowok pujaan. Namun, motor malah menepi, Okis menaikkan kaca helmnya. Menoleh ke belakang.

"Jangan remesin pentil gue, anjir!"

Ran segera melepaskan tangannya dari dada Okis. Hilaf. Terlalu senang meraba tubuh Okis yang kekar. Tanpa sadar malah meremas pentil kecil.

"Hehe, maaf. Nggak sengaja."

Sekarang Kirana pegangan dengan benar, tanpa meraba lagi. Perjalanan dilanjutkan menuju Depok. Ran menunjuk arah berputar supaya lebih lama sampai.

"Kis, kita udah kelas tiga ya. Bentar lagi lulus."

Okis tidak menjawab, masih fokus menyetir.

"Anak kelas satu masih bau kencur, sementara kita udah harus mikirin mau kuliah di mana." Lanjut Ran.

"Lo ngomong apaan sih?"

"Nggak, cuma mau ngasih tau aja. Kalau mau cari pacar, mending sama anak kelas tiga aja kayak aku."

"Gue nggak cari pacar. Lo diem deh, gue nggak fokus nyetir."

"Berarti kamu nggak pacaran?"

"Siapa juga yang pacaran!"

"Hehe, iya pacaran itu nggak guna. Mending belajar bareng aku, ya."

"Ck."

Okis hanya fokus pada Rimay tidak peduli perkataan Ran, dia merindukan mantan kakak iparnya itu. Juga mie instan dengan dua telur yang sering mereka makan bersama. Walaupun dia mencoba memakannya lagi dengan bumbu yang sama, tetapi rasanya tetap berbeda. Tidak ada Rimay.

Rumah Rimay sudah terlihat, Ran menunjuknya. Rumah sederhana khas orang miskin. Di sanalah kakak iparnya tinggal dengan kemiskinan. Membuat hati Okis sedih.

"Ayo, Kis. Masuk." Ran turun dari motor. Duluan menuju pintu masuk.

Okis mengikuti dari belakang, sekarang dia tahu kenapa kakaknya menahan hati supaya tidak menemui Rimay. Takut menangis. Takut tidak bisa mengontrol hati, itu yang dia rasakan sekarang. Jantungnya berdebar menunggu pintu dibuka.

Rasa rindu yang ditahan, perasaan sayang yang ingin disampaikan. Okis menahan semua itu, supaya Rimay bisa menjalani hidupnya dengan tenang. Itu permintaan kakaknya, jangan membuat Rimay berharap untuk sesuatu yang belum pasti. Nanti bisa menyakiti Rimay sendiri. Wanita itu harus segera move on dan menjalani kehidupan normal.

Namun, Rimay merindukannya. Ingin dia berkunjung. Okis hanya memenuhi undangan dengan sedikit niat melepas rindu. Jadi dia pikir tidak masalah.

"Assalamualaikum, Mbak Rimay." Sapa Ran. Celingukan, mengintip lewat jendela.

Tak lama kemudian pintu dibuka, menampilkan Rimay dengan wajah kusam. Terlihat seperti anak rebahan sejati.

"Waalaikumsalam," jawabnya. Terkejut melihat Okis di samping Ran.

"Mbak...," panggil Okis sembari tersenyum tipis.

"Okis, Mbak kangen banget sama kamu."

Mereka berpelukan sejenak, lalu masuk ke dalam rumah. Ruang tamu sederhana dengan perabotan biasa. Orang tua Rimay sedang jualan di pasar, sementara adik laki-lakinya main di rumah teman.

Ada Apa Dengan Presdir? ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang