51. Rencana Masa Depan

20.5K 3.8K 914
                                    

Ramaikan lewat komen ya gengs
.
.
.
.

Mata kami bertatapan, dia masih diam seperti tidak mau menjawab pertanyaanku, aku menahan air mata sekuat tenaga. Dia adalah cintaku. Kalau dia meninggalkan aku maka sungguh tidak ada lagi yang tersisa.

Kalau ditanya di mana akal sehatku? aku tidak bisa menjawab. Perasaan untuknya sungguh memenuhi dada.

"Jangan nangis," ucapnya. Memegang pipiku.

"Mas pilih Dokter Valerie?"

"Nggak, hanya saja. Kau tahu posisi kita sangat sulit. Mungkin ini aneh buat kamu, tapi untuk orang-orang seperti kami yang tidak punya kebebasan untuk memilih pasangan. Hal ini harus dilakukan."

"Langsung ke intinya," ucapku.

Sejak kapan dia suka bicara berputar di tempat, aku ingin dengar apa yang sebenarnya terjadi. Apa keputusannya tentang hubungan kami?

"Aku akan menikahi Valerie secara hukum dan punya bayi tabung, kami akan menjadi suami istri di depan umum, tapi aku nggak akan ninggalin kamu," jawabnya.

"Maksudnya aku akan jadi simpanan?"

"Kenapa kamu bicara seperti itu? Kamu akan tetap jadi nyonya rumah ini. Kamu memiliki kekuasaan yang sama seperti Valerie, bahkan sejak awal pernikahan aku memberikan 5% sahamku untukmu bukan Valerie."

"Tapi kenapa nggak bicara dulu sama aku? Kenapa Mas selalu memperlakukanku seperti barang? Apa Mas lupa kalau aku manusia? Aku wanita yang hatinya bisa sakit."

Aku tidak bisa menahan tangisan, dia masih saja egois. Apakah dia sadar bahwa menjadikanku simpanan sama saja memblokir hidupku dari dunia luar, aku tidak akan bisa menghadiri acara apapun dan hanya bisa jadi bonekanya.

Lalu omongan orang, bagaimana dengan orang tuaku yang selalu tanya kapan Presdir akan menggelar pesta pernikahan? Kapan punya cucu? Apa yang harus kukatakan pada mereka nanti tentang suamiku yang menikahi wanita lain?

Aku hanya pajangan yang selalu harus menuruti semua keinginan Presdir. Seharusnya kalau dia tidak bisa mempertahankan hubungan kami, lepaskan saja aku. Bukan mengikatku seperti anjing.

"Aku tahu, aku sangat tahu, tapi tidak ada cara lain. Maaf, aku mohon kamu bersabar dan mengerti."

Dia memelukku yang menangis sesenggukan. Rasa hangat tubuhnya tidak bisa membuatku tenang. Akal sehatku berkata supaya pergi, namun hatiku yang sangat mencintainya menahan supaya bertahan lebih lama.

Malam itu, aku bertekad supaya menyiapkan diri. Harus siap jika sewaktu-waktu pergi. Surat perceraian sudah dia sodorkan. Bercerai secara hukum bukan agama. Mulai dari sini pernikahan kami hanya siri.

Padahal pesta pernikahan belum diakan eh malah sudah cerai, miris sekali ya. Tanpa minta pendapatku pula. Aku diceraikan sepihak.

Aku adalah orang yang tahu kapan harus mundur, sekarang aku bersiap mundur karena posisi istri Presdir bukanlah untukku. Namun, aku takut terluka, takut tidak lagi bisa melihat wajah yang setiap hari aku rindukan. Ayo bertahan sebentar lagi.

"Secarik kertas tidak akan merubah apapun, aku hanya untukmu, hatiku hanya milikmu Rimay. Aku janji."

"Jangan berjanji untuk sesuatu yang tidak Mas ketahui."

Akhirnya aku menggores tinta di atas namaku, pertanda bahwa setuju bercerai. Ini terlalu cepat, sungguh. Seharusnya satu bulan atau dua minggu sebelumnya. Memberikan aku waktu untuk bersiap.

Kalau seperti ini, aku tidak berani pergi dari dia. Pasti akan merasa sangat kehilangan. Walaupun hanya sebentar, aku ingin bersamanya sampai merasa bosan dan pergi dengan kakiku sendiri.

Ada Apa Dengan Presdir? ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang