Komen perparagraf ya gengs. Makasih
.
.
.
.....Sorot mata Ravin beradu dengan Okis, tak ada yang mau mengalah. Semua pelayan yang melihat kedatangan tuan besarnya segera berbaris, wajah mereka menunduk dan saling melirik. Tak berani melihat persaingan sengit antara kakak beradik tersebut.
Hawa panas di sore hari terasa kembali, padahal matahari sudah hampir hilang sepenuhnya. Ravin melingkarkan tangannya di pinggang Rimay, mempererat tubuh mereka yang menempel.
"Apapun yang terjadi dengan istriku, itu urusanku bukan adik iparnya. Jadi bersikaplah sewajarnya adik."
Ravin menekan kata 'adik' dua kali, berusaha menegaskan posisinya dan posisi Okis. Memberi tahu kepada adiknya itu untuk wajar dalam bersikap.
"Seorang adik melindungi kakaknya, itu wajar, 'kan?" sahut Okis.
Mereka dari satu darah yang sama, yakni tak pernah mau menerima kekalahan. Okis melawan, walaupun kakaknya memang lebih berhak terhadap Rimay akan tetapi dia tak terima jika Ravin memonopoli sepenuhnya.
"Kalau ada suaminya kenapa harus adik ipar, iya 'kan sayang?" tanya Ravin. Menunduk, menatap ke Rimay yang berada dalam dekapannya.
Rimay mendongak ke atas, membalas tatapan suaminya. Perlahan kepalanya mengangguk, menyebabkan sedikit rasa kecewa di hati Okis dan kemenangan untuk Ravin.
Tangan kekar pria itu menyentuh pipi Rimay, sedikit mencondongkan badannya sampai menyentuh bibir. Ciuman Ravin mendarat sempurna di sana. Tanpa ada yang menyangka tindakan tersebut termasuk Rimay.
Semua pelayan dan pengawal yang melihat itu memalingkan wajah, tak berani melihat adegan intim majikannya. Berbeda dengan mereka, Okis malah menatap nanar. Merasa kalah sepenuhnya.
Rimay memukul dada Ravin, menyuruhnya berhenti mencium. "Banyak orang, malu."
"Kalau malu di sini. Ayo ke kita lanjutkan di kamar," ucap Ravin. Dengan cepat dia mengangkat Rimay, terasa begitu ringan seperti tanpa beban.
Gadis itu menutup wajahnya dengan tangan. Ia malu menjadi pusat perhatian. Dengan senyuman mengejek Ravin melewati Okis yang tak berdaya dan tak mampu melawan lagi. Kalah telak.
Ravin berjalan ke lantai dua, Rimay melingkarkan tangannya di leher pria itu. Wajahnya memerah karena malu, namun tampaknya dia senang. Senyuman kecil muncul di sudut bibirnya.
Setelah membaringkan tubuh Rimay di kasur, Ravin mulai mencium lagi. Kali ini ia begitu menikmatinya. Berbeda dengan tadi, sekarang sentuhan Ravin semakin lembut.
Jarum di hijab Rimay dilepas, Ravin menjelajahi leher halus nan lembut tersebut. Aroma mawar tercium di sana, pria itu menyukainya. Ketika menyentuh Rimay seperti ini, dia merasa memiliki gadis itu sepenuhnya.
"Mas, aku masih datang bulan loh. Besok baru selesai." Kata Rimay, memperingatkan.
Ravin berhenti, ia menyangga badannya dengan kedua tangan. Memandang bola mata bening istrinya. "Aku tahu."
"Apa mau nyicil dulu, dari mulai ciuman, trus ngrayah-grayah, terus cipok-cipok. Suasana kayak gini tuh enaknya hujan, angin bertiup kencang dengan kilat menyambar. Trus kita muah muah an."
Cetak!
Suara jidat Rimay yang mendapat jitakan dari Ravin."Auuhh sakit," keluh gadis itu sembari memegang jidatnya yang memerah.
"Pikiranmu kejauhan." Ravin membaringkan dirinya di samping Rimay, menyangga kepalanya dengan tangan kanan.
"Kan aku cuma bayangin kayak di drakor," ucap Rimay membela diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada Apa Dengan Presdir? END
Romance(FOLLOW DULU SEBELUM BACA) Bukan karena cinta, perjodohan, ataupun janin yang butuh status. Tapi Kenapa aku bisa menikah dengan dia? Pagi itu ketika aku membuka mata, aku terkejut melihat seorang pria tampan sedang tertidur pulas di sampingku. Bul...