"Hei, Bagaimana? Apa yang ingin di bicarakan ayahmu? Permintaan menerima project modeling lagi ya?" tanya Alexa kepada Alodia yang menghampirinya.
Alodia tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Alexa. Lalu ia berkata, "Alexa, A.. A-ku minta maaf." ucapnya.
Alexa bingung mengapa Alodia meminta maaf padanya, setahu Alexa tak ada yang salah dengan mengizinkan Alodia pergi untuk mengangkat telpon dari orang tuanya.
"Eh? Kenapa harus meminta maaf? Bukannya memang harus di angkat? Apalagi yang menelpon orang tuamu." ungkap Alexa dengan tersenyum memaklumi hal tersebut.
"Bukan, bukan itu. Tapi..." Alodia tak melanjutkan kalimatnya karena ia merasa bersalah pada Alexa, mengingat sebenarnya bukan Ayahnya yang menelpon. Melainkan Grey, kekasihnya.
"Ada apa?" tanya Alexa dengan nada pelan.
"Ayahku memintaku untuk kembali secepatnya, Aku merasa tidak enak pada Lexa karena membatalkan kencan kita. Padahal sudah sejauh ini." ucap Alodia menundukkan kepalanya karena ia tahu kebohongan yang ia buat merupakan hal yang mengecewakan.
Sejenak suasana di sana benar-benar hening, Alexa kembali tersenyum dan mencoba untuk mengerti keadaan Alodia saat ini.
Ia pun bangkit dari kursi dan berkata, "Ayo! Bukannya ayahmu memintamu kembali?" ucap Alexa tersenyum untuk menepis perasaan bersalah di dalam hati Alodia.
Alodia mengangkat kepala nya tak menyangka, semudah itu Alexa menanggapi kebohongan nya yang teramat mengecewakan. Tak sepatah kata pun yang dapat Alodia ucapkan menanggapi sikap Alexa yang begitu mengerti keadaan dirinya. Ia tatap jelas wajah Alexa yang berada di sampingnya itu, ketika berjalan berdampingan. Semula raut wajah riang Alexa sirna menjadi datar tanpa ekspresi.
Alodia paham, Alexa pasti kecewa dengan gagalnya kencan mereka. Jika saja ia menjadi Alexa dan mengetahui kenyataan yang sesungguhnya, mungkin Alodia akan memasang raut wajah yang sama, atau bahkan melebihi ekspresi pada wajah Alexa yang sekarang. Alodia terus menundukkan kepalanya berpikir keras bagaimana untuk membuat perasaan Alexa membaik. Sejenak Alodia melirik ke dalam toko Aksesoris.
Ia memutuskan untuk masuk kedalam toko tersebut. Tak lama ia berjalan, Alexa tak menyadari bahwa Alodia telah menghilang di sampingnya. Ia mulai memutar kepalanya mencari Alodia yang menghilang di tengah kerumunan pengunjung mall. Alexa memutuskan untuk tetap menunggu dimana ia kehilangan sosok Alodia yang berjalan bersamanya.
Alexa menghela nafas berat dan bicara di dalam hati,
"Apa dia sudah pulang duluan karena terburu-buru ya? Ku tunggu saja, mungkin dia kembali di telpon oleh ayahnya""Sayaaang! Huft! Huft! Maaf menunggu lama, Aku membelikan ini untukmu." ucap Alodia tersengal karena kelelahan berlari.
Alexa menatap tangan Alodia yang terbuka untuk menunjukkan sebuah gelang lucu berwarna hijau, di selimuti rajutan tali berwarna hitam di atasnya. Ia tersenyum manis karena Alodia telah bersusah payah mengobati rasa kecewa di dalam hatinya.
"Hmmm, Terima kasih. Tapi aku rasa kamu tak perlu repot-repot untuk memberiku sebuah hadiah sebagai permintaan maaf. Aku rasa memang sudah sewajarnya menuruti permintaan orang tua 'kan?" ucap Alexa tak melepas senyum di wajahnya.
Alodia tak peduli dengan ucapan Alexa, ia memasang gelang yang baru saja ia beli pada pergelangan tangan kiri Alexa dan berkata, "Aku benar-benar minta maaf, tapi lain kali kencan kita tak akan berakhir seperti ini lagi." ucap Alodia ikut tersenyum.
Alexa tak tau harus berkata apa, perasaan yang semula membuat dadanya sesak hilang seketika. Ia pun menggenggam tangan Alodia dan berkata, "Ayo kita pulang!" ucapnya.
Lewat anggukan kecil Alodia menjawab perkataan Alexa dan mereka pun berjalan menuju pintu keluar Scheldebuurt Mall. Namun saat mereka telah sampai di lobby depan, Alodia melepaskan genggaman tangannya dengan Alexa.
"Hmm Lexa, Sepertinya aku akan di jemput oleh ayah. Maaf ya. Apa Lexa akan marah, kalau harus pulang jalan sendirian?" ucap Alodia tiba-tiba.
"Oh begitu! Benar juga ya! Ayahmu menyuruh untuk segera pulang, tak heran kalau beliau datang untuk menjemput Alodia." ucap Alexa memahami situasinya. "Ya sudah, aku akan menemanimu sampai ayahmu datang." sambung Alexa.
Alodia panik bukan main, Ia berpikir bagaimana caranya agar Alexa tidak menemaninya. Karena ia khawatir Alexa akan mengetahui bukanlah ayahnya yang datang menjemput, akan tetapi Gray.
"Eh? Aku rasa tidak perlu. Lagi pula, tadi pagi aku keluar dari rumah secara diam-diam. Aku tak mau jika nanti Ayah datang, pasti dia akan menyalahkan Alexa." ucap Alodia mengutarakan alasannya.
"Oh! Baiklah kalau begitu, Aku pulang duluan. Sampaikan salamku pada ayah ya!" kata Alexa berpamitan dan mulai berjalan meninggalkan Alodia di lobby.
Alodia menghela nafas lega karena Alexa kembali dengan mudahnya mempercayai Alodia. Ia menatap punggung Alexa yang semakin lama semakin menjauh pergi meninggalkan dirinya disana. Raut wajah sesal akan tindakannya pada Alexa menemani kepergian Alexa.
"Maaf Alexa, Maaf.." gumam Alodia menyesali perbuatannya.
Tak lama setelahnya, Gray datang menghampiri Alodia yang telah menantinya di pintu masuk Scheldebuurt Mall.
"Hai Lure! sudah lama menunggu?" seru Grey yang langsung memeluk hangat tubuh kekasihnya itu.
Alodia kaget, dan memastikan bahwa Alexa telah benar-benar pergi dari sana. Ia langsung melepaskan pelukan Grey dan berkata, "Sudahlah, kita tak perlu selalu seperti ini 'kan?" ucap Alodia.
"Alodia! Aku benar-benar rindu padamu! Kau ingat kapan terakhir kali kita bertemu? Tiga munggu lewat! Ya! Itu terakhir kalinya." sergah Gray tak mengerti, mengapa Alodia terlihat tak senang di peluknya.
"Gray... Aku mengerti, tapi tak perlu melakukannya di tempat seperti ini kan?" komentar Alodia yang langsung beranjak memasuki Scheldebuurt Mall.
"Baiklah-baiklah, bagaimana dengan menggandeng tanganku? Aku kekasihmu bukan?" pinta Gray mengulurkan tangannya.
Alodia terkejut, ia mengingat bagaimana Alexa juga menginginkan hal yang sama seperti Gray. Namun Alexa berbeda dengan Gray, ia memilih untuk tetap menahan diri untuk keinginannya itu. Perlahan Alodia raih tangan Gray dan mereka pun berjalan bergandengan tangan menuju tempat yang sebelumnya ia datangi bersama Alexa.
*****
Tak disadari oleh Alodia, ternyata Alexa masih disana melihatnya berpelukan dan bergandengan tangan dengan seorang pria yang tak ia kenali sebelumnya.
Alexa mengusap pelan gelang pemberian Alodia, ia tersenyum hambar menyaksikan kejadian itu. Mengapa perasaannya benar-benar terasa sakit, ia merasa hatinya sedang ditusuk secara beringas oleh benda tajam. Ia tertunduk dan menghela nafas berat di dalam dadanya, berharap dengan melepaskan nafas yang ia hirup dapat mengobati luka di hatinya.
Namun, hal itu tidaklah cukup untuk menjadi penawar dari perasaannya yang tersakiti...
KAMU SEDANG MEMBACA
Latte-Matte Love
RomanceMemiliki impian dan cita-cita merupakan target untuk manusia berkembang. Namun berbeda dengan Alexa seorang pria melankolis, impian dan cita-citanya berasal dari masa lalunya yang kelam. Alexa memiliki impian untuk membuat dirinya takkan pernah putu...