Roast The Pain (Part III)

25 6 12
                                    



Alexa sampai di bandara dan bertemu dengan Miori yang telah menantinya di depan pintu masuk, Miori menyambut kedatangan Alexa dengan lambaian tangan dan senyuman pada wajahnya.

"Kak Alexaaaa!!" seru Miori berlari menuju Alexa yang tengah berjalan menghampirinya.

"Hei jangan berlari! Dasar gila!" teriak Alexa.

"Ayo kita jalan-jalan keliling Amsterdam!!" pinta Miori.

"Kau ini memang gila ya? Aku akan mengajakmu berkeliling kota besok, tapi tidak untuk sekarang. Aku akan mengantarmu ke tempat Jessica." ucap Alexa menolak permintaan Miori.

"Aaaaah! Kumohon! Aku ingin sekali berkeliling. Begini saja, Bagaimana kalau mampir untuk minum kopi? Ya? Ya? Ya? Mau 'kan ya??" rengek Miori mendesak Alexa.

"Baiklah! Baiklah! Hanya minum kopi! . Dan tentu saja kau yang harus membayarnya!" ketus Alexa yang memang selalu tegas terhadap adik sepupunya itu.

"Haaaaah? Bukankah Alexa bekerja? Harusnya Alexa yang mentraktirku!!" komentar Miori jengkel akan penyataan Alexa.

"Kalau tidak mau ya sudah, kita langsung ke tempat Jessica." ucap Alexa dengan senyuman picik dan melangkah meninggalkan Miori disana.

Tak punya pilihan lain, Miori terpaksa harus mentraktir Alexa dan dengan kesal ia berkata, "Lihat saja! Besok kak Alexa yang harus menteraktirku!!" seru Miori berteriak seraya mengejar Alexa.

Alexa bingung harus membawa Miori kemana, setelah berpikir sejenak akhirnya Alexa memutuskan untuk mengajak Miori ke Amsterdam Surf Coffee Shop, tempat dimana Norman bekerja.

*****

"Aku pesan Iced-Carammel Macchiato." ucap Alodia memilih menu kopi untuk dirinya.

"Aku espresso." kata Grey yang juga ikut memilih menu.

"Sayang, kamu setiap hari minum espresso. Kenapa tidak mencoba beberapa kopi yang lain?" Alodia menanyakan tentang menu pilihan Grey, yang selalu saja memesan secangkir espresso.

"Kau tau, Espresso itu sama seperti dirimu. Rasa yang sulit di mengerti, akan tetapi setelah mengenalnya dengan baik, kau takkan mampu melupakan cita rasanya." ungkap Grey menggoda Alodia.

"Dasar, pintar sekali merayu wanita. Tak heran banyak wanita yang mudah terpikat denganmu!" cibir Alodia mengomentari sifat kekasihnya.

Grey mengusap pipi Alodia dengan tangan kanannya dan berkata, "Walaupun jumlah wanita di bumi ini tak terhingga, namun cuma satu wanita yang dapat mengisi hatiku. Alodia Lorelei!" ucap Grey.

Wajah Alodia memerah tersipu malu, ia membalas belaian tangan Grey di pipinya dengan genggaman hangat.

----

"Waaaaah!! Jadi ini ya Coffee shop terkenal di Amsterdam!! Ayo cari tempat!!" penuh semangat Miori mengucapkan kalimatnya.

Alexa melangkah untuk mencari tempat duduk untuk Miori dan didirnya, ia memutar kepalanya mencari bangku yang belum terisi.

"Berhentilah mengaggumi tempat ini, dan bantu aku mencari tempat untuk kita duduk." ucap Alexa yang tengah menyusuri seluruh tempat.

"Hei Miori! Kau dengar aku tid-"

Alexa membuka matanya lebar-lebar untuk memastikan apa yang sedang ia lihat. Penglihatan nya tak salah lagi, sesosok wanita yang duduk membelakangi dirinya tak asing bagi Alexa. Rambut hitam panjang dan suara tawa yang amat ia kenali, dan tangkai kacamata yang menggantung pada kedua daun telinga wanita itu. Tak salah lagi, dia adalah Alodia.

Keringat dingin membasahi kening Alexa, jantungnya berdebar kencang dan kedua tangannya mengepal erat. Alexa tak dapat berpikir jernih, ia tak sadar telah menggigit kuat bibirnya hingga mengeluarkan darah akibat gigitan nya. Selama ini Alexa selalu beranggapan bahwa Alodia sedang sibuk dengan pekerjaannya. Namun menyaksikan kejadian sekarang, akankah dirinya harus terus memberikan kepercayaan itu.

Hati Alexa berdecit pahit. Lubang yang selama ini belum tertutup, kini semakin menganga lebar. Alexa tak mampu melakukan hal apapun selain meratapi kebodohannya yang selalu saja percaya akan impian dan cita-citanya. Padahal ia mengetahui, tak satupun orang yang akan mempercayai hal itu. Termasuk Irene dan Zedden, yang juga ikut mengkhianati dirinya saat ini.

"Ternyata memang benar. Aku rasa hal itu memang terlalu konyol. Sudahlah Alexa, bisakah kita hentikan ini sekarang?" Alexa bergumam dan bertanya pada dirinya sendiri.

Alexa menarik nafas berat, seakan seluruh udara yang sedang ia hirup melewati dan menelusuri tiap lubang yang berada di dalam hatinya. Lalu ia hembuskan dengan perlahan nafas yang menyesakkan hatinya itu. Akhirnya Alexa memutuskan untuk memutar badannya menghadap Miori yang sedang menikmati interior Amsterdam Surf.

"Miori, bisakah kita langsung menuju rumah Jessica? Sepertinya aku tidak enak badan!" ucap Alexa tersenyum sumbang.

Miori memahami hal tersebut lewat pancaran mata Alexa yang berkaca-kaca, ia menyadari bahwa ada yang salah dengan kakak sepupunya tersebut. Miori sejenak melihat kearah wanita yang duduk membelakangi mereka.

"Baiklah, Ayo kita pulang!" ucap Miori seraya mengambil langkah pertama mendahului Alexa.

*****



Usai mengantar Miori, Alexa tak tahu ke arah mana langkah kakinya berjalan. Ia terus melangkah menyusuri kota Rivierenbuurt yang memberikan dirinya banyak kenangan manis, namun ia sadar kenangan itu sekarang bukanlah hal yang dapat membuat dirinya terus bertahan di kota itu. Sejenak Alexa berhenti ketika melewati salah satu taman di kota itu. Ia teringat beberapa minggu sebelumnya Alodia berlari menuju taman itu.

Entah mengapa kaki Alexa melangkah dengan sendirinya menuju taman itu, lebih tepatnya menuju ke sebuah bangku saat dirinya berduaan dengan Alodia kala itu. Alexa merenung mengingat kejadian itu, Ia pun duduk di sana seperti sedia kala dimana dirinya mencoba untuk menenangkan Alodia. Senyuman kecil penuh kepalsuan terbesit di wajah Alexa, kemudian ia meraba saku untuk mencari permen coklat yang biasanya ia beli sebelum berangkat bekerja.



Alexa melumat permen yang berada pada genggaman nya, berharap coklat yang meleleh di lidahnya dapat mengobati perasaannya saat ini.

"Biasanya ini selalu berhasil, Mengapa? Mengapa sama sekali tak hilang?" .

Alexa tak mengerti mengapa perasaan sakit di hatinya tak dapat terobati, biasanya lelehan permen itu mampu membuat dirinya merasa lebih baik. Ia mengerutkan dahinya berpikir keras, bagaimana cara ia mengobati perasaan sakit di hatinya. Sekeras apapun Alexa berpikir, dan sekuat apapun ia mencoba memikirkan nya, perasaan itu semakin melukai dirinya.

"Alodia, bisakah kau mendengar suaraku? . Maaf aku tidak dapat memahami perasaanmu, Jika saja ada sebuah kesalahan di antara hubungan kita. Aku mengerti, ini adalah kesalahanku."

Alexa kemudian bangkit dan beranjak meninggalkan tempat itu, rintik hujan dari langit perlahan membasahi bajunya. Dan beberapa langkah tak jauh setelah meninggalkan taman, Alexa melihat ke dalam toko galeri alat lukis.

Dengan sebuah senyuman manis, Alexa mengangkat kepalanya dan masuk ke dalam toko itu.

"Aku mencintaimu, Alodia."

Latte-Matte LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang