"Oke, Oke, Aku bakal tetap membiarkan mereka bekerja disini. Tapi aku gak dapat mentoleransi alasan apapun! Kinerja kalian tetap di nomor satukan! ingat itu!" perintah Irene memberi kesepakatan.
"Yeeeei!!" seru Alexa dan Zedd yang girang dan saling berpelukan.
"Harusnya mereka yang senang! kenapa jadi kalian berdua??" tegur Irene yang merasa aneh dengan sikap kedua sahabatnya itu.
"Yeii!! kita bisa mengalahkan sikap keras kepala Irene!!" teriak Zedd.
"Ssssst!! Nanti dia tau!" bisik Alexa yang masih terdengar jelas di telinga Irene.
Irene bangkit dan hendak memukul kepala Alexa dengan kotak tisu. . .
*Krinting... Krinting... Seorang pelanggan memasuki gerai Latte-Matte. . .
"Holaa!!" seru Alodia dari ambang pintu.
Dengan sigap dan mengulangi kembali sambutan nya yang semula di jahili oleh Irene, kali ini Alexa akan melakukan nya dengan benar.
"Selamat datang di Latte-Matte Coffee shop. Your wish is my command, Your Highness!" ucap Alexa yang kemudian bangkit dan memasang senyuman di wajahnya.
"Mochaccino please!" ucap Alodia dengan senyuman manisnya.
"As you wish, Your Highness!" Alexa langsung bergegas menuju Coffee bar.
Irene cukup kaget mendengar pesanan Alodia, ia mencoba memastikan apa yang semalam terjadi setelah barista nya kegirangan mendapatkan nomor telepon pelanggan nya itu. Irene pun bangkit dari meja yang tak jauh dari Alodia dan menghampiri Alodia.
"Sudah pesan hal yang berbeda ya baru baru ini?" ucap Irene basa-basi dengan senyumnya.
Alodia mengangguk manis.
"Boleh saya duduk disini?" sambung Irene.
"Tentu saja, silahkan!" ucap Alodia mengizinkan.
"Sepertinya belajar banyak ya semalaman ini?" spontan Irene mengatakannya, membuat Alexa terkejut dan menjatuhkan cangkir temper dari balik Coffee bar, begitu juga dengan Zedden yang langsung menaikkan sebelah alisnya.
Zedd melirik ke arah Alexa, dan Alexa memberi isyarat kepada Zedd dengan kedua pasang jarinya di mata dan menunjuk Irene. Zedd mengangguk pelan dan langsung menghampiri meja dimana Alodia dan Irene duduk.
"Ahh.. saya boleh gabung juga tidak? saya ingin belajar banyak!" ucap Zedd beralasan.
"Silahkan.. emm tapi sepertinya saya yang harus belajar banyak.." tutur Alodia.
Irene mengerutkan dahinya melihat Zedd yang mencoba mengganggu, "Ngapain! Sana, sana hus! Ini pembicaraan perempuan!" usirnya.
"Ayolah.. pelanggan kamu saja tidak keberatan. Ya kan?" Zedd menarik bangku dan mencoba duduk di samping Irene.
Alodia mengangguk menanggapi pertanyaan Zedd, namun Irene malah membuang wajahnya karena kesal.
"Jadi? Apa saja yang kamu bicarakan dengan Alexa?" lagi-lagi Irene to the point.
"Pffffft!!" Zedd menyemburkan kopi yang ia bawa dari meja Irene.
"Eh?" Alodia bingung melihat mereka berdua.
"Kamu ini! Mau tau saja urusan orang lain!" komentar Zedd atas tindakan konyol yang di perbuat kekasihnya itu.
"Berisik! Aku cuma bertanya beberapa hal yang menurutku adalah hal wajar dibicarakan sesama wanita!" seru Irene kesal.
"Hahaha, gak banyak kok. Alexa bercerita kalau Coffee shop ini milik sahabat baiknya. Setelah itu kami membicarakan mengenai kopi dan beberapa tipenya, hanya itu. ." cerita Alodia mengenai kejadian tadi malam.
*****
"Kamu ini kenapa sih Irene?" tanya Zedden datar karena tingkah laku Irene yang tak wajar mendatangi meja Alodia.
Irene menatap wajah Zedden dan berkata, "Kenapa memangnya?" .
"Kamu suka sama Alexa?" tanya Zedd tiba-tiba.
"A..Ap..Apa maksud kamu hun?" ucap Irene terbata-bata.
Zedd menghela nafas dan mulai bicara, "Kalo kamu suka sama dia, sudah sewajarnya memang kalau kamu sampai bertingkah konyol sejauh ini. Tapi jika kamu memang gak ada perasaan sama Alexa, Aku rasa ini aneh. Harusnya kamu senang Alexa dekat dengan seorang wanita, apakah kamu lupa bahwa aku sudah bicara pada Ayahmu untuk melamarmu secepatnya?" .
Irene diam termenung, ia juga tak mengerti kenapa harus bertindak bodoh sampai sejauh ini. Harusnya ia lebih mementingkan hubungan mereka yang sebentar lagi akan menikah. Irene dan Zedd sepakat untuk tidak mengatakan ini kepada Alexa sampai ia memiliki seorang pacar. Mereka tak mau perasaan Alexa hancur karena mendengar mereka akan menikah dan meninggalkan Alexa di Rivierenbuurt sendirian, sebab mereka akan berumah tangga di Brimingham, London.
Irene tak dapat memungkiri perkataan kekasihnya, memang benar bahwa ia mencintai Alexa, namun ia baru menyadarinya setelah setahun membuka gerai bersama Alexa. Irene tak dapat menyesali hubungannya bersama Zedden, namun di lain sisi ia kecewa karena dulu menganggap hubungannya dengan Alexa hanyalah sebatas teman. Irene memperlakukan Zedden sangat berbeda dengan Alexa hanya karena Zedden lebih tampan, dewasa, dan memiliki pola pikir yang matang.
Setelah setahun membangun sebuah Coffee shop bersama Alexa, Irene menyadari sesuatu. Alexa tak pernah berpikiran buruk dalam hal apapun, ia selalu mengambil sisi positif di balik setiap masalah yang datang menghampirinya. Ia mengenal Alexa lebih jauh dan lebih dalam lagi, bahkan Irene benar-benar mengagumi sosok Alexa yang selalu membuat dirinya terus tersenyum walau ia mengetahui telah menghancurkan perasaan Alexa kala itu. Irene hanya menyesali penilaian nya kepada Alexa sewaktu itu, dan sekarang ia tak dapat merubah keputusan nya . . .
"Sudah jam tiga sore.. saatnya kita tutup!" seru Alexa keluar dari Roast Roam karena telah selesai menyangrai biji kopi untuk besok.
"Ehmm Alexaa.." seru Alodia dari meja Favoritnya.
"Eh? Kamu masih disini?" Alexa cukup terkejut Alodia masih berada di sana saat gerai akan tutup.
"Hmm itu.. Apa aku besok boleh bantu-bantu? Kamu tidak keberatan kan?" ucap Alodia atas penantian nya menunggu Alexa menyangrai kopi di Roast Room.
"Kalau itu..." Alexa menggaruk dahi nya dan melirik Irene.
Irene yang tadi melamun memikirkan perasaan nya pada Alexa, kini bangkit dari kursinya dan beranjak mendekati Alodia yang sedang berdiri di mejanya.
"Kalo kamu mau membantu Alexa, kamu harus datang 30 menit sebelum gerai buka. Daan.. kamu gak akan aku gaji!" ucap Irene dengan senyum manis yang ia paksakan.
Alodia memeluk Irene kencang dan berkata, "Terima Kasih!!" .
Alexa dan Zedd bertatapan dengan ekspresi heran mereka, seolah-olah dari mereka bisa membaca tatapan heran tersebut yang memiliki makna. . .
"Kenapa dengan Irene? Apa kebanyakan kadar kafein?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Latte-Matte Love
Roman d'amourMemiliki impian dan cita-cita merupakan target untuk manusia berkembang. Namun berbeda dengan Alexa seorang pria melankolis, impian dan cita-citanya berasal dari masa lalunya yang kelam. Alexa memiliki impian untuk membuat dirinya takkan pernah putu...