"Aku rasa sebaiknya kita tunda pertemuan ini." tiba-tiba Alodia mengutarakan pendapatnya kepada Grey dalam perjalanan.
"Apa!!? Apa yang kamu pikirkan? Kamu tidak sedang bercanda bukan!!?" balas Grey yang masih dikuasai rasa emosi.
"Aku tak mungkin bertemu dengan kedua orang tuamu dalam keadaan seperti ini, mengertilah." pinta Alodia membujuk Grey.
"Memangnya kenapa! Jangan katakan padaku kamu masih memikirkannya!" sergah Grey.
"Tidak! Ini bukan seperti apa yang kamu pikirkan. Hanya saja, kita benar-benar dalam keadaan yang tidak baik. Bahkan kita dalam keadaan dikendalikan emosi." perjelas Alodia mengenai pendapatnya.
"Dengar Lure, kita tidak akan membatalkan pertemuan ini! . Terlebih lagi, aku ingin ini menjadi terakhir kalinya kamu bertemu dengan mereka. Orang-orang seperti mereka itu tidak pantas berteman denganmu!" kata Grey dengan nada angkuh.
Alodia terdiam membisu mendengar ucapan Grey, tak sepatah kata-pun yang diucapkan kekasihnya dapat ia bantah. Sekilas memori yang pernah ia lupakan, kini kembali mengisi ruang kosong dalam ingatannya.
"Anda merupakan penikmat kopi dengan tipe Nippy and Milky."
"Irene itu terlalu melindungi orang yang berada di dekatnya, percaya atau tidak... dia pasti akan melakukan hal yang sama terhadap kamu.."
"Sudah seharusnya aku membuat semua orang yang berada di sisiku merasa nyaman. Karena entah mengapa, begitu terasa menyenangkan apabila aku di butuhkan oleh seseorang.."
Satu-per-satu kenangan Alodia bersama sesosok pria yang berprofesi barista itu kembali. Banyak hal yang menyakitkan apabila Alodia berusaha mengingatnya. Dan tiba-tiba saja Alodia teringat saat ia berkata..
"Aku memang tak percaya dengan impian, maka dari itu aku selalu mencoba menjadi diri sendiri."
Dan pria itu membalas kalimatnya..
"Takkan masalah bagiku untuk terus menjadi bagian dari keinginan orang lain. Selama orang itu benar-benar menginginkan kehadiranku, tak jadi masalah untukku selama saat bersamaku ia akan terus bisa tersenyum dan tertawa meski itu harus melukai diriku."
"Karena aku percaya, sesuatu hal yang baik harus di awali dengan sebuah kebaikan. Dan aku takkan pernah putus harapan akan itu, selagi kepercayaan itu bersamaku aku akan terus meyakininya."
Alodia tersenyum walau ia sadar perasaannya terluka. Bahkan ia tak mengetahui mengapa perasaan dalam hatinya begitu menyakitkan. Nama pria itu adalah Alexa, pria yang pernah menjadi bagian dalam hidupnya. Pria yang selalu saja memikirkan perasaan orang lain, pria yang selalu tersenyum dalam kepedihan, dan pria yang mampu memberikan senyuman saat Alodia pergi meninggalkannya dengan penuh kebohongan.
Tentu saja Alexa enggan bertemu dengan Irene dan Zedden karena ada sesuatu alasan di balik itu. Melihat Irene dan Zedden memuat seluruh dekorasi Latte-Matte, Alodia beranggapan sesuatu yang buruk sedang dialami mereka. Dan semua itu, Alodia melimpahkan semua kesalahan itu pada dirinya.
"Apa yang membuatmu tersenyum??" tanya Grey yang berbicara panjang lebar tak di hiraukan oleh kekasihnya.
"Ayolah Alodia, bukankah kamu sendiri yang mengatakan kepada Alexa? . Aku terus menjadi diri sendiri!"
"Apakah memang ini yang aku inginkan?"
"Apakah semuanya akan baik baik saja dengan keputusanku ini?" gumam Alodia berusaha mengambil keputusan yang membuat dirinya dalam perasaan resah.
"Lure.." sekali lagi Grey memanggil Alodia.
"A.. Aku rasa.."
Grey menanti perkataan Alodia untuk membicarakan perdebatan panjang mereka.
"Aku rasa kita perlu secangkir kopi untuk berbicara dalam suasana yang baik." ucap Alodia.
Grey membuang pandangannya dari Alodia dan mengarahkan mobil menuju Amsterdam Surf Coffee Shop.
*****
"Jadi kau akan mencabut gelar Best Riverenbuurt Barista? dan mencoba untuk mencari pekerjaan baru?" ucap Norman bergurau kepada Alexa yang datang mengunjunginya pada jam kerja.
Alexa mengangguk dan berkata,
"Bahkan aku pikir gelar itu tak cocok di bebankan kepadaku." jawab Alexa singkat dengan meneguk segelas Espresso."Apa ini ada hubungannya dengan wanita itu?" tanya Norman penasaran.
"Wanita itu?" ucap Alexa bingung, menanggapi pertanyaan Norman.
"Wanita yang bersamamu di Latte-Matte saat hari ulang tahun Eiden." perjelas Norman.
Alexa meletakkan gelas kopi dalam genggamannya, kemudian ia menghela nafas dan berkata.
"Aku ragu untuk mengatakan tidak. Tapi aku juga tidak ingin mengatakan 'iya' ." jawab Alexa.
Norman mengamati ekspresi wajah Alexa saat ini. Terlihat jelas banyak hal buruk yang menimpa Alexa. Mulai dari kantung mata menyerupai panda, hingga rambut Alexa yang berantakan.
"Aku memahami, kau seperti ini karena melakukan hal yang menurutmu baik. Tapi ingatlah, susu yang di steam untuk kopi tidaklah lebih sehat di bandingkan dengan langsung di konsumsi. Proses pemanasan susu yang berlebihan itu bukankah tidak baik?" ucap Norman tersenyum.
Alexa hanya dapat menggigit bibirnya tak dapat membalas perkataan Norman, karena ia mengetahui banyak hal yang telah ia lakukan merupakan kesalahan.
"Terima kasih banyak Norman." kata Alexa seraya bangkit dari duduknya.
"Jadi.., Kau akan langsung berangkat?" tanya Norman.
"Yaaa, kau pikir apa yang membuatku datang kemari? . Apa terlihat di wajah ini membutuhkan nasihat?" ucap Alexa tersenyum lebar dengan candaannya.
"Baiklah! Baiklah! Aku paham, kau perlu segelas kopi dan kau tak bisa mendapatkannya dimana pun selain di sini. Benar 'kan?" ucap Norman membalas gurauan Alexa.
"Hahahahaha! Kalau begitu aku pamit dulu, Aku harus menjemput sepupuku. Aku harus mengantarnya ke bandara sebelum berangkat ke Rotterdam." kata Alexa membalik badannya dan menyudahi perbincangan mereka di sana.
"Oh iya, dan satu lagi Norman." sambung Alexa kembali memutar badan untuk melihat Norman yang tengah memandangi kepergiannya.
"Selamat tinggal.." ucap Alexa melambaikan tangannya dan berjalan menuju keluar.
Norman tersenyum tipis menemani kepergian Alexa. Dalam senyum, ia berkata
"Semoga keberuntungan menemanimu."
I can see the pain living in your eyes
And I know how hard you try
You deserve to have so much more
I can feel your heart and I sympathize
And I'll never criticize all you've ever meant to my lifeI don't want to let you down
I don't want to lead you on
I don't want to hold you back
From where you might belongYou would never ask me why
My heart is so disguised
I just can't live a lie anymore
I would rather hurt myself
Than to ever make you cry
There's nothing left to tryThough it's gonna hurt us both
There's no other way than to say good-bye
KAMU SEDANG MEMBACA
Latte-Matte Love
RomanceMemiliki impian dan cita-cita merupakan target untuk manusia berkembang. Namun berbeda dengan Alexa seorang pria melankolis, impian dan cita-citanya berasal dari masa lalunya yang kelam. Alexa memiliki impian untuk membuat dirinya takkan pernah putu...