Alodia tertegun diam membisu bagai tanah liat kering yang terpapar sinar mentari. Untuk kedua kalinya ini terjadi dalam hidup Alodia, membuang dua orang pria yang telah menghabiskan waktu bersama dengannya selama ini. Sejenak terlintas dalam kepala Alodia bahwa saat ini dia adalah sesosok wanita dengan hati nurani yang mengerikan.
Dengan jerih upaya yang keras Alodia berusaha membuat tubuhnya untuk bangkit dari duduk, tubuhnya terasa sangat berat sehingga ia tak lagi memiliki kekuatan untuk berdiri. Lututnya bergetar kuat, pikirannya melayang terbang jauh meninggalkan raga Alodia, dan yang tersisa dalam jasmaninya saat ini, hanyalah rasa pusing yang membekas. Setelah berdiri, Alodia melangkahkan kakinya menuju toilet untuk membasuh wajahnya.
Berharap kusam di wajahnya dapat menghilang setelah ia basuh, namun ternyata kusam itu melekat erat tak berpindah dari raut wajah Alodia. Tentu saja tak akan menghilang, karena kusam itu bukanlah berasal dari kotoran yang menempel pada pori-pori wajah Alodia, melainkan dari perasaan bersalah yang berkecamuk dalam hatinya. Berkali-kali ia membasuh wajahnya namun tetap saja kusam itu tak sirna, hingga ia tak menyadari. Tetesan air di wajahnya, berasal dari air mata.
"Sesuatu hal yang baik, di mulai dengan kebaikan. Benar seperti itu 'kan Lexa? . Lalu bagaimana jika sesuatu yang buruk, di mulai dengan hal yang buruk?" ucap Alodia tersenyum saat berkata dalam hatinya.
Alodia berjalan menuntun langkahnya meninggalkan toilet menuju pintu keluar, terlihat jelas oleh Norman Alodia memancarkan aura yang sama persis dengan Alexa. Ia berusaha memanggil Alodia, namun tiba-tiba saja seorang waitress mendahului keinginan Norman. Sehingga ia hanya menemani kepergian Alodia dengan tatapan 'selamat tinggal' .
*****
Cukup lama Alexa menempuh perjalanan selama empat-puluh menit, akhirnya ia tiba di kota yang benar-benar asing dari pengelihatannya. Sesekali dalam perjalanannya menuju rumah sang Ayah, ia menikmati suasana yang sejuk berasal dari dataran tinggi. Alexa sengaja memilih berjalan kaki selepas sampai di stasiun, menurutnya dengan berjalan adalah saat yang tetap menikmati pemandangan Rotterdam.
Tak lama ia berjalan, seseorang yang menjadi sosok inspirasi dalam hidupnya telah menanti Alexa di ujung jalan yang tengah ia lewati.
Dengan senyum Alexa berkata,
"Hari yang sangat indah di Rotterdam bukan?" ucapnya."Tak seindah di kunjungi seorang putra yang telah lama tak bertemu." jawab pria itu membalas ucapan Alexa.
Alexa meraih pundak pria itu, ia dekap hangat tubuh sosok pria yang telah membesarkannya selama bertahun-tahun.
"Apa kau sehat Ayah?" tanya Alexa basa-basi.
"Aku tidak akan menjemputmu di sini apabila aku sakit." gurau Guldin Fredrich orang yang menjemput Alexa.
"Hahaha, kau tidak perlu melakukan itu. Aku tak akan tersesat!" sambung Alexa membalas gurauan Guldin.
Dengan menaikkan sebelah alis Guldin berkata,
"Tak peduli sebesar apa kau tumbuh, tetap saja kau itu seorang anak di hadapanku. Lagi pula, apa kau tau dimana aku tinggal?""Baiklah, baiklah. Kita hentikan perdebatan ini. Silahkan pemandu membimbing jalan." ucap Alexa memperlakukan ayahnya seperti seorang navigator .
......
Tak terasa waktu berjalan, tepat setelah Alexa sampai di rumah ayahnya, banyak hal yang mereka bicarakan sehingga malam pun datang. Salju tebal dan cuaca dingin membuat Guldin menyalakan tungku api di perapian.
"Jadi apa yang membuatmu datang kesini?" ucap Guldin seraya melemparkan beberapa kayu kedalam perapian.
Alexa yang semula sedang bermain dengan Fred, kucing keluarga Friedrich sejenak berhenti. Ia meluruskan tubuhnya yang sedang membungkuk mengganggu Fred, dan dalam posisinya yang telah di perbaiki Alexa berkata.
"Aku berhenti menjadi barista, dan sekarang aku pengangguran." jawab Alexa singkat.
"Kenapa kau berhenti? Bukankah itu pekerjaan yang layak untukmu?" tanya Guldin penasaran.
"Cafe tempat aku bekerja tak lagi beroperasi karena pemiliknya akan tinggal di luar negeri, untuk itu aku harus mencari pekerjaan baru." jawab Alexa mengutarakan alasan yang telah ia persiapkan dengan matang, untuk menghadapi pertanyaan ini dari sang ayah.
"Kalau begitu, besok pagi kamu harus bangun pagi untuk berkeliling mencari pekerjaan. Sekarang pergilah istirahat." ucap Anne wanita yang telah menjadi istri baru dari Guldin.
"Baiklah Fred! Ini saatnya kita pesta bantal!!" ucap Alexa penuh semangat dengan memeluk Fred, dan membawanya menuju kamar.
Pagi pun tiba, Alexa telah bersiap-siap berkeliling kota untuk mencari pekerjaan. Segera ia menutup pintu kamar dan menuju ruang tamu, yang ternyata Guldin dan Anne sudah berada disana menantinya.
"Aku akan tanyakan beberapa kerabat terdekat untuk mencarikan pekerjaan untukmu." ucap Guldin mengawali perbincangan mereka pagi ini.
"Tak perlu terburu-buru, lagi pula aku akan mulai dari part-time." kata Alexa dengan mengoles mentega pada roti panggang miliknya.
"Kau tidak benar-benar serius mencari pekerjaan disini?" tanya Guldin penasaran.
Alexa meletakkan roti dan pisau dari tangannya,
"Aku tidak seperti kedua kakakku yang enggan tinggal bersamamu. Jadi tolong berhenti berpikir seperti itu." ucap Alexa yang tiba-tiba saja kehilangan selera untuk sarapan."Kalau begitu, aku berangkat." ucap Alexa dengan nada dingin.
Alexa menutup kembali pintu tempat dimana ia keluar, perlahan ia berjalan melangkahkan kakiknya menuju ruas jalan. Ia menghela nafas dan menatap pintu rumah yang baru saja ia lewati.
"Semoga Rotterdam lebih baik dari Rivierenbuurt" gumamnya dan kembali melanjutkan langkah kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Latte-Matte Love
RomanceMemiliki impian dan cita-cita merupakan target untuk manusia berkembang. Namun berbeda dengan Alexa seorang pria melankolis, impian dan cita-citanya berasal dari masa lalunya yang kelam. Alexa memiliki impian untuk membuat dirinya takkan pernah putu...