Alexa terbangun dari tidurnya, ia sadar ada luka yang tak hilang dan masih saja membekas di dadanya. Semula ia mengira bahwa luka itu dapat hilang begitu saja ketika ia terbangun pagi ini. Namun kenyataannya luka itu tak pergi kemana pun, luka itu masih hadir dan menemani pagi Alexa ketika ia terbangun dan mencoba membuka kedua matanya.
Jarum jam dinding menunjuk tepat pukul tujuh. Ia sadar, ini terlalu dini untuknya berangkat menuju Latte-Matte. Berdiam diri di kamar juga takkan mengubah apapun, tetap saja takkan mengobati rasa luka di hatinya. Sejenak Alexa menghela nafas dalam-dalam, dan segera ia beranjak untuk menuju Latte-Matte. Setelah ia selesai dan segera bersiap untuk berangkat, sesuatu yang tak asing mengusik pikirannya. Alexa melihat gelang pemberian Alodia di meja dekat kasur, perlahan ia raih gelang itu dan hanya dengan menyentuh gelang pemberian Alodia, membuat Alexa mengingat kejadian kemarin.
Alexa meletakkan kembali gelang itu, terlalu menyakitkan apabila gelang itu menemani dirinya bekerja hari ini. Alexa memutuskan untuk meninggalkannya dan hendak berangkat, namun ia sadar suatu hal. Harapan adalah bagian dari kehidupannya, dan Alexa yakin bahwa Alodia memiliki alasan mengapa menerima cintanya. Untuk itu ia memutuskan tetap mempercayai sebuah harapan, dimana Alodia menerima cintanya dan mencium bibir Alexa sewaktu itu.
Kembali ia memutar badannya dan mengambil gelang itu di meja. Setelah Alexa mengenakannya, ia pun segera berangkat dengan sehela nafas pendek serta senyuman tipis untuk langkah pertamanya.
"Tetaplah percaya, harapan itu akan selalu ada." ucapnya dalam hati.
Tak dapat dipercaya, hujan deras tiba-tiba melanda Rivierenbuurt pagi ini. Alexa tiba di Latte-Matte Coffee shop dengan pakaian nyaris basah kuyup. Segera ia menukar pakaiannya dengan seragam kerja seperti biasa, dan mempersiapkan segalanya sebelum ia membuka gerai.
Hujan tak kunjung henti sampai jam menunjukkan pukul sebelas tepat. Alexa duduk termenung karena tak ada satupun yang hadir di gerai setelahnya, baik itu Robert dan Mia, maupun Zedden atau Irene. Apalagi...
"Aku rasa dia juga takkan datang." gumam Alexa yang duduk di kursi favorit Alodia.
Perlahan Alexa mencoba bangkit dan hendak memutar sebuah lagu pada turntable,
*Krinting.. Krinting..
Alexa memutar kepalanya kebelakang untuk memastikan siapa yang datang di saat hujan seperti ini.
"Aku kira kamu tidak akan datang mengingat hujan deras jam delapan pagi ini." ucap Irene terkejut karena keberadaan Alexa di dalam gerai.
"Sebenarnya aku sudah datang sebelum jam delapan tadi." ungkap Alexa yang memang datang terlalu dini.
Alexa kembali memutar badannya untuk menyalakan musik pada turntable, dan meninggalkan Irene yang sedang meletakkan payung pada tempat penyimpanan tamu di dekat pintu masuk.
"Oh iya, Bagaimana kencanmu dengan Alodia?" sergah Irene penasaran dengan kencan pertama sahabatnya kemarin.
Alexa mendadak menghentikan langkahnya menuju turntable, karena terkejut mendengar pertanyaan Irene. Ia ragu untuk mengatakan hal sebenarnya.
"Apa aku harus bilang, jika Alodia membatalkan kencan kami karena bertemu dengan seseorang yang memeluknya? . Tapi aku rasa hal itu tidak perlu, bisa saja nanti terjadi keributan seperti sebelumnya." ucap Alexa memikirkan jawaban pertanyaan Irene di dalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Latte-Matte Love
RomanceMemiliki impian dan cita-cita merupakan target untuk manusia berkembang. Namun berbeda dengan Alexa seorang pria melankolis, impian dan cita-citanya berasal dari masa lalunya yang kelam. Alexa memiliki impian untuk membuat dirinya takkan pernah putu...