Amemoricano (Part IV)

14 3 0
                                    

"Kau yakin tidak menerima tawaranku?" tanya Guldin memastikan.

"Entahlah, aku masih merasa nyaman bekerja di sana. Lagi pula, bukankah lebih baik aku tetap bekerja sebagai pengantar surat? . Aku jadi mengenal daerah Rotterdam lebih luas." ucap Alexa yang telah menjalani kehidupannya sebagai pengantar surat dan pengirim paket di Rotterdam Post.

"Bukan itu yang aku khawatirkan." kata Guldin seraya meletakkan sendok dan garpu diatas piringnya.

"Lalu??" 

"Kamu tidak mengajukan diri sebagai karyawan dan memilih part-time." sambung Guldin.

Alexa sejenak berhenti menyantap sarapannya, dan berkata.
"Kita sudah membicarakan hal ini bukan? Ini bukan terlihat seperti aku tak ingin berada disini, ataupun aku hanya menumpang kehidupan disini." 

Guldin sejenak memandang Alexa yang sedang kehilangan moodnya untuk sarapan.

"Aku hanya ingin membuat diriku sibuk. Aku tidak lari dari apapun, aku tak menghindari siapapun. Aku hanya.." Alexa menarik nafas berat yang telah lama bersemayam dalam paru-parunya.

"Aku hanya ingin mengawali kehidupanku secara perlahan. Aku sudah katakan, aku tak keberatan jika ayah harus menikahi Anne. Aku tidak seperti kedua kakakku yang bahkan enggan menemuimu disini. Dan sekarang ayah bersikap seperti ini semata-mata karena khawatir bahwa aku terlihat seperti tak ingin tinggal disini. Aku mengerti itu." sambung Alexa.

Alexa bangkit dari kursi, ia beranjak menuju kamarnya dan berkata.
"Aku hanya ingin membuat diriku nyaman dengan kehidupanku yang baru." 



       Guldin tak bermaksud untuk mengusik pendirian Alexa, ia hanya ingin anak-anaknya berkumpul seperti dahulu lagi. Merupakan hal yang wajar jika seorang ayah rindu dengan suasana saat bersama dengan anak-anaknya. Setelah ibu Alexa meninggal, Guldin menikahi Anne yang merupakan kerabat dari sang ibu yang juga seorang single-parent.

       Akan tetapi karena Anne pernah menghina keluarga Fredrich kala itu, Jessica dan Trisan enggan untuk melupakan kejadian itu. Sebuah alasan yang cukup kuat untuk mereka menolak keberadaan Anne menjadi pengganti ibu mereka. Dan saat itu pula Jessica dan Trisan memutuskan untuk tinggal terpisah dengan Guldin.

       Berkali-kali Guldin mencoba membujuk Jessica dan Trisan, akan tetapi selalu saja mendapatkan tanggapan yang sama. Guldin melakukan hal yang benar, tetapi tidak dengan keadaan Alexa yang saat ini. Alexa memang tak ambil pusing dengan pernikahan Guldin sewaktu itu, ia bersikap netral karena merupakan hal yang wajar apabila ayahnya kembali menikah. Namun ia memilih ikut bersama Jessica dan Trisan karena merasa bertanggung jawab atas kedua kakaknya, terlebih lagi Zedden dan Irene sebagai alasan utama Alexa.

Alexa mengemas pakaiannya, ia benar-benar kehilangan semangatnya untuk melanjutkan kehidupannya di Rotterdam. 

"Padahal sudah sejauh ini, tapi tetap saja tak ada yang berubah. Cih." ucapnya dalam hati.

Setelah mengunci pintu kamarnya, ia berjalan menuju ruang makan tempat dimana Guldin dan Anne berada.

Guldin benar-benar kaget melihat Alexa yang sedang membawa koper.
"Kenapa kamu membawa koper?" tanya Guldin.

"Aku rasa aku harus kembali. Yaa.. katakan saja aku tak rela kamar sewa ku yang berdurasi satu bulan lagi lenyap begitu saja." jawab Alexa beralasan.

Guldin termenung, ia benar-benar memahami perilakunya membuat Alexa tak nyaman untuk memulai kehidupan barunya.

"Baiklah, aku paham. Berhati-hati di jalan. Apa perlu ku antar?" tanya Guldin menawarkan.

Dengan cepat Alexa menggeleng,
"Tak perlu. Lagi pula aku harus izin pamit dengan atasan di Rotterdam Post." jawab Alexa singkat.

Latte-Matte LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang