chapter 28

192 23 0
                                    

Petra POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Petra POV

Setelah menempuh jarak sejauh 300 km, akhirnya mobil yang Dimas kemudikan sampai di tempat tujuan. Aku yang sejak tadi asyik mendengarkan lagu sambil memejamkan mata, terasa tertarik ke realitas ketika Dimas melepas sebelah earphone-ku, memberikan tanda bahwa kami sudah sampai.

"Kita sudah sampai," kata Dimas, suaranya sedikit serak setelah lama berkendara.

Aku menoleh ke luar jendela, terperangah melihat pemandangan yang terbentang di depan mata. Kedatangan kami di sini tepat saat matahari mulai merunduk, posisinya tepat di atas kepala, memberikan cahaya lembut dengan nuansa keemasan. Keluar dari mobil, aku mengedarkan pandangan ke segala arah, menemukan sebuah rumah bergaya klasik yang berdiri megah, dikelilingi pemandangan alam yang luar biasa indah. Angin yang sepoi-sepoi menambah kedamaian suasana, menyentuh kulitku dengan lembut.

"Bagaimana?" Dimas bertanya, suaranya dekat di telingaku, seperti bisikan meskipun ia berdiri beberapa langkah di belakang.

"I love this view, it's amazing, " jawabku dengan takjub.

Dimas mendekat, tubuhnya yang tinggi dan maskulin melingkarkan tangan di pinggangku, menarikku lebih dekat ke tubuhnya. "I know," gumamnya, suaranya terdengar penuh keyakinan.

Aku menoleh sedikit, melirik wajahnya yang hanya beberapa inci dari telingaku, dan bibirnya yang bergerak mendekat, memberikan ciuman ringan di tengkukku. "Terima kasih," ujarku, tak bisa menutupi rasa hangat yang menyelusup di dalam dadaku.

Aku terdiam sesaat, menikmati pemandangan yang menenangkan ini. Namun, perasaan aneh mulai menyelinap. Ada sesuatu yang terasa janggal.

"Tapi kenapa tempat ini sangat sepi? Bagaimana kalau ada orang yang berniat jahat? Kita hanya sendirian di sini," tanyaku, suara agak khawatir meskipun aku tahu Dimas pasti punya alasan yang jelas.

Dimas, yang masih memelukku erat, tertawa pelan. "Kita tidak benar-benar sendiri. Ada dua orang penjaga yang sudah menunggu kita di dalam," jelasnya, menjawab keraguanku dengan tenang.

Aku menghela napas lega, tubuhku kembali terasa ringan. Begitu pelukan kami terlepas, aku mengikuti langkah Dimas yang sudah berjalan menuju pintu, aku mengikuti dengan perlahan, berusaha menikmati setiap detik perjalanan menuju kediamannya.

Begitu memasuki rumah, aku terpana melihat setiap sudutnya. Rumah ini begitu luas. Namun, rasanya agak menyeramkan, seperti sebuah istana kosong yang hanya ditinggali oleh kami berdua.

"Ruangan ini akan menjadi kamar kita untuk beberapa hari ke depan," ujar Dimas, membuka pintu kamar yang sebelumnya terkunci. Ketika pintu terbuka, mataku langsung tertuju pada kasur berwarna putih yang tampak begitu mengundang, selimut abu-abu tebal yang tampak lembut, siap menyambut tubuhku yang lelah.

Tanpa bisa menahan diri, aku berlari kecil menuju tempat tidur itu, dan menghempaskan tubuhku ke atasnya. Kasur itu begitu empuk dan nyaman, seolah menyambut tubuhku yang kelelahan, melepaskan segala rasa lelah dan pegal. Aku menghela napas panjang, menikmati sensasi kenyamanan yang menyeluruh.

His touch, Her desireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang