chapter 18

6.1K 305 13
                                    

Happy Reading!

Petra POV

"Terlihat cantik di jari manismu."

Setelah melepaskan pelukan untuk mengambil cincin, dengan penuh kehati-hatian, Dimas menyelipkannya ke jari manisku. Sentuhan jarinya begitu lembut.

Aku menatap cincin itu, perasaan di dadaku masih campur aduk antara keterkejutan dan sesuatu yang lain—sesuatu yang belum bisa kupahami sepenuhnya.

"I-Iya..."

Aku hampir tidak sadar ketika Dimas mulai mendekat, hingga akhirnya bibirnya menyentuh bibirku. Lembut. Hangat.

Ciuman itu tidak terburu-buru, tidak memaksa. Hanya desakan halus yang bertahan beberapa detik lebih lama dari seharusnya. Aku tidak membalasnya, tapi juga tidak menolak. Aku hanya diam, membiarkannya tenggelam dalam perasaannya sendiri.

Sampai akhirnya, Dimas membawaku ke kamar.

Ia membaringkanku pelan di atas ranjang, menatapku sejenak sebelum kembali menciumku. Kali ini, ciumannya lebih dalam, mulai menuntut. Aku bisa merasakan ketegangan dalam tubuhnya, bagaimana jarinya mulai menyusup ke dalam bajuku, menyentuh kulit perutku yang terbuka.

Aku tersentak dan segera menahannya.

"Dimas..."

Ia langsung berhenti. Napasnya tersengal saat ia menatapku, seolah mencoba membaca sesuatu dalam ekspresiku. "Ada apa, Petra?"

Aku mengalihkan pandangan, tidak tahu bagaimana harus mengatakannya tanpa membuatnya kecewa. "Aku... belum siap."

Keheningan menggantung di antara kami.

Dimas tidak segera menjawab. Aku takut ia akan marah—takut bahwa ini akan menjadi titik di mana aku mulai kehilangan kendali atas segalanya. Tapi kemudian, ia menghela napas dan memijat pelipisnya, seolah berusaha menenangkan sesuatu di dalam dirinya.

Aku menunduk, merasa bersalah. "Maaf."

Dimas menoleh padaku, lalu tersenyum kecil. Senyum itu lelah, tapi tidak menghakimi. "Tidak apa-apa. Aku tidak akan memaksamu."

Aku mengangguk, lega.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Dimas berbaring di sampingku, menarik selimut hingga menutupi tubuh kami berdua. Ia melingkarkan satu lengannya di pinggangku, menarikku lebih dekat ke dalam dekapannya.

"Sekarang tidur," bisiknya lembut.

Aku memejamkan mata, merasakan kehangatan tubuhnya yang begitu dekat. Dimas tidak berbicara lagi setelah itu, hanya tetap diam dengan napasnya yang perlahan mulai stabil.

Dan untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir, aku merasa... aman.

•••

Jarum pendek di dinding sudah mengarah ke angka sebelas, tetapi mataku masih terbuka lebar. Cahaya redup dari lampu tidur menciptakan bayangan lembut di kamar ini, menyorot garis-garis maskulin wajah Dimas yang tampak begitu damai dalam tidurnya.

Aku mengubah posisi, kini berbaring miring menghadapnya. Nafasnya terdengar tenang, dada bidangnya naik turun dengan ritme yang stabil. Saat tidur seperti ini, Dimas terlihat begitu manis, berbanding terbalik dengan pria menyebalkan yang sering membuatku kehabisan kata-kata ketika ia menunjukkan sisi liarnya.

Sebuah senyum kecil muncul tanpa sadar di bibirku. Namun, baru saja aku hendak memejamkan mata, suara beratnya yang serak karena mengantuk membuatku tersentak.

"Petra..."

Aku menelan ludah. "Kau belum tidur?"

Dimas tidak membuka matanya, tapi bibirnya bergerak, suaranya rendah dan dalam. "Belum."

His touch, Her desireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang