Aro melirik kecil pada gadis berambut sebahu itu. gadis itu sedang tertawa renyah bersama teman-temannya yang membuat matanya menyipit dan dimple kumis kucingnya terlihat jelas.
Aro mengalihkan pandangan lalu menggeleng pelan.
Tidak. Aro tidak boleh goyah.
Dia sudah bertekad untuk menjauhi Ara. Agar Ara tidak lagi diganggu oleh fans-fans fanatiknya.
Sebenarnya Aro juga tidak menyukai adanya perkumpulan cewek-cewek yang jadi fansnya. Tapi mau bagaimana lagi.
"Tumben ga gangguin?"
Aro menoleh pada Robin yang duduk di sebelahnya.
"Nggak. Gue mau menjauh dulu. Seenggaknya sampai Hani berhenti gangguin Ara," jawab Aro lalu menghela nafas.
"Elo sama Hani udah putus dari kapan, kan?" tanya Robin. Aro mengangguk sebagai jawaban.
"Trus kenapa dia gangguin Ara? Ga ada haknya padahal," ucap Robin kemudian mulai memakan ramennya.
Aro mengangguk mengiyakan. Perlahan, matanya melirik Ara kembali. Gadis itu selalu tersenyum. Selalu ceria bahkan saat dia tahu dirinya tak akan aman selama masih ada Aro.
"Gue pengen mati aja rasanya."
"UHUK!!!"
***
Aro mengamati sekitarnya dengan santai. Seperti biasanya matanya akan menjelajahi isi sekolah untuk mencari cewek cantik yang mungkin saja berpotensi membuatnya move on. Karena sejauh ini, sulit untuk menghilangkan rasa yang masih bersemayam nyaman di hatinya itu.
Mata Aro memicing melihat yang di bawah sana. Seorang cewek berambut sebahu dan seorang cowok tinggi yang Aro jelas kenal wajahnya.
Dan mata memicing itu membulat ketika dengan santainya si cowok itu mengusap-usap pucuk kepala si cewek yang sontak saja membuat si cewek tersipu malu.
Aro menggeram pelan sebelum akhirnya berbalik, masuk ke dalam kelasnya dan duduk di bangkunya dengan mood yang terjun bebas.
"Kenapa, Ro?"
Aro mendongak melihat Jendra sudah menarik kursi Jovan dan duduk di sampingnya.
"Badmood gue," ucap Aro pelan sambil meletakkan pipinya di atas tangannya yang terlipat di atas meja.
"Kek cewek aja lu pake badmood badmood."
Aro yang mendengar itu jadi mencebikkan bibir, membuat bibirnya yang sudah jeding itu semakin mencuat keluar.
"Ada obat anti badmood ga?" tanya Aro. Jendra mengangkat alis.
"Ada."
"Kiranti."
Aro mencak-mencak di tempatnya. Kakinya dia hentakkan di lantai kelasnya layaknya anak kecil yang merengek minta dibelikan permen.
"Jendra... bukan itu..." rengeknya sambil memasang wajah mau menangis.
"Ya terus apaan anjir kan elo yang tau penyebab lo badmood," ketus Jendra lama-lama kesal juga kalau virus manja Aro mulai kumat.
"Si Ara....." cicit Aro mulai curhat. Jendra yang mendengar nama Ara disebut langsung menegakkan tubuh semangat.
Ya siapa sih yang nggak tahu kalau Aro tuh suka sama Ara?
Oh iya, Ara sendiri.
"Kenapa? Kenapa?" tanya Jendra semangat. Bahkan Robin, Mark, dan Lucas yang semula tidak ikut itu tiba-tiba mengerubungi Aro.
"Ara dianterin pangerannya........." cicit Aro lagi dengan wajah mencebik khas anak kecil mau menangis.
"Terus, terus? Gimana?" Kali ini Lucas yang bertanya.
Aro yang mengingat kejadian tadi malah semakin mencebik.
"Diusap-usap gitu kepalanya kan...."
"Terus? Kok lo malah balik ke kelas, sih?" protes Mark yang memang suka nonton drama ala-ala di kelasnya itu. Tak sadar padahal kisahnya sendiri sudah bak drama.
"Ya nanti gue emosi gimana? Nanti malah gue nonjok dia.."
"Ya bagus, dong!" sahut Robin tiba-tiba.
"Bagus tuh. Harusnya lo tuh dateng ke sana, nonjok mukanya, terus narik tangan Ara dan bilang 'Jangan pernah deketin cewek gue lagi.' Gitu....." lanjut Robin menerangkan langkah-langkah menciptakan drama yang baik.
Aro melengos.
"Gue nggak mau kayak gitu. Nanti yang ada Ara malah benci ke gue," ucap Aro sedih.
"Lagian pangerannya Ara itu terlalu sempurna. Gue ngerasa gak pantes berjuang buat Ara. Dia pantas dapat yang lebih baik dari gue," lanjutnya semakin mellow. Empat orang yang lain itu menghela nafas.
"Jadi segini doang perjuangan lo buat Ara?"
"Cuma segini?"
"Berjuang dong kayak gue meskipun berkali-kali dicuekin tapi tetap berusaha membuat Mbak Dani jatuh hati padaku."
"Ro, gue kasih tau, ya. Seberapa berat pun saingan lo, tetap berjuang. Dunia ini keras. Saingan di mana-mana. Lo nggak berjuang lo nggak dapet apa yang lo pengen. Inget, kita ini bukan Aladin yang dengan santainya tinggal minta jin buat kabulin permintaan. Kita manusia biasa, perlu berjuang, perlu bertahan. Kejar yang lo inginkan, jangan lepasin. Kalau baru perjuangin cewek aja lo udah kayak gini gimana lo mau perjuangin masa depan lo sama dia?"
Aro terdiam. Ucapan Robin barusan benar-benar menohok hatinya.
Tentu saja Robin jauh lebih berpengalaman dari pada dia. Robin sudah merasakan, bagaimana rasanya mencintai satu orang selama lima tahun lamanya. Meskipun berjuang mati-matian, Robin tetap ditolak. Namun benar, Robin tidak menyerah.
Juga Lucas yang terus-terusan berusaha membuat Danika mau meliriknya.
Atau Mark yang tetap berjuang meskipun Kori hanya menganggapnya teman.
Ah, Aro merasa cupu di tengah-tengah orang hebat seperti mereka.
"Gosipin apa kalian?"
Lima orang itu segera menengok ke sumber suara, di mana seorang wanita berdiri sambil menatap mereka datar.
"Hehe, Miss Jessie......."
KAMU SEDANG MEMBACA
Playboy Next Door | ✔ #YOURKIDUCE
Teen FictionNamanya Aro. Dia ganteng. Dia pinter. Dia tinggi. Dia jadi favorit cewek-cewek. Tapi Kiara nggak suka sama dia. Karena dia playboy. Dia songong. Dia sok. Dia temen sekelas Kiara. Dan yang paling bikin Kiara enek sama dia, karena dia tetangga Kiara. ...