0.31 - Hujan, Kenangan, dan Perasaan

3.1K 473 41
                                    



Ara melangkahkan kakinya lelah untuk mencapai pagar rumahnya. Hari ini seperti hari sial baginya. Berawal dari dia yang bangun kesiangan hingga ditinggal Jackson, lalu Jackson yang ada les dadakan, juga Jovan yang kumpul PKN membuatnya mau tak mau pulang menggunakan bus. Ditambah lagi tadi dia tertidur di dalam bus sampai halte tempatnya harusnya turun terlewat. Untuk menunggu bus selanjutnya Ara tidak tahu harus menunggu berapa lama. Jika ingin naik taksi online atau ojek online pun, baterai hpnya habis.

Seharusnya Ara tidak sesial itu jika saja tadi dia tidak gengsi untuk menemui Aro yang tengah sibuk bermain basket sendirian di lapangan dan meminta tolong untuk diantar pulang. Apalagi kan rumah mereka sebelahan. Seharusnya Ara tidak perlu gengsi sampai berakhir mengenaskan berjalan untuk pulang.

Seharusnya.

Tapi karena gengsi ya...... udah. Ara mah pasrah.



Ara membuka pintu rumahnya hanya untuk mendapati Jackson yang sudah berdiri sambil melipat kedua tangan di depan dada. Tatapan kakaknya itu tajam, namun sedetik kemudian berganti ekspresi menyebalkan yang membuat Ara ingin menampar muka Jackson pakai panci penggorengannya kuda di kartun Tangled.

"Gimana? Gengsi enak gak?"

Ara memanyunkan bibirnya lalu menggaplok keras kepala Jackson membuat cowok itu mengaduh lebay sambil membungkuk-bungkuk. Padahal kan yang dipukul kepalanya, bukan perutnya.

Ara melengos malas lalu segera pergi menuju kamarnya di lantai atas. Baru saja beberapa langkah, Jackson sudah mengikutinya.

"Ra, makanya baikan. Biasanya juga langsung naik di boncengan Aro kalo ga pulang bareng Gege," oceh Jackson yang sama sekali tidak diperdulikan oleh Ara.

"Musuhan lama-lama tuh ga baik. Emangnya enak gitu musuhan sama tetangga sendiri?" Ara mendengus kesal menaiki tangga untuk sampai di kamarnya, masih dibuntuti oleh Jackson di belakangnya.

"Lagian bukannya kamu udah baper? Perlakuan Aro selama ini bikin kamu baper, kan? Iya, kan? Ngaku deh, Ra. Kenapa ga baikan aja sih? Kali aja jadi—"

Tepat di depan pintu kamarnya, Ara berbalik cepat membuat Jackson terkejut dan reflek terdiam. Tatapan mata tajam Ara menusuk tepat di manik Jackson. Ara tahu. Gegenya itu badan doang gede. Nyali sekecil kuman.

"Ge, Gege tau nggak apa persamaan Gege sama netizen Indonesia?"

Jackson meneguk ludah kasar sebelum menggeleng kaku. Ara tersenyum manis.

"Sama-sama banyak bacot."

Dan detik itu juga, Ara masuk ke kamarnya. Menutup pintu dengan membanting membuat Jackson menciut di depan pintu kamarnya.


***


Ara melirik jam tangan silvernya. Sudah lewat lima menit dari waktu yang dijanjikan Jovan. Hari ini Jovan mengajaknya jalan-jalan. Entah kemana, Ara tidak begitu peduli. Ini weekend. Harus dinikmati.

Mata Ara sempat melirik sekilas ketika anak bungsu pemilik rumah di sebelah rumahnya itu keluar rumah hanya mengenakan celana hitam selutut dan kaos putih polos. Pakaian sederhana yang selalu Ara hafal setiap weekend.

Ara buru-buru mengalihkan pandangan saat mata mereka bertemu. Dan beruntungnya, Jovan segera datang dengan motor maticnya. Ara bergegas menghampiri Jovan, mengenakan helm dan duduk di jok belakang Jovan.

Playboy Next Door | ✔ #YOURKIDUCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang