0.14 - Curhatan Aro

4.7K 702 55
                                    

[A/N]

Chapter ini bakal banyak narasi dan penjelasan panjang. Maafkan kalau bikin bosan:")

~~~



Aro goleran malas di atas kasur empuknya. Capek juga hujan-hujanan. Tapi kalau diingat lagi.... Hujan-hujanan sama gebetan itu asik.

Aro jadi senyum-senyum sendiri lalu jungkir balik di atas kasurnya, sesekali lompat-lompat bahagia dan bergulung-gulung sampai tubuh bongsornya ikut tergulung bersama selimut dan seprai hitam putih miliknya.




"Yes, akhirnya hujan-hujanan sama Ara! Yess!!!!!"


"Akhirnya gandeng tangan Ara!!!!"




"YESS AKHIRNYA ARA DENGAN SUKA RELA NEMPLOK DI PUNGGUNG GUE AAAAA APAKAH GUE MIMPI???????? SIAPA AJA TOLONGIN BANGUNIN GUEEE!!!!!!"


Cowok bongsor itu masih dalam mode bahagianya sampai berteriak-teriak kencang yang membuat Nata langsung mengomel dari bawah.

Tanpa menyadari bahwa Ara sedang mengamatinya dari kamarnya sendiri.


Ara tersenyum kecil melihat cowok itu kini melebihi anak kecil ketika diberitahu akan piknik. Melompat-lompat, gulung-gulung, dan teriak-teriak.

Ara jadi tertawa kecil melihat itu. Ternyata bukan dia saja yang ambyar. Cowok yang mengambyarkan hatinya ikut ambyar.

Ara masih menatapi cowok itu di kamarnya. Awalnya dia sedang membaca buku. Namun saat mendengar teriakan Aro dia jadi mendongak dan mendapati cowok itu sudah mirip cewek SMP yang baru kenal jatuh cinta.

Gemes.

Saat Aro menoleh ke arahnya, dengan cepat dia menunduk dan berpura-pura fokus pada bukunya lagi. Matanya sesekali melirik ke arah Aro dan melihat cowok itu sudah tengkurap di atas kasurnya sambil menopang dagu memandangi Ara. Ara jadi mendengus geli saat menangkap pose Aro itu.

Siapa bilang Aro ganteng?

Aro itu imut.

Aro mengerjap pelan sambil menikmati pemandangan Ara yang sedang membaca buku. Bukan hal asing jika Ara membaca buku, apalagi bergulat dengan kucing.

Ewh.

Aro jijik pada kucing. Lebih tepatnya takut yang berujung jijik.

Aro menyudahi kegiatan itu lalu jadi telentang, memandangi langit-langit kamarnya. Dia sangat bahagia hari ini. Dia ingin berbagi. Terutama pada Ayahnya.

Namun seperti yang sudah-sudah, Aro hanya bisa menghela nafas saat kembali mengingat Ayahnya.

Sepuluh tahun. Bukan waktu yang singkat sebenarnya. Tapi tetap saja bagi Aro waktu itu tak cukup untuk melupakan sosok Ayahnya yang selama ini menjadi panutannya.

Memang, saat itu dia masih kecil, jadi dia tidak tahu mengapa Ayahnya memilih pergi dan tidak pernah kembali. Ayahnya pun tak pernah memberi tahu alasannya pergi. Hanya pergi begitu saja membiarkan Aro termenung tak tahu apa alasan Ayahnya bercerai dengan Bundanya.

Bahkan tak pernah memberi kabar padanya.

Aro menghela nafas pelan. Cowok itu beringsut bangun dan berjalan gontai ke lantai bawah, ke kamar Bundanya. Itulah yang selalu ia lakukan saat ia merindukan sosok Ayahnya. Pergi ke kamar Ayah dan Bundanya, lalu menghirup aroma kamar itu, yang meskipun sekarang sudah menjadi kamar milik pria lain.

Aro melangkah pelan kemudian membuka pintu kamar Bundanya dengan perlahan. Bundanya di sana, sedang duduk sambil membaca majalah.

"Bunda? Tumben di rumah?" sapa Aro membuat Bundanya menoleh dan menutup buku.

Playboy Next Door | ✔ #YOURKIDUCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang