0.37 - Gas Pol

2.7K 431 27
                                    


Ara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kumpulan soal Fisika di depannya dipandanginya tanpa bisa dikerjakan. Ralat, Ara yang tidak bisa mengerjakan. Nilai Fisikanya jarang ada yang di atas delapan. Mentok-mentok tujuh koma. Itu pun kalau ada nilai bonus.

Di tengah bingungnya Ara menghadapi soal yang hari Senin nanti akan di bahas, pintu balkonnya diketuk dari luar. Ara menoleh, tapi terhalang gorden putihnya. Memang semenjak dia dan Aro berkonflik Ara lebih sering menutup gorden itu. Malas jika harus menghadapi cowok itu.

Ara bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke pintu balkonnya. Disingkapnya gorden itu namun nihil. Tidak ada apa-apa di luar sana.

Ara dasarnya bukan gadis penakut. Apalagi kalau hanya ketukan-ketukan seperti itu. Tapi dia gampang kaget. Dan kalau kaget pasti heboh.

Ara baru akan menutup gordennya lagi ketika menangkap pergerakan di bawah kursi di balkonnya. Ara tersenyum miring. Hanya sebentar, sebelum menghilangkan senyuman itu dan melangkah keluar.

Ara menelusuri balkon, berjalan dari ujung ke ujung. Begitu sampai tiga kali baru melangkah menuju pintu balkon. Namun saat tangannya memegang handle pintu, tubuhnya segera dia tundukkan hingga mencapai kolong kursi.

Sudah Ara tebak. Aro bersembunyi di sana sambil meringkuk dan memeluk sesuatu. Ara tersenyum lebar nyaris tertawa melihat Aro yang meringkuk di kolong kursi.

"Ngapain lo?" tanya Ara namun hanya didiamkan oleh Aro.

"Heh, Ro. Lo ngapain?" tanya Ara lagi membuat Aro yang sedang meringkuk itu sedikit membuat gerakan tanpa mengangkat wajahnya.

"I—ini bukan Aro. Aro lagi tidur di kamarnya," jawab Aro agak terbata membuat Ara tertawa tanpa suara. Sebuah ide muncul begitu saja di otaknya.

"Oh, ini juga bukan Ara. Ara lagi belajar di kamarnya."

Spontan Aro mengangkat wajah membuat kepalanya terantuk bagian bawah kursi kayu itu. Membuatnya mengaduh keras. Ara ngakak melihat reaksi Aro yang jelas ketakutan.

"Lo ngapain sih yaampun?" tanya Ara di sela-sela tawanya membuat Aro perlahan-lahan menatapnya.

"Lo..... Ara, kan? Ara yang asli?" tanya Aro masih meringkuk. Ara tertawa lagi lalu mengangguk.

"Ya iyalah! Masa gue arwahnya gitu?" sahut Ara membuat Aro tanpa sadar menghela nafas lega sebelum keluar dari kolong kursi.

Heran Ara tuh. Badannya Aro kan gede, tapi kok muat di kolong kursi?

"Lagian lo ngapain sih pake sembunyi segala? Sok misterius tau nggak. Nggak cocok," ucap Ara lalu masuk ke dalam kamarnya. Aro mengikuti sambil mencibir kecil.

"Ya kan biar lo takut gitu kan nanti kayak di drama-drama," jawab Aro membuat Ara mendelik.

"Lo kebanyakan nonton drama romcom nih jadinya kayak gini. Coba sesekali nonton yang action kek, kriminal, apa detektif gitu biar ga cemen-cemen amat," balas Ara membuat Aro mencebik sebelum merebahkan tubuhnya di kasur Ara.

"Ga suka. Hwarang yang waktu itu aja belum gue selesaiin. Takut banget itu adegan bunuh-bunuhan kalo mati beneran gimana?"

Ara melengos kasar mendengar celotehan Aro.

"Itu cuma settingan, Ro. Lagian itu nebas pedangnya ga beneran. Kalo beneran ya mati lah aktornya. Buktinya sampe sekarang Park Seo Jun masih hidup," sahut Ara kesal lalu kembali fokus pada buku Fisikanya.

"Lo kok suka drama begituan?" tanya Aro lalu bangkit dari tidurannya di kasur Ara.

"Lebih mendidik daripada adegan ciuman di drama yang lo tonton."

Playboy Next Door | ✔ #YOURKIDUCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang