Ara menghela napasnya untuk kesekian kali hari ini. Telinganya jelas mendengar apa yang cowok sipit itu katakan padanya. Namun entah mengapa baik hati maupun otaknya berusaha menolak itu semua.
"Maaf."
Suara serak Aro kali itu memecah keheningan sekian menit yang tercipta di antara keduanya. Ara mengerjapkan matanya sebelum akhirnya mendongak.
"Maaf ga bikin kita berdua balik, Ro," ucapnya sambil tersenyum getir. Aro ganti mendongak. Kepalanya ia gelengkan kuat-kuat.
"Bukan gitu, Ra...." Suaranya memelan, yang kemudian membuat suasana kembali hening.
"Aronya Ara...."
Aro mendongak. Menatap nanar Ara yang masih menggunakan panggilan kesayangannya itu.
Ara tersenyum lembut lalu meraih kedua tangan Aro. Dielusnya lembut punggung tangan yang lebih lebar dengan ibu jarinya.
"Kalo emang berat buat bilang sekarang, nanti aja. Gapapa. Ara bisa nunggu," ujarnya pelan, tak menyadari bahwa nada suaranya mulai bergetar.
"Ara...."
Ara tersenyum lagi. Kemudian mengerjap menyadari matanya panas kembali.
"Sekarang siapa? Siapa lagi yang coba Aro lindungin? Hm?"
Aro menggeleng lagi. Matanya mulai memanas. Dia tidak tega melihat Ara begini.
"Ara bukan gitu...."
Aro memelankan suaranya kembali. "Aro cuma mau lihat Ara bahagia tanpa harus disakitin orang-orang." Aro menunduk, membuat Ara kehilangan kesabaran lalu mulai menitikkan air mata.
"Aro inget apa yang dulu pernah Aro bilang ke Ara? Aro bilang, karena aku Aranya Aro, jadi nggak ada lagi yang bisa ngebully Ara karena Aro."
Aro menggeleng pelan. Tangannya terangkat hendak mengusap setitik bening yang jatuh di pipi putih Ara. Namun dengan segera ditepisnya tangan Aro.
"Aro... Aro bilang Aro bakal lindungin Ara."
Tangis Ara menderas. Isak tangis mulai terdengar. Beserta napasnya yang sama sekali tidak beraturan.
"Aro--Aro bilang kita bakal berjuang bareng. Aro bilang kita nggak boleh berjuang sendiri-sendiri!"
Tangan Aro mengepal. Wajahnya memerah, berusaha menahan tangis yang sudah di ujung mata.
"Ara maafin Aro...."
Ara menepis lagi tangan Aro yang hendak menyentuh pipinya. Matanya menatap nyalang pada mata sipit Aro.
"Kalau alasan kita selesai cuma karena Aro takut Ara disakitin orang lain, Aro pengecut!"
"Ara--"
"Kata Aro kita sama, kan?!"
Aro meringis kecil. Ara yang menangis di hadapannya cukup untuk membuktikan betapa brengseknya dia karena telah menyakiti seseorang yang dia sayang.
"Kita udah janji buat saling ngelindungin. Kita bakal saling jaga. Apapun yang ada bakal diceritain!"
"Kalau gini caranya Ara cuma beban buat Aro!!!"
Hati Aro mencelos mendengarnya. Dia bukannya takut pada Ara. Dia hanya... Sedih. Aranya menangis. Dan itu karena dia sendiri.
"Ara, itu demi kebaikan kamu..." lirihnya berusaha memberi pemahaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Playboy Next Door | ✔ #YOURKIDUCE
Roman pour AdolescentsNamanya Aro. Dia ganteng. Dia pinter. Dia tinggi. Dia jadi favorit cewek-cewek. Tapi Kiara nggak suka sama dia. Karena dia playboy. Dia songong. Dia sok. Dia temen sekelas Kiara. Dan yang paling bikin Kiara enek sama dia, karena dia tetangga Kiara. ...