Ara mendengus bosan sambil membaca novel tebal. Novel itu sudah tiga kali dibacanya dalam tiga hari berturut-turut. Saking bosannya. Ga ada kerjaan.
Biasanya dia adu mulut dengan Aro, entah tentang apapun itu. Atau tendang-tendangan yang selalu berakhir adegan kekerasan oleh Ara.
Atau juga mengomeli Aro saat Aro tiba-tiba muncul di balkonnya dan tersenyum manis.
Ara menghela nafas lalu menutup novelnya. Wajahnya yang biasanya ceria itu tak menampakkan senyum kali ini.
"Ra, nanti pulang sekolah temenin gue beli buku Biologi, ya," ajak Acha sambil duduk di bangku Sofi yang ada di depan bangku Ara.
"Gue lagi nggak mood, Cha," balas Ara pelan sambil meletakkan kepala di meja. Kedua tangannya menggantung di bawah membuatnya benar-benar terlihat lesu.
"Tiga hari lo gini mulu." Acha menatapi Ara lalu tersenyum senang.
"Nanti kita jalan-jalan, deh. Nanti gue temenin beli jaket GOT7 juga. Lo pengen kan kemarin?"
Ara langsung menegak dan tersenyum lebar hingga matanya menyipit dan menampakkan dimple kumis kucingnya.
"Acha baik, deh....."
Ara meringis lebar lalu jadi tertawa senang.
"Tapi janji nanti ga boleh sedih kayak gini, ya?"
Ara mengangguk semangat bak anak kecil yang sedang diiming-imingi permen.
"Oke, nanti jam empat gue jemput lo. Oke?"
"Oke!"
Ara lanjut tertawa-tawa bersama Acha. Sampai Aro masuk ke kelas dan membuat tawa itu hilang lagi.
Aro bahkan melewatinya begitu saja menuju ke bangkunya sendiri dan mengambil sesuatu dari tasnya, lalu kembali keluar kelas.
Ara mendesah kecewa lalu kembali meletakkan kepalanya di atas meja.
Aro terhenti di depan pintu kelas sambil memegangi hpnya yang menyala.
Jovan : gue tunggu di kafetaria. Ada yang mau gue omongin
Aro melirik kecil ke arah Ara. Dia takut jika yang akan dibicarakan Jovan itu membuat Ara sakit hati.
Aro : Van...
Aro : lo nggak mau bilang kalo lo suka sama gue, kan?
***
Aro memasuki kafetaria yang sepi itu. ini memang sedang jam pelajaran terakhir. Tapi kelasnya jam kosong, jadilah kelas X-11 berkeliaran.
Mata sipit Aro mendapati Jovan yang sedang menatapi hpnya.
'Halah, sok banget. Paling juga cuma scroll-scroll di menu doang,' batin Aro lalu berjalan mendekati Jovan.
"Ada apa memanggil suaminya Nayeon?"
Jovan mendelik mendengar ucapan Aro, membuat Aro tertawa.
"Jadi, lo mau ngomong apa?" tanya Aro melihat Jovan hanya diam.
Jovan menghela nafas. Baru saja membuka mulutnya, Aro sudah menginterupsi.
"Bentar, bentar, Van. Lo nggak ada niat buat nikung Ara, kan?" potong Aro menatap Jovan menunggu jawaban Jovan.
"Apasih kok jadi nikung Ara?" balas Jovan tak paham. Aro berdehem lalu mengusap tengkuknya canggung.
"Ya..... lo suka sama gue, kan?"
"Gue masih normal ya bangsul!"
Satu tendangan mengenai tulang kering Aro membuat cowok jeding itu memekik.
"Aduh Van gue bercanda yaampun sensi amat, dah!" teriak Aro sambil mengusap-usap tulang keringnya.
"Ck, serius," ucap Jovan lalu memasang wajah serius.
"Lo nggak cocok serius, Van," celetuk Aro membuat Jovan ambil ancang-ancang akan menabok cowok itu.
"Lo kira lo cocok?!"
Dan Aro malah cengengsan.
"Beneran ini serius. Tentang Ara," kata Jovan membuat Aro langsung menegakkan tubuh.
"Apa, apa? Ada apa?" tanya Aro membuat Jovan mencibir.
"Dih, giliran Ara aja gercep lo," cibir Jovan membuat Aro meringis malu.
"Kenapa kenapa?" tanya Aro kembali fokus.
"Lo mending baikan aja deh sama Ara. Ga usah sok-sokan menjauh gitu," ucap Jovan membuat Aro mengernyit.
"Kan elo yang nyuruh gue buat jauhin Ara," ucap Aro tak paham.
"Ya emang. Tapi kan lo juga tau sendiri gimana Ara sejak musuhan sama lo."
Aro menunduk. Ini memang salahnya, sih.
"Ya tapi gue takut kalo nanti—"
"Kemarin dia bilang dia kangen sama lo."
Aro mendongak cepat dan melebarkan mata.
"H—hah?"
"Kemarin gue sama dia di Mixme, dia liat lo dan bilang kalo dia kangen sama lo," jelas Jovan membuat mata Aro berbinar.
"Serius?"
"Yaiyalah ngapain juga gue bohong."
Dan Aro langsung beranjak dari tempatnya duduk, berlari cepat menuju kelasnya.
Bel pulang berbunyi.
Aro memasuki kelasnya dengan langkah tergesa. Dengan cepat dia mengemasi barang-barangnya. Selesai, dia langsung menyampirkan ranselnya di satu pundak.
Melihat Ara sudah selesai membereskan barang-barangnya, Aro tersenyum lebar.
Dengan gerakan cepat Aro menggapai tangan Ara dan menariknya keluar. Ara yang tidak siap pun langsung tertarik dan terbawa Aro keluar kelas dengan tas yang baru saja tersampir.
"Ro! Woi! Lo ngapain?!" teriak Ara pada Aro yang membawanya berlari melintasi koridor yang penuh murid. Aro menoleh dengan senyum yang terkembang lebar masih dengan berlari.
"Kata Jovan lo kangen sama gue. Jadi ayo kita jalan -jalan! Bareng-bareng biar kangennya ilang!!" teriak Aro menjawab Ara.
"Hah? Apa? Gue kangen sama lo??" teriak Ara tak percaya saat mulai memasuki lapangan upacara.
"Ga usah jaim. Gue juga kangen banget sama lo!!"
Dan Ara yang ditarik Aro itu perlahan tersenyum lebar. Langkah larinya dia lebarkan, begitu dekat dengan Aro, Ara melompat ke arah Aro dan mendarat mulus di pungung pemuda itu.
Aro menoleh terkejut, namun dengan segera menurunkan Ara.
Hujan mulai turun.
Aro menatap Ara dalam dengan senyuman lebarnya. Tangannya yang semula di pergelangan tangan itu berpindah ke telapak tangan Ara. Ara menatapi tangannya yang kini digenggam Aro lalu mendongak dan tersenyum lebar.
"Ayo!!"
Aro kembali menarik Ara, kali ini dengan tangan Ara yang digenggamnya. Juga dengan hujan yang sepertinya membuat Aro semakin tersenyum lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Playboy Next Door | ✔ #YOURKIDUCE
Teen FictionNamanya Aro. Dia ganteng. Dia pinter. Dia tinggi. Dia jadi favorit cewek-cewek. Tapi Kiara nggak suka sama dia. Karena dia playboy. Dia songong. Dia sok. Dia temen sekelas Kiara. Dan yang paling bikin Kiara enek sama dia, karena dia tetangga Kiara. ...