Saran doang, mulmednya di puter coba. Atau kalo nggak dengerin lagu NCT Dream - Walk You Home.
Gela sih baper banget lagunya:"
~~~
Ara menatap datar Aro yang sudah memelas di depannya itu. Sesekali cowok memble itu menghela nafas lalu menatap Ara lagi. Ara jengah. Sudah lima belas menit mereka berdiri di sana tapi Aro tak kunjung bersuara.
Taman belakang restoran Acha memang teduh karena penuh pepohonan. Tapi kalau berdiri lama-lama kan Ara pegel juga.
"Mau ngomong apa, sih?" tanya Ara kesal juga lama-lama.
Aro mendongak, menatapnya sebentar sebelum menunduk lagi lalu mendongak lagi. Kali ini Ara yang menghela nafas. Cowok aneh itu kenapa, sih? Padahal Ara berusaha mati-matian menghindarinya belakangan ini. Tapi kenapa cowok itu malah mengajak ketemuan–yang jelas saja tidak bisa Ara tolak?
"Gue minta maaf ngungkit ini, karena gue tau cewek nggak suka kalo masa lalunya diungkit, tapi gue beneran penasaran. Kenapa gitu lo nolak gue?"
Ara mendengus lelah. Sudah berapa kali, sih dia mendapat pertanyaan yang sama dalam sehari? Kenapa semua orang begitu kepo akan pilihannya untuk menolak Aro?
"Lo terlalu dicintai, gue terlalu dibenci. Jelas?"
"Siapa sih yang ngebenci lo?"
Ara mendengus geli.
"Banyak, Ro," ketusnya membuat Aro menghela nafas.
"Ara sejak kapan sih lo jadi kayak gini? Selama ini kan lo nggak pernah meduliin apa kata orang." Aro melengkungkan bibir melihat Ara yang masih saja terdiam jutek.
"Itu selama ini. Sesebentar ini udah nggak."
Aro menghela nafas sambil memejamkan matanya sejenak. Dia perlu menjernihkan pikiran agar tak emosi saat bicara dengan Ara.
"Ara, dengerin gue."
Ara menatap datar Aro yang kini menatapnya dalam.
"Apa yang bikin lo segitu takutnya sama omongan orang?"
Ara menelan ludah. Jawabannya ada di depannya. Aro. Cowok itu jelas yang membuatnya takut akan omongan orang. Tentang bagaimana sempurnanya Aro dan kurangnya dirinya.
"Gue juga ngerasain itu, Ra."
Ara mendongak, menatap Aro yang kini menatapnya sendu.
"Gue juga ngerasain gimana rasanya orang ngomongin gue di belakang. Gimana mereka ngejelekin gue. Gimana mereka ngehina gue."
Aro menatap rerumputan di bawahnya lalu menghela nafas kecil.
"Kalo lo pikir gue ganteng bisa menghindarkan gue dari segala omongan orang, maka lo salah. Justru karena wajah gue gue dijadiin bahan omongan orang. Dari kecil. Mereka selalu bilang, ganteng-ganteng kok manja. Ganteng-ganteng kok takut kucing. Ganteng-ganteng kok masih suka lompat-lompat kayak anak kecil."
Aro menarik nafas dalam lalu mendongak. Menatap Ara yang kini tatapannya sudah melembut.
"Gue ngerasain semuanya. Waktu gue dituduh ngerebut cewek orang gara-gara cewek itu naksir gue. Waktu temen-temen SMP gue ngejauhin gue gara-gara para cewek pada nempel ke gue. Gue juga ngerasain gimana rasanya dijauhin, dihina, dijadiin bahan omongan."
Aro menghembuskan nafas pendek.
"Kenapa kita nggak mencoba sebuah hubungan, Ra? Kita bisa saling melindungi. Kita bisa ngeyakinin orang lain kalo kita ini nggak bisa diusik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Playboy Next Door | ✔ #YOURKIDUCE
Teen FictionNamanya Aro. Dia ganteng. Dia pinter. Dia tinggi. Dia jadi favorit cewek-cewek. Tapi Kiara nggak suka sama dia. Karena dia playboy. Dia songong. Dia sok. Dia temen sekelas Kiara. Dan yang paling bikin Kiara enek sama dia, karena dia tetangga Kiara. ...