Chapter 48 ( Bahasa )

3.7K 475 46
                                    

Dua orang saling menatap di tengah kegelapan, satu orang menatap tak percaya apa yang didengarnya dan satu orang lagi mencoba meyakinkan bahwa yang disampaikannya adalah kebenaran.

"Aku tak percaya...." kata Art setelah mendengar Mew mengatakan bahwa Phana anaknya.

"Percaya atau tidak tapi itu kenyataannya." Jelas Mew dengan tenangnya.

"Kau... kau... bilang ia sudah meninggal, kau bilang bayiku sudah meninggal..." Art berteriak hingga mengagetkan burung-burung yang tadinya hinggap di pepohonan.

"Maafkan aku Art... Aku tak ingin berbohong tapi keadaan yang memaksa." Mew mencoba mendekatu Art namun semakin didekati Art semakin menjauh.

"Jelaskan padaku..." tuntut Art. Mew menghela nafas sebelum menceritakan kenangan pahit dan membuka luka lama diantara mereka berdua.

"Kau tahu bahwa aku mencintaimu...."

"Skip bagian itu..." kata Art pendek namun tegas. Mew tidak kecewa, ia tahu bahwa Art akan bersikap seperti ini.

"Setelah kita melakukannya malam itu..."

"Skip juga bagian itu. Aku tak ingin mendengar."

"Arggh.... fine... setelah kau hamil, hamil anakku. Ayahku marah besar. Ia ingin menghancurkan keluargamu bahkan ia ingin membunuh anak kita."

"Jangan sebut dia anak kita. Panggil dia Phana."

"Baiklah... terserah apa maumu." Seharusnya Mew tak boleh kesal, tapi karena sudah sifat dasarnya yang arogan itu membuat ia merasa kesal pada Art yang memotong ceritanya.

"Langsung saja ke intinya."

"Baiklah, aku berbohong. Aku berbohong padamu bahwa Phana sudah meninggal ketika ia dilahirkan. Aku berbohong untuk menjagamu, menjagamu tetap hidup."

"Menjagaku ? Agar tetap hidup ? Kau tahu Mew. Sudah beberapa kali aku mencoba bunuh diri demi menyusul bayiku. Apa kau tahu betapa menderitanya dan tersiksanya aku mendengar bayi yang ku kandung selama 9 bulan, bayi yang aku cintai dengan sepenuh hatiku, dinyatakan meninggal begitu saja." Teriak Art mengingat betapa hancurnya dia ketika dokter bilang bahwa bayinya meninggal sesaat setelah dilahirkan.

"Art...." Mew mencoba memeluk Art namun Art menghindar.

"Kenapa ? Kenapa kau tak bilang padaku. 25 tahun Mew. Sudah 25 Tahun. Kenapa baru sekarang kau menceritakannya ?"

"Semua demi kebaikanmu Art. Aku melakukannya demi kebaikanmu. Ayahku orang yang kejam, ia selalu memaksakan kehendaknya demi kejayaan keluarga Khotinan. Bahkan Roy ( Ayah Kongpop dan Ming ) pun mengetahuinya." ( Zyzy akan menjelaskan hubungan ketiganya disini, Roy dan Mew adalah sepupu, yang bersekolah di sekolah yang sama dengan Art. Jadi mereka bertiga adalah teman sekolah.)

"Jangan bilang itu demi kebaikanku, itu demi Mia kan, demi Mia istrimu itu." Art bergetar menahan amarahnya.

"Dia membohongiku Art. Mia membohongiku. Padahal aku percaya padanya. Mia bilang akan membantu bicara pada ayahku agar aku bisa bersamamu tapi dia malah bekerja sama dengan ayahku untuk melenyapkanmu. Dia bahkan mengambil Phana untuk mengancamku. Mia tak bisa hamil Art, makanya ia mengambil Phana untuk menutupi kekurangannya. Dia.. dia... yang membujuk ayahku untuk membuatmu menghilang." Mew menangis bersimpuh di hadapan Art. " Maafkan aku... maafkan aku yang lemah..."

"Lalu ?"

"Hidupku hancur, aku mabuk setiap malam, bahkan terkadang aku bersikap kasar pada siapapun. Sampai Mia jatuh sakit, dia berkata agar aku harus menjadi kuat demi menjagamu Art. Mia merasa bersalah diakhir hidupnya. Bahkan Phana membenciku karena mengira aku tak memperdulikan ibunya. Please Art... Maafkan aku.. Maafkan aku yang pengecut ini..."

"Apa Phana mengetahui hal ini ?"

"Tidak. Aku tak pernah memberitahunya."

"Berikan aku waktu Mew." Mew mengangguk setuju, hal ini terlalu berat untuk diterima begitu saja oleh Art. Art butuh waktu.

"Kenapa kau menghalangi hubungan Phana dan Wayo ?"

"Agar Phana tak menderita sepertiku."

"Kenapa ?"

"Ayahku bisa melenyapkan Wayo."

"Apa kau masih sepengecut dulu ? Kau masih takut pada ayahmu ?" Mew mengeleng. Satu demi satu usaha ayahnya sudah jatuh ke tangan Mew. Setengah kekuasaan ayahnya sudah lenyap. Mew membangun pondasi kekuatan sedikit demi sedikit untuk melawan ayahnya.

"Restui mereka. Itu saja permintaanku." Ucap Art tegas. Tak mau mendengar bantahan dari Mew.

"Mama mertuaaaa.... huaa.... hua...." Wayo melesat dari persembunyiannya berlari memeluk Art. Hal itu membuat Mew dan Art terkejut, apalagi dibelakang Wayo ada Phana yang menampakan dirinya.

"Phana... ini...." Art mengigit bibirnya ragu, anaknya ada dihadapannya, anaknya yang selama ini dikiranya meninggal sudah berdiri dihadapannya. Berbadan tegap, tinggi dan tumbuh baik menjadi seorang dokter.

"Maaf... aku perlu waktu.." ucap Phana pelan. Art mengangguk. "Pho harus jelaskan semua padaku." Tuntut Phana. Mew pun mengangguk, memang sudah saatnya Phana mengetahui semuanya.

"Mama mertua.... ayah mertua jahat padaku..." Adu Wayo yang membuat Mew terkejut. Apalagi perkataanya Wayo selanjutnya yang membuat Mew membeku ditempat.

"Lagipula... Ayah mertua itu selingkuhanku mama mertua...."

***

"Ming... apa yang kau lakukan pada Kit ? Kau menghancurkan malam indahku tahu..." kata Forth kesal, harusnya dia berada di tenda berdua dengan Beam namun sekarang malah di tenda Ming. Menyebalkan.

"P... memangnya P saja yang hancur malamnya, aku juga tahu. Aku lebih memilih tidur bersama Kit di banding sama P." Kata Ming yang mengeluarkan semua unek-unek dihatinya.

BUGG.... Forth menjitak kepala Ming.

"Jika kau bersikap baik pada Kit, Kit tak akan mengadu pada Beam. Dan kita tak akan susah begini."

"Itu semua gara-gara P'Kong..."

"Apa hubungannya dengan Kong ?"

"Gara-gara P'Kong bercumbu dengan P'Arthit dihutan. Aku melihatnya P. Aku melihat sendiri. Lalu aku menjadi horny..."

"Itu salahmu, kenapa membawa-bawa aku."

"Biar P juga merasakan apa yang kurasakan." Ledek Ming.

"Arghhh...." Teriak Forth makin kesal.

"P... jangan biarkan yang lain enak-enakan sementara kita sengsara. Itu tidak adil P." Usul Ming yang berpikiran licik.

"Ok. Kita ganggu mereka." Operasi no enak-enak tengah malam akan segera dimulai...

READYYY.... STARTTT...

6. Alpha & OmegaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang