06, Varrelita dan Abimanyu.

1.1K 103 5
                                    

Fathiah mendengus sebal, dia berjalan dengan kesal. Moodnya benar-benar sudah hilang. Dan ini semua salah Febrian.

"Gue bilang apa tadi, kantin tuh lurus, lo malah ngajak muter-muter, gini kan jadinya, rame banget," cerocosnya dengan kesal. Pipinya menggembung, mulutnya jadi mengerucut ke depan. Membuat dirinya menjadi anak bayi yang sedang kesal.

Febrian gemas, melihat Fathiah seperti. Wajah Fathiah memerah, dengan pipi menggembung besar dan mulutnya yang maju. "Gemes banget gue," katanya sambil memainkan pipi Fathiah.

"Aduh Feb apwaan swiihh lepasssiinn," Fathiah meronta dari tangan jahil Febrian. "Ha apa gak denger gue?" tanyanya sengaja agar Fathiah lebih merajuk kesal. Karena, Fathiah lagi mode imut kalo lagi ngambek.

Fathiah yang tak tahan karena terus di cubit Febrian, akhirnya dia menendang kaki Febrian. "Anjir sakit woy," pekik Febrian.

Febrian melihat sepatu Fathiah, " anjay lo pakai pantofel," katanya sambil mengelus kakinya. "Makanya gak usah cari gara-gara," kata Fathiah sambil berlalu meninggalkan Febrian disana. Febrian hanya mendengus namun sudut bibirnya terangkat kecil.

"Ngambek aja imut."

Fathiah berjalan ke arah roti bakar. Antrian disini tidak terlalu panjang, makanya Fathiah kesana. Berbeda dengan stan lain yang antriannya kayak kereta api. Bisa-bisanya mereka ngantri begitu.

Fathiah berjalan membawa empat roti bakar, menaruh nya dimeja. Febrian juga sudah disana dengan satu gelas es teh dan satu gelas es kopi. "Nih gue beli empat, dua-dua ambilnya," kata Fathiah sambil menyodorkan piring yang berisi roti bakar.

Febrian melihat piring itu, "piring nya cuma satu?" tanyanya pada Fathiah. Fathiah mengangkat sebelah alisnya, "cuma empat roti, piring satu wajar kan?" sekarang gantian Fathiah yang bertanya dengan nada judes. Febrian mengernyit, rupanya Fathiah masih ngambek.

"Yaudah, ini lo mau es teh apa es kopi?"

"Es teh aja, gue belum jadwalnya buat minum kopi."

Febrian mengangkat alisnya, "ha lo harus pakai jadwal gitu buat minum kopi?"

Fathiah mengangguk, "iya gue punya maag, jadi ya gitu," jawabnya. "Cuma gue tadi langgar jadwal gue sendiri," lanjutnya yang membaut Febrian tambah tidak paham.

Fathiah sedikit tertawa melihat wajah konyol Febrian. "Tadi gue makan pedes, padahal gue kemarin udah makan seblak," ucapnya yang membuat Febrian membulatkna mulutnya. "Oh, jadi gitu, yaudah es teh aja."

Mereka berdua makan dalam diam, bukan canggung. Lebih tepatnya menghormati makanan. Sejujurnya etika makan yang benar itu adalah kita tidak diperbolehkan berbicara saat makan. Tapi sekarang etika itu seakan lenyap ditelan waktu.

Roti yang dimakan Fathiah sudah habis, lalu dia melihat ke arah Febrian. Roti Febrian masih ada satu, tapi yang punya malah main hape. "Feb, itu roti lo makan dulu ah. Malah dolanan hape bae, simpen disik hape ne," kata Fathiah pada Febrian. Febrian hanya bergumam, "makan aja tuh, gue udah kenyang." (Malah mainnan hape aja, simpen dulu hape nya.)

"Lah Feb, gue udah kenyang," kata Fathiah memelas. Febrian melirik, lalu menutup aplikasi game di hapenya. "Yaudah iya gue makan," katanya lalu mengambil roti itu dan memakannya. Fathiah tersenyum, entah tersenyum untuk apa.

Berbeda dengan Febrian yang tidak siap menerima serangan senyuman itu. Dia jadi salting dengan memalingkan wajahnya.







Sampai ada seorang perempuan yang datang ke meja mereka dengan membawa dua piring mangkuk bakso. "Ehhh lo Fathiah yang gue gak sengaja tabrak tadi kan?" tanyanya pada Fathiah, sedangkan Fathiah yang ditanya hanya bergumam. "Gue disini ya, meja yang lain penuh gitu," lanjutnya sambil mengambil bangku disebelah Fathiah.

"Varrel lo sendirian?" tanya Fathiah pada Varrel, perempuan yang sekarang duduk disampingnya. Varrel menggelengkan kepalanya, "enggak gue sama Abi."

"Ha? Lo sama bapak lo?" celetuk Febrian spontan mendengar kata Abi.  Varrel hampir saja tersedak ludahnya sendiri, "yakali gue sama bapak gue," jawabnya malas. "Abi itu Abimanyu, bukan bapak gue."

Febrian hanya beroria. Lalu melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda, yaitu main game. Fathiah yang melihat kelakuan nya cuma geleng-geleng kepala saja. Maklum, cowok kalau udah megang hape sama main game, susah buat di ajak ngobrol.

"Haduhh Abi mana sih? Haus nih ah," kata Varrel seperti cacing kepanasan. "Nah itu dia orang nya."

Varrel menunjuk seorang laki-laki yang membawa dua botol minuman dingin. Dia berperawakan tinggi dengan badan yang berjalan tegak. Kulit yang gelap, dan alis mata yang cantik. Mirip seperti Abib.

"Abi sini," undang Varrel pada Abi. Abi yang mendengar hal itu tersenyum lalu datang kesana. "Rame banget anjir," katanya dengan diakhiri umpatan. Di duduk disebelah Febrian. Lalu melihat ke arah Fathiah, "nama gue Abimanyu Dewa, lo bisa manggil gue Abi."

Fathiah mengangguk, "Fathiah Assyifa, panggil Fathiah aja."

Abi mengangguk, "lo tadi ditabrak nih jerapah kan," katanya sambil menunjuk Varrel. Varrel yang mendengar itu hanya melotot. "Maaf ya, dia emang tinggi tapi kadang matanya gak dipakai," lanjutnya sambil mengatai Varrel.

Varrel sudah bersiap-siap mau melempar botol yang ada di sebelahnya namun, dia tahan. Image pertama harus kalem, ya walau tadi malah nabrak orang.

"Ngomong-ngomong Fath, lo masuk mana?"

"Gue masuk Akuntansi, kalau lo?"

"Gue keperawatan sih, Abi masuk RPL."

"RPL? sama dong kayak Febrian, nih orang yang asik main game di sebelah gue," kata Fathiah sambil menyikut Febrian. "Apa?" kata Febrian.

"Noh si Abi anak RPL, kenalan sana."

"Febrian, Febrian Adi Nugroho."

"Abi, Abimanyu Dewa."












"Dasar lelaki, tidak tau yang dinamakan first impression," kata Varrel yang disetujui oleh Fathiah. Namun mereka belum tau aja, Abi dan Febrian pernah terlibat sesuatu dimasa lalu.


















(…)











A/n

Pada sadar gak sih, pas Varrel bilang nama lengkap Abi, Febrian langsung main game lagi?

SMK? BISA! [ S E L E S A I ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang