Seorang wanita melangkah dengan lembut. Perlahan namun pasti memasuki kelas ini. Dari luar suara mereka yang bising sudah terdengar, padahal hanya diisi oleh 25 anak saja.
Hembusan nafas keluar, seiring dengan dirinya yang memantapkan langkah masuk ke dalam. "Assalamualaikum," sapanya.
"Waalaikumsalam," jawab seisi kelas. Yang tadinya bising menjadi hening. Yang tadinya berisik sekarang diam. Hanya dengan melihat diri wanita ini.
Dia adalah guru disini. Di SMK Wijaya Bangsa. Namanya adalah Nur Insani, simple tapi mengandung makna yang besar. Biasa di panggil Bu Sani.
Seluruh kelas tidak berhenti menatapnya. Dari laki-laki sampai perempuan. Heran, padahal dia manusia bukan peri ataupun bidadari. Tapi kenapa mereka terpesona?
Suara deheman membuat semua terperanjat kaget. Astaga ini kelas atau apa sih?
"Ehm," katanya gugup. Maklum sih, wajar gugup itu sifat wajar dari seorang manusia. "Perkenalan nama saya Nur Insani, biasa dipanggil Bu Sani. Saya akan menjadi wali kelas kalian selama satu tahun kedepan."
Hening beberapa saat, "ada yang ingin ditanyakan?" lanjutnya.
Hening.
Diam.
Tidak ada suara.
Sampai detik berikutnya, "Bu, ibu itu manusia atau peri ya?" pertanyaan absurd keluar dari mulut Luthfi.
Bu Sani tertawa, memperlihatkan senyuman nya yang manis.
"Masyaallah, cantik sekali ciptaan Mu ini."
"Senyum nya gula banget."
"Kapan wajah gue semulus Bu Sani?"
"Apalah daya gue yang remahan rempeyek."
Jadi lah sesi galau karena ingin punya bentuk fisik layaknya Bu Sani.
Bu Sani adalah guru termuda disini, setelah Pak Himawan. Dan beliau, mengajar mapel akuntansi. Jadi wajar saja beliau menjadi wali kelas disini.
Benar, memang Bu Sani secantik itu. Seputih itu, seramping itu. Gak ada wanita yang gak mau seperti Bu Sani. Beliau adalah guru idola di SMK Wijaya Bangsa.
Jika sudah lewat di gedung TKJ, RPL ataupun Multimedia, jangan heran jika banyak suara buaya keluar.
Balik lagi pada anak X Akuntansi yang masih terpesona dengan kecantikan Bu Sani.
Bu Sani tersenyum, "yaudah yuk kita kenalan."
"Nama saya Luthfi Bu, Luthfi Firmansyah. Biasa dipanggil Luthfi, tapi kalau mau lebih akrab boleh kok dipanggil sayang."
"YEEEEUU EDAN LO!" maki satu kelas.
"Satu-satu ya Luthfi," jawab Bu Sani santai.
Bu Sani mengeluarkan buku panjang, mungkin buku yang berisi daftar nama siswa kelas ini?
Jujur saja, di sekolah ini. Yah walaupun sekolah internasional tapi entahlah anak-anaknya tidak se-internasional itu. Yang ada mereka malah....gila.
"Annisa Mutiara?" kata Bu Sani menyebutkan nama pertama yang tertera. Tidak lama seorang gadis perempuan manis yang duduk ditengah mengangkat tangannya.
"Putri Solo neng?" celetuk Luthfi lagi.
"Diam bisa?" salah satu murid perempuan yang berada di depan Luthfi berkata dengan nada yang jutek. "Siap bos!" jawab Luthfi semangat. Gila memang anak ini.
"Bima Wibisono?"
"Saya Bu!" jawab seorang murid laki-laki di pojok belakang kelas. Berperawakan tinggi dan besar. Sama seperti Bima.
"Pantes namanya Bima, badan gede gitu, moga aja gak suka malak," guman Fathiah.
"Claudia Indah Laura?"
"Iya Bu, Cinta Laura disini," jawab Indah dengan senyum manis yang di paksakan.
Sontak satu kelas ber-iuh ria.Selanjutnya Bu Sani kembali membaca nama yang tertera pada buku, "Dini Ananda Sari?"
Seorang murid perempuan mengangkat tangannya "saya Bu," jawabnya sambil tersenyum lebar.
Bu Sani terkekeh, "Dwiki Rasyid Rajasa?"
Tanpa suara, namun laki-laki satu ini mantap mengangkat tangannya. Satu kelas juga menengok dirinya.
Tatapannya yang tajam. Alisnya tegas, rahang nya pun sama tegasnya. Bibirnya tipis tapi tidak kecil. Dan satu lagi, tubuhnya tegap serta kulit nya yang sawo matang. Hm, idaman bukan?
Cogan. Satu kata yang mewakili Dwiki.
Fathiah sampai terbengong dibuatnya. Hadeh pangeran mana ini? Kenapa dia terdampar?
"Ehm," dehem Bu Sani. Suasana kembali seperti semula. Tapi tidak dengan hati para gadis yang berada di kelas ini. Ada kembang api yang meledak di dalam hatinya.
"Fafa Nada?"
"Saya Bu," jawab Fafa.
"Lo bisa nyanyi?" tanya Bima dengan suara lantang nya, "nama belakang lo nada gitu," lanjutnya.
Fafa berbalik arah, "ya gimana ya gue gak mau sombong," katanya sambil mengibaskan rambut.
"Yaelah neng malah iklan sampo."
"Fathiah Assifa Laili?" kata Bu Sani sambil mengedarkan pandangannya. Yang mempunyai nama pun mengangkat tangan, "saya Bu," jawabnya pelan.
Bu Sani mengangguk, "nama kamu mirip nama kakak kelas ya, tau kan?" tanyanya sambil tersenyum. Astagaa Bu senyum mu itu lho gula banget.
"Iya Bu, saya tau kok, Kak Sifa kan?" Jawab Fathiah sambil tersenyum juga.
"Anak kembar paling Bu."
Busetz, ini yang bicara Dwiki lho. Dia ngomong. Astaga.
Semua mata tertuju padanya, "napa pada lihat gue?" Termasuk Fathiah juga melihatnya.
"Lo bisa ngomong?" tanya Dini antara bego atau kaget Dwiki bicara tadi.
"Bego lo," umpat Dwiki. Dini cuma ngangguk aja, Alhamdulillah diampat cogan. Batinnya.
"Ferrel Maulana?"
Laki-laki kecil yang duduk di pojok belakang, sebelah Bima, mengangkat tangannya. Lalu, menurun kan lagi dengan gemulai.
"Astagfirullah," satu kelas kompak beristighfar. Bahkan Luthfi sampai mengelus-elus perutnya sendiri sambil berkata "amit-amit jabang bayi."
"Firda Kusumasari?"
"Saya Bu," jawab Firda dengan tampang datarnya seperti biasa.
"Gabriella Citra Maharani?" lanjut Bu Sani.
"Saya Bu," jawab seorang gadis dengan kacamata dan buku novel di atas mejanya. Tipe-tipe perempuan kutu buku.
"Gesbella Cahyha Vitnallia?"
"Kulo Bu," jawabnya sesopan mungkin. ( Kulo adalah bahasa Jawa dari kata Saya. Dalam kata lain kulo adalah bahasa Jawa Krama yang digunakan oleh anak muda kepada orang yang lebih tua untuk menghormati nya. )
"Subhanallah neng, nikah yuk," goda Luthfi. Dasar buaya.
Memang ya, mulutnya Luthfi itu tuh. Kayak apa sih? Baterai nya gak bisa habis apa gimana? Kok ya ada gitu murid modelannya macam Luthfi.
Ada kok.
Bahkan lebih parah.
Dimana lagi kalau bukan di SMK Wijaya Bangsa. Satu ras menjadi satu disana.
(…)
Hay i'm back.
Wekaweka. Anjay gue nulis ini canggung bgts sumpah. Apa-apaan tulisan diatas itu :(
Semoga bisa menghibur guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
SMK? BISA! [ S E L E S A I ]
Teen Fiction[ S E L E S A I ] Apa yang ada di benak mu saat mendengar kata SMK? Apa? Anak berandalan yang suka tawuran? Halooo. Kalau begitu kau harus baca ini. Baca saja kisah ini maka kau akan mengetahui realita sesungguhnya dari murid SMK. Realita murid SMK...