Bagian 39 - Depresi Akut

4.8K 304 1
                                    

"Kembalikan dia."

"Soji," Takiro menyerukan namanya.

"Taki, aku tidak berbicara denganmu."

Klik. Klik.

Ryuji membakar rokoknya, "Ada apa ini? Kenapa kau sangat berisik?"

"Aku tidak tau alasan kenapa kau mengambil gadis itu. Tapi aku akan katakan ini, kembalikan dia. Dia tidak cocok di sini. Kau hanya membunuhnya."

"Dia adalah manusia bukan barang," ucap Takiro karena Soji terus menyebutnya seperti barang.

"Shut the fuck up!" Soji kembali menyuruhnya diam.

Fuhhh...

Ryuji membuang asap di mulutnya, "Aku tidak membunuhnya."

"Ya, kau memang! Kau tidak tau?"

"Tidak."

Soji mendekat, ia merebut rokok Ryuji dan meremasnya hingga hancur menggunakan tangan kosong. "Ryuji, kau harus mengembalikannya. Dia hanya akan mati jika terus berada di sini. Terlebih Godaime telah menaruh ketertarikannya pada gadis itu. Dia tidak akan bisa mengatasinya."

Ryuji menatapnya tajam, "Kau berbicara sampah!"

Soji mendengus keras, ia langsung menghampiri Takiro dan merebut paksa ponselnya. Ia langsung saja menarik telunjuk Takiro untuk membuka kunci, dan mengetuk email miliknya. Dalam deretan pesan terkirim, ia membuka satu subjek Hana Naomi Sachie.

Ia membacanya dan benar-benar yakin bahwa Ryuji tidak mengetahui apapun tentang gadis itu. Karena informasi yang diberikan hanyalah informasi umum. Tidak ada informasi mengenai kesehatan gadis itu.

"Kau hanya akan lebih menghancurkannya, Ryuji."

"Soji, apa yang kamu maksud sebenarnya?" Takiro kembali berbicara karena ia merasa Soji berbicara hal yang tidak masuk akal.

"Kau...!" Soji menunjuk tepat ke wajahnya, "Aku berikan saran. Lain kali ketika kau mencari informasi mengenai seseorang, pastikan kau mendapatkan semuanya. Meskipun itu hanya jenis udara yang dia hirup! Atau kau akan menghancurkan hidup seseorang yang sebenarnya sudah hancur!"

Takiro semakin tidak mengerti.

"Gadis itu, dia menderita dari depresi akutnya! Dia membutuhkan obat untuk hidup! Tekanan apapun akan membuatnya memburuk!" Soji menjelaskan dengan emosi.

Ryuji terdiam, ia tak mengatakan apapun namun ia kembali menghisap rokoknya.

"Dia muntah-muntah bukan karena dia sakit. Dia merasa stres! Kau seharusnya mengetahui itu lebih baik! Untuk pasien dengan depresi akut, mereka bisa melakukan tindakan bunuh diri kapan saja!" Soji mengarahkan kemarahannya pada Ryuji.

"Lalu?" balas Ryuji, "Dia bukan ayahmu, Soji. Jangan menganggap semua orang sama sepertinya."

"Ryuji-sama!" Takiro mengingatkan.

Soji tersenyum sinis, "Ya, Ayahku mati karena depresi. Dia bunuh diri. Kau benar, tidak semua orang depresi akan bunuh diri."

"Soji, Ryuji-sama tidak bermaksud untuk--"

"Aku mengerti, Taki," Soji berjalan ke luar, "Aku akan mendapatkan obatnya, urus gadis itu sampai aku kembali."

Takiro memandang kepergian Soji dalam kebingungan, kemudian beralih ke Ryuji yang tak mengeluarkan satu patah kata pun.

"Ryuji-sama, anda seharusnya tidak mengatakan hal seperti itu."

Fuhhh...

"Setiap kali dia mendengar kata depresi, dia akan kehilangan akalnya. Dia harus mengerti, emosi itu tidak diperlukan. Lagipula itu tidak dapat menghidupkan ayahnya yang telah mati."

Old Man is Mine [INDONESIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang